Deflasi: Bahaya Tersembunyi Ekonomi? Pengertian, Dampak, & Cara Mengatasi

Avatar photo

- Penulis Berita

Kamis, 5 Juni 2025 - 01:14 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Berikut adalah artikel berita yang telah ditingkatkan:

Deflasi Berlanjut Ancam Ekonomi Nasional: BPS Catat Penurunan, Ekonom Soroti Dampak Serius

Ragamharian.com, Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data yang memicu kekhawatiran di tengah masyarakat dan kalangan ekonom. Perekonomian nasional tercatat mengalami deflasi sebesar 0,37 persen secara bulanan (month to month) pada Mei 2025. Angka ini disampaikan langsung oleh Deputi Statistik Bidang Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, dalam konferensi pers yang digelar di kantor BPS, Jakarta Pusat, pada Senin, 2 Juni 2025.

Pudji Ismartini lebih lanjut merinci bahwa Indeks Harga Konsumen (IHK) dibandingkan bulan sebelumnya telah turun menjadi 108,07 per Mei 2025. Tren penurunan ini tidak hanya terjadi secara bulanan, melainkan juga secara tahunan (year on year), di mana IHK menunjukkan penurunan signifikan sebesar 1,66 persen.

Fenomena deflasi yang telah berlangsung selama tiga bulan berturut-turut ini sontak menjadi sorotan tajam. Ekonom dari Bright Institute, Awalil Rizky, mengungkapkan keprihatinannya, menegaskan bahwa deflasi berkepanjangan bukan sekadar gejala ekonomi biasa, melainkan pertanda nyata melemahnya pondasi ekonomi nasional. “Deflasi yang berkepanjangan memberi sinyal buruk bagi konsumsi rumah tangga. Ini memperlihatkan bahwa publik menahan belanja karena tekanan ekonomi yang dirasakan,” kata Awalil saat dihubungi pada Selasa, 3 Juni 2025.

Menurut Corporate Finance Institute, deflasi dalam perekonomian umumnya disebabkan oleh dua faktor fundamental: penurunan permintaan agregat atau peningkatan penawaran agregat. Penurunan permintaan terjadi ketika masyarakat cenderung menahan pengeluaran mereka, misalnya akibat penerapan kebijakan moneter ketat seperti kenaikan suku bunga yang mendorong kebiasaan menabung, atau karena turunnya kepercayaan diri konsumen selama periode resesi ekonomi.

Di sisi lain, peningkatan pasokan agregat juga dapat memicu deflasi, terutama jika biaya produksi menurun drastis. Hal ini bisa terjadi akibat penurunan harga bahan baku, seperti minyak, atau adanya kemajuan teknologi yang memungkinkan produsen menekan biaya secara signifikan. Kondisi ini kemudian memaksa produsen untuk menurunkan harga jual produk agar tetap diminati di tengah permintaan pasar yang cenderung stagnan.

Terlepas dari penyebabnya, deflasi seringkali dianggap sebagai fenomena ekonomi yang merugikan, terutama saat terjadi di tengah masa resesi. Kondisi ini dapat menimbulkan berbagai dampak negatif yang serius bagi perekonomian. Corporate Finance Institute menguraikan setidaknya tiga efek negatif utama dari deflasi yang berkepanjangan:

1. Peningkatan Angka Pengangguran
Selama periode deflasi, tingkat pengangguran cenderung melonjak. Ketika harga-harga barang dan jasa menurun, perusahaan biasanya mengambil langkah-langkah penghematan biaya. Salah satu cara umum yang ditempuh adalah dengan memberhentikan sebagian karyawan mereka demi menekan pengeluaran operasional.

2. Peningkatan Nilai Riil Utang
Deflasi seringkali diiringi dengan kenaikan suku bunga. Kondisi ini secara efektif menyebabkan nilai riil utang yang dimiliki konsumen maupun perusahaan menjadi lebih besar dari sebelumnya. Beban keuangan yang meningkat ini mendorong konsumen untuk semakin menunda pengeluaran mereka, memperparah kelesuan ekonomi secara keseluruhan.

3. Memperburuk Kondisi Ekonomi (Spiral Deflasi)
Spiral deflasi adalah skenario paling berbahaya. Ini merupakan kondisi di mana penurunan tingkat harga memicu reaksi berantai yang menghancurkan: produksi menurun, upah pekerja berkurang, permintaan masyarakat melemah, dan harga terus tertekan ke bawah dalam siklus yang tak berujung. Selama masa resesi, spiral deflasi menjadi tantangan ekonomi yang sangat berat karena dapat memperburuk kondisi ekonomi secara signifikan, menjerumuskan negara ke dalam krisis yang lebih dalam.

Artikel ini turut disusun oleh Alfitria Nefi P. dan Nandito Putra.

Berita Terkait

ERAL Raih Untung Besar! Bagi Dividen Rp 41,5 Miliar di 2024
DSNG Bagi Dividen Rp 254 Miliar: Cek Jadwal & Besarannya!
Pertamina Antisipasi Lonjakan, Stok BBM & LPG di Jateng-DIY Aman
Bitcoin Tetap Stabil di Rp 1,7 Miliar: Harga Terbaru Hari Ini
Harga Emas Antam Turun, Cuan 31,43% Setahun!
Aset Kripto Booming! 1 Juta Pengguna Baru dalam Sebulan
BEI Terbitkan Aturan Baru: Dividen & Delisting Lebih Jelas
Asing Borong TLKM & BBRI! Saham Apa Lagi yang Naik?

Berita Terkait

Sabtu, 7 Juni 2025 - 00:24 WIB

ERAL Raih Untung Besar! Bagi Dividen Rp 41,5 Miliar di 2024

Jumat, 6 Juni 2025 - 23:58 WIB

DSNG Bagi Dividen Rp 254 Miliar: Cek Jadwal & Besarannya!

Jumat, 6 Juni 2025 - 23:13 WIB

Pertamina Antisipasi Lonjakan, Stok BBM & LPG di Jateng-DIY Aman

Jumat, 6 Juni 2025 - 21:57 WIB

Bitcoin Tetap Stabil di Rp 1,7 Miliar: Harga Terbaru Hari Ini

Jumat, 6 Juni 2025 - 21:12 WIB

Harga Emas Antam Turun, Cuan 31,43% Setahun!

Berita Terbaru

Family And Relationships

Zodiak Beruntung Sabtu 7 Juni 2025: Sagitarius, Virgo, & Rezeki Gede!

Sabtu, 7 Jun 2025 - 00:09 WIB

Finance

DSNG Bagi Dividen Rp 254 Miliar: Cek Jadwal & Besarannya!

Jumat, 6 Jun 2025 - 23:58 WIB

Autos

Honda Raih 2 Award OTOMOTIF 2025: Mobil Hybrid Terbaik!

Jumat, 6 Jun 2025 - 23:48 WIB