RAGAMHARIAN.COM – Pemerintah Republik Ceko mengungkap dugaan serius keterlibatan China dalam serangan siber terhadap Kementerian Luar Negeri mereka. Insiden ini disebut telah berlangsung sejak 2022 dan menargetkan ribuan email internal, termasuk komunikasi diplomatik dengan Uni Eropa.
Kelompok peretas negara bernama APT31, yang diyakini berada di bawah kendali Kementerian Keamanan Negara Tiongkok di Wuhan, disebut sebagai pelaku. Serangan ini disebut-sebut berhasil mengakses data yang tergolong tidak rahasia namun sensitif.
Menurut pernyataan resmi Menteri Luar Negeri Ceko Jan Lipavsky, pemerintah telah memutuskan untuk memanggil Duta Besar Tiongkok di Praha guna menyampaikan hasil penyelidikan dan menyatakan keprihatinan serius atas serangan tersebut. Lipavsky menambahkan bahwa ini merupakan pertama kalinya otoritas Ceko secara terbuka menunjuk negara tertentu dalam kasus peretasan berskala besar.
Investigasi dilakukan secara kolaboratif oleh sejumlah institusi keamanan dan intelijen Ceko, termasuk Badan Keamanan dan Informasi, Intelijen Militer, Kantor Hubungan Luar Negeri dan Informasi, serta Badan Nasional Keamanan Siber dan Informasi (NUKIB). Keempat lembaga ini menyimpulkan bahwa bukti keterlibatan APT31 sangat kuat, dengan tingkat kepastian tinggi terhadap identitas pelaku.
APT31 sendiri bukan nama baru dalam dunia spionase digital. Departemen Kehakiman Amerika Serikat sebelumnya telah mengaitkan kelompok ini dengan peretasan data kampanye pemilu Presiden AS Joe Biden pada 2020. Pada 2024, AS dan Inggris bahkan telah menjatuhkan sanksi kepada sejumlah individu yang berkaitan dengan APT31.
Respon keras muncul dari Brussels dan markas besar NATO menyusul tuduhan ini. Uni Eropa, melalui Perwakilan Tinggi untuk Urusan Luar Negeri Kaja Kallas, menyatakan dukungannya untuk Republik Ceko dan mengimbau semua negara, termasuk China, untuk mematuhi norma hukum internasional dan menghindari praktik peretasan yang mengancam hubungan diplomatik.
Sementara itu, NATO menyebut bahwa serangan siber terus menjadi ancaman nyata terhadap sistem demokrasi dan infrastruktur kritis di kawasan Atlantik Utara. Aliansi militer ini menegaskan komitmennya dalam memperkuat pertahanan digital dan merespons agresi siber yang berpotensi mengguncang stabilitas anggota-anggotanya.