Menko Airlangga Jelaskan Protokol Transfer Data Pribadi Indonesia-AS: Jaminan Keamanan Lintas Negara
Jakarta – Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, memaparkan secara rinci skema transfer data pribadi dari Indonesia ke Amerika Serikat (AS). Hal ini merupakan bagian integral dari kesepakatan dagang bilateral antara kedua negara, menyusul keputusan Presiden AS Donald Trump untuk memangkas tarif resiprokal menjadi 19 persen dari angka semula 32 persen.
Airlangga menjelaskan bahwa data pribadi yang akan dikirimkan ke AS pada dasarnya adalah data yang diunggah sendiri oleh masyarakat Indonesia. Data ini mencakup informasi yang diberikan oleh warga negara Indonesia (WNI) saat menggunakan berbagai layanan digital, mulai dari mesin pencari seperti Google dan Bing, platform *e-commerce*, hingga saat membuat akun *email*. “Jika terkait dengan data pribadi, itu sesungguhnya merupakan praktik dari masyarakat saat mendaftar di Google, Bing, *e-commerce*, dan lainnya, pada saat membuat *email*, akun. Itu kan data, *upload* sendiri,” ungkap Airlangga dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Kamis, 24 Juli 2025.
Melalui kerja sama ini, pemerintah Indonesia bertujuan untuk menjamin keamanan dan perlindungan data pribadi yang diisi oleh masyarakat. Dengan adanya payung hukum yang jelas, lanjut Airlangga, akan tercipta kepastian mengenai perlindungan data masyarakat lintas negara (*cross-border*). “Bagi kesepakatan Indonesia dan Amerika adalah membuat protokol untuk itu. Jadi, finalisasinya bagaimana ada pijakan hukum yang sah, aman, dan terukur untuk tata kelola lalu lintas data pribadi antarnegara atau *cross-border* dari data pribadi tersebut,” tegasnya.
Menko Perekonomian menambahkan bahwa landasan hukum yang kuat untuk perlindungan data pribadi WNI tidak hanya berlaku untuk AS, tetapi juga untuk berbagai negara lain. Ia mencontohkan inisiatif Indonesia yang telah menyediakan protokol transfer data serupa, seperti di kawasan Nongsa Digital Park, Batam, Kepulauan Riau. Di sana, terdapat persyaratan ketat untuk keamanan data, yang mencakup tidak hanya aspek digital tetapi juga keamanan fisik, memastikan tidak ada akses tidak sah ke pusat data (*data center*).
Lebih lanjut, regulasi terkait transfer data lintas negara juga krusial untuk menjaga keamanan data dalam sistem pembayaran digital. Airlangga mencontohkan kartu kredit asal AS, seperti Mastercard dan Visa, yang selama ini telah menerapkan mekanisme pertukaran data antarnegara. Hal ini penting untuk proses *Know Your Customer* (KYC), mencegah daftar hitam (*blacklist*) atau praktik penipuan (*fraud*).
Oleh karena itu, keamanan data masyarakat menjadi prioritas utama, sehingga diperlukan protokol yang kuat untuk melindunginya dalam setiap proses transaksi elektronik. Pemerintah memastikan bahwa transfer data pribadi akan dilaksanakan dengan prinsip kehati-hatian yang tinggi dan sepenuhnya sesuai dengan hukum yang berlaku. “Data tersebut tentu terus diawasi oleh otoritas Indonesia, yang juga berdasarkan kehati-hatian dan berdasarkan hukum nasional tentang perlindungan data pribadi. Dan pemerintah memastikan bahwa data ini dilakukan dalam kerangka yang *secure*, *reliable*, dan *data governance*,” pungkas Airlangga, menegaskan komitmen pemerintah terhadap tata kelola data yang bertanggung jawab.