Cemburu Adik Baru Lahir? Tips Jitu Hadapi Kecemburuan Anak!

Avatar photo

- Penulis Berita

Minggu, 22 Juni 2025 - 05:40 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Sudah lama sekali rasanya aku menanti kelahiran anak pertama dari kakakku. Akhirnya, hari yang ditunggu tiba.

“Kapan kita menjenguk ke rumah sakit? Bukannya dia sudah melahirkan? Katanya sih, anaknya perempuan, lucu dan imut. Yuk, kita lihat dede bayi,” ajak Mamah. Aku dan adikku yang perempuan langsung bersemangat. Rasanya ingin sekali mencubit ginjalnya saking gemasnya, kalau saja bisa tanpa operasi.

Aku sebenarnya antara setuju dan tidak setuju dengan ajakan Mama. Kenapa ya, di keluarga besar kami lebih banyak perempuan daripada laki-laki? Aku jadi heran sendiri. Apalagi kalau sedang mencoba-coba cinta monyet, belajar merasakan bagaimana rasanya pacaran.

Aku jadi teringat kejadian lucu beberapa waktu lalu, saat mengantar adik atau kakak sepupu dengan motor. Dari sekian banyak tante, ibu, atau kakak sepupu perempuanku, pengalaman paling konyol adalah ketika bertemu pacar di lampu merah Metro. Dia sedang berboncengan dengan teman perempuannya, sementara aku juga berboncengan dengan perempuan. Adik sepupuku itu, yang secara fisik terlihat seumuran denganku.

Pacarku sepertinya tidak mengerti dan tidak percaya. Diajak main ke rumah saja selalu banyak alasannya.

***

Awalnya, aku pikir kejadian di lampu merah itu akan jadi bahan candaan yang bisa diselesaikan dengan saling percaya. Tapi ternyata tidak. Dia langsung memasang muka cemberut saat kami bertemu lagi.

“Kemarin kamu sama siapa?” tanyanya dengan nada ketus.

“Ya sama adik sepupu aku,” jawabku santai.

Dia mendengus. “Masa sih? Kok kayak seumuran?”

“Emang gitu, muka dia emang lebih tua sedikit,” jawabku jengkel sambil menatapnya.

Dia masih cemberut. “Aku enggak suka lihat kamu boncengin cewek lain.”

Lah, ini bagaimana sih? Aku coba menjelaskan lagi, tapi tetap saja dia tidak percaya. Mungkin karena selama ini dia juga jarang mau main ke rumah dan tidak mau memperkenalkan dirinya kepada keluargaku.

Akhirnya, aku pikir, ya sudahlah, biarin saja kalau dia mau salah paham. Tapi tetap saja aku kesal. Kenapa sih orang suka buru-buru menghakimi? Padahal kan bisa bertanya baik-baik dulu.

Aku jadi kepikiran sepanjang jalan menuju rumah Kakak. Sebenarnya, masalah keluarga ini sudah lama kupikirkan. Kalau aku mengikuti nafsu cinta dengan pacaran, tapi dia tidak mau dikenali oleh keluarga besar, itu sama saja aku bodoh atau dia malu-maluin, dan belum siap.

Mungkin dia juga takut dan malu dikira ingin serius.

Aku lebih takut dikecewakan dan mengecewakan dirinya. Kalau sudah saling kenal kan jadi tenang, jadi tahu pula mana pacar cantikku.

Sesampainya di sana, ternyata rumah sudah ramai. Lebih banyak perempuan daripada laki-laki. Bayi kecil yang katanya imut itu sedang digendong Mamah, dikelilingi para tante dan sepupu-sepupu perempuan yang semuanya sibuk berkomentar:

“Ya ampun, pipinya kayak bakpao!”

“Mirip siapa nih, mirip siapa?”

“Ih, lucu banget, pengen gigit!”

“MIRIP AKULAH, EMANYA AJA SUKA JAIL MULU SAMA AKU,” gumamku dalam hati, sambil memakan puding buatan ibu si bayi di pojokan ruang tamu.

Adikku yang duduk di sebelahku, menyengir. “Gimana? Dedenya mirip aku kan? Ya jelas itu pasti mirip aku imutnya.”

“Apa sih, pede banget deh,” jawabku sambil tersenyum kecut.

Adikku cengengesan, sok percaya diri. “Seriusan, lo lihat tuh matanya sipit belo, persis gue waktu bayi!”

Aku melirik dedek bayi yang lagi menggeliat di gendongan Mamah. Jujur, matanya memang agak sipit, tapi lebih mirip… “Gue rasa sih, dia lebih mirip anak ayam baru menetas,” ucapku pelan.

Ade kesal sambil menepuk bahuku, “Kurang ajar lu, Bang. Masa bayi dibandingin ayam?” Mungkin dia mendengar ucapanku itu.

Aku sedikit tertawa sambil mengunyah puding. Di tengah keramaian tante-tante yang masih sibuk mendebatkan bayi ini lebih mirip bapak atau emaknya, tiba-tiba si bayi mengeluarkan suara khasnya—setengah tangisan, setengah protes.

“Waduh, mulai deh,” kata salah satu sepupu.

“Nah kan, nangis.”

“Laper kali tuh.”

Benar saja, Mamah buru-buru memberikan bayi itu ke ibunya, sementara suara tangisannya makin kencang. Aku dan adikku saling pandang, lalu buru-buru mengambil makanan lagi sebelum ada yang menyuruh membantu.

“Yuk, cabut dulu ke belakang. Amankan camilan sebelum keburu dihabiskan sama emak-emak rempong,” ucapku.

Adikku langsung setuju. Kami menyelinap ke dapur sambil membawa satu piring puding, berharap bisa menikmati sisa camilan tanpa harus tertangkap untuk menggendong bayi atau disuruh memijat tante-tante yang capek bergosip.

Setelah berjam-jam kami sekeluarga kecil berkunjung, memberikan kado sederhana untuk bayi itu, kami memutuskan untuk berpamitan pulang.

Keesokan harinya, di sekolah dia masih saja marah padaku. Tentang kejadian membonceng cewek waktu itu, yang sebenarnya bukan cewek jadi-jadian, melainkan keluargaku sendiri yang dicemburuinya.

Sudah berbulan-bulan pacaran, namun terasa seperti kontrakan yang hanya berdurasi mingguan, bulanan, atau tahunan. Semua orang bisa seperti itu. Beda dengan diriku, yang tidak pernah membuat atau memasang status WhatsApp mengucapkan “Anniversary”.

Pada kenyataannya, cinta butuh saling memahami satu sama lain, dalam sebuah kepastian.

Aku tidak lama dan tidak sampai tujuan, putus di tengah jalan. Tidak seperti mereka yang bertahun-tahun berpacaran, namun tidak kunjung dilamar.

Lebih baik putus cinta di tengah jalan. Menurutku itu sudah baik, dan baiklah menerima saja hal itu.

Daripada putus sekolah, yang mati di tengah jalan, itu hal yang konyol.

Banyak orang bodoh, bandel, dan nakal dengan membawa otak kosongnya sendiri, patah hati seperti diracuni, yang membunuh jiwa semangatnya sendiri.

Kecemburuan memang hal yang wajar, yang tidak wajar adalah cemburu secara berlebihan.

Jika mendapatkan laki-laki berkarir, meskipun diskusi perusahaan bersama lawan jenis (perempuan), pasti tujuannya adalah rumah. Maupun sebaliknya. Namun, jarang laki-laki atau perempuan yang seperti itu. Tergantung pada tanggung jawab masing-masing dan pemahaman satu sama lain.

Pembelajaran Cinta Monyet yang Kandas

JAKARTA-2019

Berita Terkait

Love Language Zodiak Gemini: Kata-Kata Afirmasi, Cara Memahaminya
5 Wanita Cantik yang Pernah Pacari Al Ghazali Sebelum Alyssa Daguise
Stephanie Poetri & Suami Pilih Childfree, Reaksi Titi DJ Mengejutkan
Ramalan Zodiak Libra, Scorpio, Sagitarius
Hengki Kawilarang Meninggal Dunia: Penyakit Apa yang Dideritanya?
Libra 21 Juni 2025: Move On! Ramalan Cinta & Keuanganmu
Sule dan Nathalie Holscher Akur: Pilih Jadi Teman Setelah Cerai!
Stephanie Poetri Childfree? Jawaban Soal Momongan Bikin Penasaran!

Berita Terkait

Minggu, 22 Juni 2025 - 10:55 WIB

Love Language Zodiak Gemini: Kata-Kata Afirmasi, Cara Memahaminya

Minggu, 22 Juni 2025 - 05:40 WIB

Cemburu Adik Baru Lahir? Tips Jitu Hadapi Kecemburuan Anak!

Sabtu, 21 Juni 2025 - 19:24 WIB

5 Wanita Cantik yang Pernah Pacari Al Ghazali Sebelum Alyssa Daguise

Sabtu, 21 Juni 2025 - 18:44 WIB

Stephanie Poetri & Suami Pilih Childfree, Reaksi Titi DJ Mengejutkan

Sabtu, 21 Juni 2025 - 16:35 WIB

Ramalan Zodiak Libra, Scorpio, Sagitarius

Berita Terbaru

Family And Relationships

Love Language Zodiak Gemini: Kata-Kata Afirmasi, Cara Memahaminya

Minggu, 22 Jun 2025 - 10:55 WIB

Finance

Harga Emas Antam Hari Ini

Minggu, 22 Jun 2025 - 10:50 WIB

Politics

Serangan AS ke Nuklir Iran: Trump Ajak Damai?

Minggu, 22 Jun 2025 - 10:30 WIB