Co-Payment Asuransi Kesehatan Ditunda: Skema Awal & Dampaknya Bagi Anda!

Avatar photo

- Penulis Berita

Jumat, 4 Juli 2025 - 21:44 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Jakarta – Kebijakan penting mengenai *co-payment* atau pembagian beban klaim asuransi kesehatan sebesar 10 persen, yang semula akan diberlakukan, kini resmi ditunda. Keputusan krusial ini dicapai dalam rapat kerja antara Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Kompleks Parlemen, Senayan, pada Senin, 30 Juni 2025.

Penundaan ini berarti Surat Edaran (SE) OJK Nomor 7 Tahun 2025, yang sedianya mulai efektif pada 1 Januari 2026, tidak akan diterapkan. SE tersebut kini akan digantikan oleh Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) yang dirancang lebih komprehensif.

Mukhamad Misbakhun, Ketua Komisi XI DPR, menegaskan bahwa implementasi *co-payment* asuransi ini ditangguhkan sampai POJK yang baru diterbitkan. “OJK menunda implementasi surat edaran hingga POJK dilaksanakan,” ujar Misbakhun, menekankan pentingnya proses pembuatan peraturan baru ini yang akan melibatkan kolaborasi erat dengan pihak industri asuransi dan seluruh *stakeholder* terkait, demi menciptakan pendekatan regulasi yang lebih menyeluruh.

Menanggapi keputusan tersebut, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, menyatakan komitmennya untuk mematuhi. “Kami akan mengikuti. Ini adalah rekomendasi dari Komisi XI yang mengawasi kami,” ungkap Ogi. Ia menambahkan bahwa gagasan *co-payment* ini muncul dari permintaan industri asuransi itu sendiri, sebagai respons atas kondisi sektor yang dinilai kurang sehat, di mana rasio klaim asuransi kesehatan nyaris mencapai 100 persen. “Ini adalah kepentingan bersama,” tegas Ogi, “OJK juga berkewajiban menjaga kondisi ini, karena jika dibiarkan, stabilitas industri tidak akan sehat.”

### Latar Belakang dan Skema Awal Co-payment Asuransi Kesehatan

Berdasarkan laporan mendalam Tempo berjudul “Lobi-lobi di Balik Skema Berbagi Beban Klaim Asuransi” yang terbit pada 22 Juni 2025, terungkap rancangan awal kebijakan OJK terkait skema *tanggung renteng klaim* atau *co-payment*. Selain menetapkan pembagian beban klaim, surat edaran tersebut juga mewajibkan setiap perusahaan asuransi kesehatan untuk membentuk Dewan Penasihat Medis (DPM).

Dewan ini akan bertugas memberikan nasihat kepada perusahaan asuransi dalam menelaah utilisasi dan validitas klaim layanan kesehatan yang diajukan oleh rumah sakit. DPM akan diisi oleh para dokter spesialis dari berbagai disiplin ilmu, disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan asuransi, dan dapat dibentuk secara mandiri atau melalui kerja sama antarperusahaan.

Lebih lanjut, Surat Edaran Nomor 7 Tahun 2025 yang diterbitkan OJK pada 19 Mei 2025 merinci kewajiban nasabah untuk menanggung setidaknya 10 persen dari total biaya layanan medis. Namun, terdapat batasan beban *co-payment* bagi nasabah, yaitu maksimum Rp300 ribu per klaim untuk layanan rawat jalan dan maksimum Rp3 juta per klaim untuk rawat inap.

### Pro dan Kontra serta Tantangan Implementasi Aturan Co-payment

Namun, rencana implementasi aturan *co-payment* ini tidak luput dari pro dan kontra serta berbagai tantangan. Ogi Prastomiyono sendiri mengakui adanya isu penggunaan layanan kesehatan yang berlebihan (*over-utilization*), terutama di rumah sakit, yang dinilai menjadi pemicu utama inflasi biaya medis. Selain itu, OJK juga mengidentifikasi adanya indikasi penipuan pada sekitar 5 persen dari total klaim asuransi di sektor kesehatan Indonesia, dengan beragam modus operandi.

Menanggapi kondisi ini, Sekretaris Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Rio Priambodo, dengan tegas menyatakan bahwa persoalan seperti *over-utilization* dan potensi penipuan seharusnya menjadi tanggung jawab perusahaan asuransi dan pihak rumah sakit, bukan dibebankan kepada konsumen. Rio juga menekankan bahwa pasien tidak memiliki kapasitas atau pengetahuan medis untuk menilai kelayakan prosedur dan layanan kesehatan yang mereka terima.

Oleh karena itu, menurut YLKI, alih-alih memberlakukan aturan *co-payment*, OJK semestinya memprioritaskan pengawasan ketat terhadap proses klaim asuransi secara keseluruhan.

Artikel ini disusun dengan kontribusi dari Adil Al Hasan, Ghoida Rahmah, dan Anastasya Lavenia.

Baca juga: YLKI Minta OJK Batalkan Aturan Co-Payment Asuransi, Bukan Sekadar Menunda

Berita Terkait

Sinopsis Low Life: Serial Korea Terbaru tentang Perburuan Harta Karun
Low Life: Drakor Perburuan Harta Karun yang Wajib Kamu Tonton!
Redmi Pad 2 Resmi di Indonesia! Tablet 2 Jutaan Spek Gahar
Rok Span Putih: 5 Paduan Warna Baju Stylish & Kekinian!
Liburan Sekolah Seru: Petualangan Disney Cruise di Grand Indonesia!
Harga HP Infinix Terbaru Juli: Hot 60i, GT30 Pro, Smart 9 HD, Zero
Wajan Antilengket Awet: Hindari 6 Kesalahan Memasak Ini!
Letbe Mecha 150: Penantang ADV160? Desain Unik, Harga Rp 29 Juta

Berita Terkait

Sabtu, 5 Juli 2025 - 03:20 WIB

Sinopsis Low Life: Serial Korea Terbaru tentang Perburuan Harta Karun

Sabtu, 5 Juli 2025 - 02:17 WIB

Low Life: Drakor Perburuan Harta Karun yang Wajib Kamu Tonton!

Jumat, 4 Juli 2025 - 21:44 WIB

Co-Payment Asuransi Kesehatan Ditunda: Skema Awal & Dampaknya Bagi Anda!

Jumat, 4 Juli 2025 - 20:48 WIB

Redmi Pad 2 Resmi di Indonesia! Tablet 2 Jutaan Spek Gahar

Jumat, 4 Juli 2025 - 19:52 WIB

Rok Span Putih: 5 Paduan Warna Baju Stylish & Kekinian!

Berita Terbaru

Entertainment

Sinopsis dan Pemain Reboot The Toxic Avenger, Ada Peter Dinklage

Sabtu, 5 Jul 2025 - 03:27 WIB

Uncategorized

Low Life: Drakor Perburuan Harta Karun yang Wajib Kamu Tonton!

Sabtu, 5 Jul 2025 - 02:17 WIB