Berikut adalah artikel berita yang telah ditingkatkan:
Tiongkok Meluncurkan Jaringan Komputer Raksasa di Luar Angkasa, Panaskan Persaingan Teknologi Global
Tiongkok telah meluncurkan sebuah inisiatif ambisius yang siap mengubah lanskap komputasi global: pembangunan jaringan komputer raksasa di luar angkasa. Langkah revolusioner ini diumumkan oleh China Aerospace Science and Technology Corporation (CASC), perusahaan negara yang menjadi ujung tombak proyek-proyek luar angkasa strategis Negeri Tirai Bambu.
Langkah awal program revolusioner ini ditandai dengan peluncuran 12 satelit perdana dari Pusat Peluncuran Satelit Jiuquan di Tiongkok utara pada 14 Mei 2025. Satelit-satelit tersebut, yang diberangkatkan menggunakan roket Long March 2D, merupakan bagian inti dari konstelasi awal program baru yang dinamakan Star Computing. CASC mengonfirmasi keberhasilan misi ini, menyatakan bahwa “Konstelasi satelit komputasi luar angkasa telah berhasil ditempatkan di orbit yang telah ditentukan. Misi peluncuran ini sukses total,” seperti dikutip *Newsweek*.
Berbeda dari konstelasi satelit konvensional yang berfungsi sebagai relay komunikasi atau penginderaan dan masih bergantung pada pusat data di Bumi, konstelasi satelit Star Computing ini dirancang untuk bekerja secara mandiri di orbit. Jaringan komputer luar angkasa ini mampu memproses data langsung di atas sana, tanpa terikat keterbatasan koneksi ke Bumi dan tanpa memerlukan sistem pendingin mahal yang biasa digunakan pada pusat data konvensional. Desain inovatif ini memberikan keuntungan signifikan, menjadikannya lebih aman dari gangguan atau serangan fisik yang mungkin terjadi di Bumi—sebuah keunggulan strategis jika terjadi konflik militer. Ini menjadi langkah krusial dalam persaingan teknologi yang intens antara Tiongkok dan Amerika Serikat, khususnya di bidang kecerdasan buatan (AI).
Proyek Star Computing, yang dikembangkan oleh Guoxing Aerospace Corporation, menargetkan pembentukan konstelasi masif berisi 2.800 satelit yang terhubung secara laser. Meskipun angka ini masih jauh di bawah konstelasi Starlink milik SpaceX besutan Elon Musk, yang telah memiliki lebih dari 6.750 satelit mengorbit hingga akhir Februari 2025 dan berpotensi berkembang hingga lebih dari 30.000 satelit, ambisi Tiongkok tetap sangat besar dan strategis.
Peluncuran ini sekaligus menggarisbawahi babak baru dalam rivalitas ruang angkasa yang semakin memanas antara Tiongkok dan Amerika Serikat. Tensi ini terindikasi dari laporan-laporan terkini, seperti insiden sebuah satelit militer AS yang dikabarkan mendekati atau ‘buzzing’ satelit Tiongkok. Bahkan, keberadaan proyek-proyek luar angkasa Tiongkok di wilayah Amerika Latin pun telah menjadi sorotan dan kekhawatiran serius bagi pihak militer AS.
Menurut laporan harian ST Daily—koran resmi Kementerian Sains dan Teknologi Tiongkok—konstelasi awal dari proyek ini akan membangun “jaringan komputasi masa depan” yang memenuhi “kebutuhan komputasi real-time di luar angkasa” yang terus meningkat, serta membantu Tiongkok memimpin “pembangunan infrastruktur komputasi luar angkasa global.” Lebih lanjut, harian tersebut menyebut bahwa langkah ini adalah upaya untuk menduduki posisi strategis dalam jalur industri masa depan, sekaligus menerobos batasan AI dari Bumi ke luar angkasa.
Jonathan McDowell, pakar astrofisika terkemuka dari Universitas Harvard, menyoroti keunggulan fundamental dari konsep pusat data di orbit. “Pusat data orbit bisa menggunakan tenaga surya dan membuang panas langsung ke ruang angkasa, sehingga mengurangi kebutuhan energi dan jejak karbon,” ujarnya kepada South China Morning Post. Ia menambahkan bahwa “Peluncuran hari ini merupakan uji coba besar pertama dari bagian jaringan dalam konsep ini.”
Dengan inisiatif ambisius ini, Tiongkok semakin mempertegas ambisinya untuk mengejar dan bahkan melampaui Amerika Serikat dalam tiga ranah krusial: teknologi antariksa, komputasi kecepatan tinggi, dan kecerdasan buatan. Persaingan kedua negara tampaknya tak lagi terbatas di daratan, melainkan meluas ke luar angkasa—dan kali ini, taruhannya adalah siapa yang akan memimpin dunia dalam infrastruktur komputasi generasi berikutnya.