Dolar AS Terpuruk: Ketegangan Geopolitik dan Kebijakan Trump Goyahkan Status “Safe Haven”
Pamor dolar Amerika Serikat (AS) tengah meredup. Meningkatnya ketegangan geopolitik global dan kebijakan kontroversial pemerintahan Trump semakin menggoyahkan statusnya sebagai aset safe haven. Hal ini terlihat jelas dari penurunan tajam indeks dolar AS (DXY) dan tren diversifikasi cadangan devisa global yang meninggalkan greenback.
Pada Senin, 30 Juni 2025 pukul 14.20 WIB, indeks DXY tercatat di angka 97,08, mengalami penurunan 0,32% secara harian dan anjlok 10,39% secara year-to-date (ytd). Pelemahan ini merupakan yang terdalam sejak awal tahun, sekaligus menunjukkan kontradiksi dengan citra dolar AS sebagai tempat berlindung aman di tengah ketidakpastian global. Ironisnya, DXY justru melemah ketika ketegangan global meningkat, seperti yang terlihat pada bulan April pasca pengumuman kebijakan tarif Trump yang membuat DXY sempat berada di bawah 100 bp. Meskipun sempat pulih di pertengahan Mei setelah penundaan kebijakan tarif tersebut, DXY kembali tertekan di bulan Juni, dipicu oleh eskalasi konflik Timur Tengah. Serangan Israel ke Iran, dan keterlibatan AS dalam konflik tersebut, mendorong DXY ke titik terendah tahun ini di angka 97. Meskipun ada wacana gencatan senjata, ketidakpastian tetap membayangi, membuat greenback tetap fluktuatif di sekitar level 97.
Sentimen negatif terhadap dolar AS semakin menguat. Analis Doo Financial Futures, Lukman Leong, mengungkapkan kekhawatiran investor terhadap kebijakan dan tindakan kontroversial Trump. “Investor khawatir akan kebijakan dan tindakan Trump yang kontroversial,” ujarnya kepada Kontan pada Kamis, 26 Juni 2025. Lukman memprediksi, tanpa adanya perbaikan dalam tiga tahun kepemimpinan Trump ke depan, volatilitas ekonomi AS dan global akan terus menekan dolar AS. Ia menambahkan bahwa sentimen utama yang mempengaruhi adalah kebijakan tarif Trump, serta tren dedolarisasi dan diversifikasi cadangan devisa ke aset lain.
Pandangan Lukman diperkuat oleh survei Official Monetary and Financial Institutions Forum (OMFIF) terhadap 75 bank sentral dunia. Survei tersebut menunjukkan meningkatnya minat diversifikasi cadangan devisa akibat melemahnya fundamental ekonomi global yang selama ini bertumpu pada globalisasi dan dominasi dolar AS. Laporan OMFIF tertanggal 24 Juni 2025 menyebutkan bahwa 60% bank sentral yang disurvei berencana mendiversifikasi portofolio mereka dalam dua tahun ke depan sebagai respons terhadap proteksionisme, ketegangan geopolitik, dan kebijakan yang tidak stabil. Survei ini juga menunjukkan penurunan persentase dolar AS dalam portofolio cadangan devisa, dari 18% pada 2024 menjadi hanya 5%.
Data International Monetary Fund (IMF) menunjukkan tren serupa. Proporsi cadangan devisa global dalam dolar AS terus menurun, dari 65,36% pada 2016 menjadi 57,80% pada 2024. Lukman melihat ini sebagai indikasi lunturnya ketahanan dolar AS sebagai safe haven, terutama mengingat semakin intensifnya diversifikasi dari dolar AS. Ia memproyeksikan bahwa hingga akhir tahun, ketahanan dolar AS masih bergantung pada arah kebijakan Trump. Jika tidak ada perkembangan positif, terutama mengenai kebijakan tarif, DXY berpotensi menyentuh level 90-92 bp.