JAKARTA – PT Metro Healthcare Indonesia Tbk (CARE) telah mengambil keputusan penting terkait kebijakan dividennya. Untuk tahun buku 2024, perseroan memilih untuk tidak mendistribusikan dividen tunai kepada para pemegang sahamnya. Langkah ini diambil sebagai respons langsung terhadap kondisi finansial perusahaan yang masih mencatat kerugian signifikan.
Pada laporan keuangan tahun lalu, CARE tercatat membukukan rugi bersih mencapai Rp 75,76 miliar. Angka kerugian yang masih besar ini menjadi faktor utama di balik absennya pembagian dividen, menandakan adanya tantangan yang perlu diatasi dalam operasional perseroan.
Menanggapi performa keuangan CARE yang belum optimal ini, Nafan Aji Gusta, seorang Senior Market Analyst dari Mirae Asset Sekuritas, memberikan pandangannya. Menurut Nafan, kinerja perseroan masih jauh dari memuaskan, baik dilihat dari sisi pendapatan (topline) maupun laba bersih (bottomline) yang terus-menerus mencatatkan hasil negatif.
“Kalau hemat saya, CARE masih menghadapi tantangan ke depan. Dari tahun-tahun sebelumnya juga terus mencatat net loss. Operating expenses CARE terus naik, sementara pendapatan justru mengalami penurunan,” terang Nafan kepada Kontan pada 25 Juni.
Lebih lanjut, Nafan Aji Gusta turut menyoroti tren penurunan aset PT Metro Healthcare Indonesia Tbk dalam beberapa tahun terakhir. Meskipun demikian, sisi liabilitas perusahaan terpantau relatif stabil. Berdasarkan analisisnya, langkah-langkah efisiensi yang ketat dan upaya konkret untuk meningkatkan pendapatan menjadi prasyarat utama agar CARE dapat memperbaiki kinerja keuangan secara berkelanjutan.
Melihat kondisi tersebut, Nafan belum merekomendasikan saham CARE kepada para investor untuk dikoleksi. Ia menyarankan strategi wait and see, atau menanti dan melihat, hingga perseroan mampu menunjukkan tanda-tanda perbaikan kinerja yang konsisten dan berkelanjutan di masa mendatang.
Meski demikian, Nafan melihat adanya peluang jangka menengah bagi Metro Healthcare. Prospek positif ini dapat terwujud jika CARE mampu memanfaatkan tren penurunan suku bunga acuan. Menurutnya, kondisi suku bunga yang lebih rendah akan membuka kesempatan bagi perseroan untuk menerbitkan obligasi dalam rangka ekspansi, dengan beban biaya bunga yang tentu saja lebih ringan.
Di sisi lain, manajemen CARE sendiri telah menetapkan target ambisius untuk tahun 2025. Perseroan menargetkan dapat menekan rugi bersih secara signifikan menjadi sekitar Rp 9,6 miliar. Angka ini merepresentasikan penurunan kerugian sekitar 87% dibandingkan dengan posisi rugi bersih yang tercatat pada tahun sebelumnya, menunjukkan komitmen untuk membalikkan keadaan finansial perusahaan.