Tegangnya Geopolitik Iran-Israel Mempengaruhi Pergerakan Dolar AS
Ketegangan geopolitik antara Iran dan Israel yang meningkat tajam dalam enam hari terakhir, ditandai dengan serangan Israel terhadap program nuklir Iran dan seruan terbuka untuk perubahan rezim di Teheran, telah memicu reaksi di pasar valuta asing. Investor beralih ke aset safe haven, menyebabkan pergerakan dolar AS terhadap yen Jepang dan franc Swiss relatif mendatar pada Rabu (18/6). Situasi ini semakin diperumit oleh antisipasi keputusan suku bunga dari Federal Reserve (The Fed) dan peningkatan kehadiran militer AS di kawasan tersebut, memicu spekulasi keterlibatan langsung Amerika Serikat dalam konflik.
Ketidakpastian geopolitik ini turut menambah kekhawatiran investor, mengingat kawasan tersebut merupakan pusat vital energi global dan rantai pasokan internasional. Sikap tegas Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, yang menolak seruan Presiden AS Donald Trump untuk menyerah tanpa syarat (“Bangsa Iran tidak akan tunduk,” tegas Khamenei melalui televisi pemerintah), semakin memperkeruh suasana. Meskipun dolar AS secara struktural mulai kehilangan sebagian daya tariknya sebagai aset aman, analis seperti Rodrigo Catril dari National Australia Bank menegaskan bahwa perannya sebagai safe haven belum sepenuhnya tergantikan, berkat likuiditas dan kedalaman pasarnya.
Dalam perdagangan Rabu, dolar AS melemah tipis 0,3% terhadap yen Jepang, mencapai level 144,845, sementara pergerakannya terhadap franc Swiss nyaris tak berubah, berada di angka 0,8175. Pelemahan yang lebih signifikan terlihat terhadap euro dan pound sterling. Meskipun demikian, perlu dicatat bahwa indeks dolar AS, yang mengukur kekuatan greenback terhadap enam mata uang utama, masih mencatat penurunan sekitar 8% secara tahunan hingga tahun 2025. Penurunan ini sebagian besar dipicu oleh menurunnya kepercayaan terhadap stabilitas ekonomi AS dan kebijakan pemerintahan Trump, khususnya di bidang perdagangan dan diplomasi.
Menjelang pengumuman kebijakan The Fed pada Rabu malam waktu AS (Kamis dini hari WIB), volatilitas pasar tetap terbatas. Pasar secara luas memperkirakan The Fed akan mempertahankan suku bunga di level saat ini, namun fokus tertuju pada pernyataan Ketua The Fed Jerome Powell terkait prospek inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Derek Halpenny, Kepala Riset EMEA di MUFG, memperkirakan ekspektasi penurunan suku bunga mungkin meningkat setelah September, tetapi pelemahan dolar diperkirakan akan tetap terbatas hingga ada kejelasan lebih lanjut mengenai konflik Iran-Israel. Selain itu, pasar juga mencermati data klaim tunjangan pengangguran mingguan AS dan dampak lonjakan harga minyak, yang kini mencapai US$75 per barel, terhadap kebijakan moneter mendatang.
Di luar konflik Iran-Israel, perkembangan global lainnya juga turut memengaruhi pasar. Riksbank (bank sentral Swedia) menurunkan suku bunga sesuai ekspektasi, menyebabkan krona Swedia sedikit melemah terhadap euro, yang naik 0,5% ke 11,022 krona. Bank sentral Swiss, Inggris, dan Norwegia dijadwalkan mengumumkan kebijakan suku bunga mereka pada Kamis. Poundsterling menguat 0,2% ke US$1,345, didorong oleh data inflasi Inggris yang melambat sesuai ekspektasi pasar (3,4% secara tahunan). Euro juga menguat 0,2% ke US$1,1498. Namun, investor tampak kecewa dengan minimnya hasil dari pertemuan G7 di Kanada terkait isu tarif, mengingat tenggat waktu penerapan tarif impor tambahan yang ditetapkan Presiden Trump pada awal Juli.