Branko Ivankovic Buka-bukaan: Eks Pelatih Timnas China Ungkap Borok CFA Usai Dipecat Pasca Kekalahan dari Indonesia
Pemecatan Branko Ivankovic dari kursi pelatih Timnas China tak hanya menyisakan cerita duka, melainkan juga sorotan tajam. Mantan nakhoda asal Kroasia itu kini terang-terangan menguak borok Asosiasi Sepak Bola China (CFA) yang ia yakini menjadi biang kerok kegagalan Timnas China melaju di Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia. Kritik pedas ini dilontarkan Ivankovic setelah timnya dipastikan tersingkir dari kompetisi bergengsi tersebut.
Keputusan pencopotan Ivankovic diambil setelah Timnas China harus mengakhiri perjalanan mereka di putaran ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026 dengan menempati posisi kelima klasemen Grup C. Perjalanan mereka memang penuh liku, diawali dengan tiga kekalahan beruntun, termasuk kekalahan telak 0-7 dari Jepang. Meskipun sempat meraih angin segar dengan kemenangan atas Timnas Indonesia dan Bahrain yang sempat menumbuhkan kembali asa, namun kekalahan dari Jepang, Arab Saudi, dan Australia dalam tiga laga berikutnya kembali menipiskan peluang mereka. Pukulan telak yang memastikan tersingkirnya China terjadi pada 5 Juni lalu, saat mereka takluk 0-1 dari Timnas Indonesia di laga kesembilan.
Menanggapi pemecatan tersebut, Asosiasi Sepak Bola China (CFA) merilis pernyataan resmi. “Asosiasi Sepak Bola China mengucapkan terima kasih kepada Branko Ivankovic dan staf kepelatihannya atas upaya penuh dedikasi mereka selama bertugas di tim nasional putra dan kontribusi mereka terhadap sepak bola China. Kami mendoakan yang terbaik bagi Ivankovic dalam pekerjaan dan kehidupannya di masa mendatang,” bunyi pernyataan resmi dari CFA. Namun, di balik pernyataan formal itu, Branko Ivankovic menyimpan kekecewaan mendalam yang segera ia tumpahkan.
Kembali ke tanah airnya, Kroasia, Ivankovic tak dapat lagi menyembunyikan rasa frustrasinya. Dalam sebuah wawancara dengan media lokal, pelatih berusia 71 tahun itu tanpa ragu mengungkapkan alasan sesungguhnya mengapa impian China untuk berlaga di Piala Dunia 2026 harus kandas di tengah jalan. Sorotan paling mencolok dalam pernyataannya adalah pendekatan konservatif dan pola pikir usang yang masih dipertahankan oleh para petinggi di CFA.
“Mereka masih mempertahankan pola pikir manajemen sepak bola yang sama seperti beberapa dekade lalu,” keluh Ivankovic, seperti dikutip dari *Bongda24h.vn*. Ia menambahkan, “Meskipun sepak bola dunia berubah setiap hari, mereka memilih untuk diam saja.” Ivankovic meyakini bahwa stagnasi ini secara fundamental menghalangi para pemain untuk beradaptasi dengan filosofi sepak bola modern, yang pada gilirannya menyebabkan ketidakmampuan mereka memahami skema taktik yang ia coba terapkan.
Selama 14 pertandingan resmi di bawah kepemimpinan Ivankovic bersama Timnas China, rekornya memang kurang mengesankan: hanya 4 kali menang, 2 seri, dan 8 kekalahan, menghasilkan persentase kemenangan sebesar 28,57 persen. Dalam sejarah pelatih yang menangani China selama 10 pertandingan atau lebih, Ivankovic hanya unggul tipis dari pendahulunya, Aleksandar Jankovic (27,78 persen). Meski demikian, Ivankovic bersikeras bahwa rekor buruk ini bukan semata-mata karena kesalahannya.
Bukan tanpa alasan Ivankovic berpendapat demikian. Buktinya, krisis dalam sepak bola China masih terus berlanjut bahkan setelah ia meninggalkan jabatannya. Kekalahan telak 0-3 dari Korea Selatan di Piala EAFF setelah kepergiannya semakin memperjelas kesenjangan dan kebuntuan serius yang melanda Timnas China. “Saya pergi ke sana dengan harapan bisa membuat perubahan, tetapi perubahan hanya bisa terjadi jika pola pikir kepemimpinannya berubah terlebih dahulu,” pungkas Ivankovic, menutup wawancaranya dengan pesan yang menggema tentang perlunya reformasi fundamental di tubuh Asosiasi Sepak Bola China.