BPI Danareksa Berencana Akuisisi Saham BSI: Implikasi Bagi Bank Mandiri dan Lanskap Perbankan Syariah Indonesia
Badan Pengelola Investasi (BPI) Danareksa dikabarkan tengah mempersiapkan aksi korporasi besar yang akan berdampak signifikan pada Bank Syariah Indonesia (BSI) atau BRIS. Rencana tersebut melibatkan akuisisi saham BSI yang saat ini dimiliki oleh tiga bank BUMN: Bank Mandiri, BRI, dan BNI. Langkah ini berpotensi mengubah status BSI dari anak usaha Bank Mandiri menjadi bank BUMN yang setara dengan bank-bank pelat merah lainnya.
Berdasarkan laporan bulanan registrasi pemegang efek per 30 April 2025, Bank Mandiri memegang kendali atas BSI dengan kepemilikan 51,47% saham (23,74 miliar saham). BNI menguasai 23,24%, sementara BRI memiliki 15,38% saham BSI. Sumber dari KONTAN menyebutkan rencana akuisisi ini ditargetkan rampung pada tahun 2025. Pihak KONTAN telah berupaya mengkonfirmasi kabar tersebut kepada CIO Danareksa, Pandu Sjahrir, dan COO Dony Oskaria, namun belum mendapatkan tanggapan. Manajemen BSI sendiri menyatakan rencana tersebut berada di luar kewenangan mereka dan merupakan ranah pemegang saham.
Meskipun belum ada konfirmasi resmi, rencana ini mendapat sambutan positif dari berbagai kalangan. Direktur Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), Sutan Emir Hidayat, menjelaskan bahwa rencana pelepasan BSI dari kepemilikan bank-bank BUMN sebenarnya sudah digagas sejak 2019. Ia optimistis langkah ini akan meningkatkan independensi BSI dan memungkinkannya lebih fokus dalam mengembangkan peran di sektor ekonomi syariah tanpa terbebani arahan dari pemegang saham konvensional. Pemerintah, melalui Danareksa, pun dapat langsung memberikan arahan strategis kepada BSI. Salah satu potensi pengembangan yang disebut Emir adalah pembentukan anak usaha sekuritas syariah, sebuah peluang yang tidak tersedia selama BSI berada di bawah naungan Bank Mandiri yang telah memiliki Mandiri Sekuritas.
Namun, rencana divestasi ini diperkirakan akan memberikan dampak signifikan, terutama bagi Bank Mandiri sebagai pemegang saham pengendali. Kinerja Bank Mandiri dalam jangka pendek dan menengah berpotensi terpengaruh. Sebagai gambaran, hingga Maret 2025, BSI berkontribusi sebesar Rp 968 miliar terhadap laba anak usaha Bank Mandiri, atau sekitar 62,37% dari total laba bersihnya. Upaya konfirmasi kepada Direktur Utama Bank Mandiri, Darmawan Junaidi, terkait dampak rencana ini juga belum membuahkan hasil.
Rencana ini juga berpotensi memicu persaingan baru di antara bank-bank BUMN dalam mengejar laba terbesar. Saat ini, BRI masih memimpin dengan laba Rp 13,8 triliun per Maret 2025, diikuti Bank Mandiri dengan Rp 13,2 triliun. Dengan lepasnya BSI dari konsolidasi Bank Mandiri, persaingan di antara bank-bank BUMN tersebut diprediksi akan semakin ketat.
Andrey Wijaya, analis RHB Sekuritas Indonesia, menekankan bahwa pelepasan BSI akan berdampak signifikan bagi Bank Mandiri karena hilangnya salah satu sumber pertumbuhan pendapatan utama. Ia menyarankan agar dana yang diperoleh dari divestasi saham BSI segera diinvestasikan pada aset dengan *return* tinggi. Di sisi lain, BSI juga akan kehilangan sinergi yang selama ini terjalin dengan Bank Mandiri dan bank-bank BUMN lainnya.
Indy Naila, Investment Analyst Edvisor Profina Visindo, mengakui potensi hilangnya *fee based income* dan dividen bagi Bank Mandiri, namun ia menilai dampaknya tidak terlalu signifikan. Ia optimistis Bank Mandiri mampu mempertahankan kinerja keuangannya melalui strategi lain dan memanfaatkan dana dari divestasi untuk ekspansi bisnis atau pengembangan produk baru.