DPR Didesak Sahkan RUU Keadilan Iklim, Ini Alasannya

Avatar photo

- Penulis Berita

Sabtu, 12 Juli 2025 - 04:17 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

# Mendesak: RUU Keadilan Iklim Jadi Kunci Transisi Energi Berkeadilan di Indonesia

Organisasi masyarakat sipil menyuarakan harapan besar kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Keadilan Iklim. Aturan krusial ini dipandang esensial guna memastikan transisi energi Indonesia berlangsung adil, sekaligus mencegah timbulnya ketidaksetaraan sosial dan lingkungan yang dapat merugikan masyarakat.

Meski Indonesia telah memiliki setidaknya 13 regulasi terkait transisi energi, peneliti Indonesia Center for Environmental Law (ICEL), Sylvi Sabrina, mengungkapkan bahwa kerangka hukum yang ada belum mampu menjawab kompleksitas isu ini secara menyeluruh. Transisi energi bukan hanya soal bauran sumber daya, melainkan menyentuh berbagai lini kehidupan, sehingga membutuhkan instrumen hukum yang lebih komprehensif.

RUU Keadilan Iklim diposisikan sebagai “senjata” utama dalam mewujudkan transisi energi yang berpegang pada prinsip ‘tak ada yang ditinggalkan’. Sylvi menegaskan dalam acara Kick-off Local Conference of Youth di Jakarta, Jumat (11/7), bahwa “RUU ini bisa menjadi instrumen hukum yang utama untuk transisi energi yang adil.”

Lebih dari sekadar komitmen penurunan emisi CO2, regulasi ini juga akan menunjukkan keseriusan Indonesia di kancah global dalam menangani perubahan iklim yang berkaitan erat dengan ketimpangan sosial. Prospek RUU Keadilan Iklim, yang juga dikenal sebagai RUU Pengelolaan Perubahan Iklim, kini semakin nyata setelah berhasil masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025.

### Ancaman Ketidakadilan dalam Transisi Energi: Studi Kasus Lapangan

Namun, tanpa landasan hukum yang kuat seperti RUU Keadilan Iklim, transisi energi justru berpotensi menciptakan ketidakadilan yang serius di lapangan. Sylvi Sabrina menyoroti beberapa indikasi nyata, salah satunya adalah nasib para pekerja Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Cirebon. Meski rencana pemensiunan PLTU telah santer terdengar, minimnya program pelatihan alih profesi dari perusahaan mengancam ribuan pekerja kehilangan mata pencarian utama mereka, memicu kekhawatiran akan peningkatan angka pengangguran.

Contoh lain yang mengkhawatirkan adalah proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Tampur di Kabupaten Gayo Lues, Aceh Timur, dan Aceh Tamiang. Proyek berkapasitas 443 MW ini akan membanjiri Desa Lesten seluas 193,5 hektare, namun warga terdampak relokasi masih minim informasi mengenai lokasi, proses, serta hak dan fasilitas yang akan mereka terima. Kondisi ini diperparah dengan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang dinilai belum memadai, hanya berfokus pada mitigasi konflik satwa liar melalui penggiringan tanpa pendekatan perlindungan yang komprehensif bagi habitat kunci orangutan, gajah, dan harimau sumatra.

Tidak jauh berbeda, proyek PLTA Poso di Sulawesi Tengah juga menimbulkan potensi konflik serius dengan masyarakat adat. Proyek ini telah memicu rentetan masalah seperti perampasan tanah, perselisihan antarwarga, ganti rugi yang tidak adil, kerusakan lingkungan, hingga memperparah kemiskinan di kalangan komunitas lokal.

Dampak transisi energi yang tidak merata juga disoroti oleh Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Sekar Banjaran Aji. Ia mengungkapkan bahwa pemanfaatan energi dan konsekuensinya seringkali tidak sama di setiap lapisan masyarakat, menimbulkan kesenjangan yang nyata. Oleh karena itu, partisipasi aktif dari masyarakat menjadi kunci untuk memastikan transisi energi berjalan adil dan berkelanjutan.

Sekar menekankan pentingnya masyarakat untuk proaktif menyuarakan kepentingan mereka sendiri. “Kalau kita tidak berusaha merebut mikrofonnya, ya selamanya akan jauh dari kita dan kita akan kehilangan suara kita,” pungkasnya, menggarisbawahi bahwa RUU Keadilan Iklim bukan hanya tentang regulasi, tetapi juga tentang melindungi hak-hak fundamental dan masa depan setiap individu di tengah perubahan iklim global.

Berita Terkait

Sekolah Gratis? Kemendikbudristek Ungkap Fakta Soal Biaya Pendidikan!
Ijazah Jokowi: Gugatan Ditolak, Penggugat Banding! PN Solo
MH17: Rusia Dinyatakan Bersalah, Putusan Pengadilan Eropa
Gibran Batal Ngantor di Papua? Alasan Sebenarnya Terungkap!
Indonesia-UE: CSIS Desak Pemerintah Percepat Finalisasi Perjanjian Kemitraan
Lita Gading Tak Gentar Dilaporkan Ahmad Dhani: Ini Alasannya!
Istri Menteri UMKM ke Luar Negeri? Mensesneg: Tak Pakai Fasilitas Negara
Mabes TNI: Saat Ini Mayjen Ahmad Rizal Sedang Ajukan Pensiun Dini

Berita Terkait

Sabtu, 12 Juli 2025 - 04:17 WIB

DPR Didesak Sahkan RUU Keadilan Iklim, Ini Alasannya

Sabtu, 12 Juli 2025 - 00:53 WIB

Sekolah Gratis? Kemendikbudristek Ungkap Fakta Soal Biaya Pendidikan!

Jumat, 11 Juli 2025 - 18:42 WIB

Ijazah Jokowi: Gugatan Ditolak, Penggugat Banding! PN Solo

Jumat, 11 Juli 2025 - 14:02 WIB

MH17: Rusia Dinyatakan Bersalah, Putusan Pengadilan Eropa

Jumat, 11 Juli 2025 - 00:09 WIB

Gibran Batal Ngantor di Papua? Alasan Sebenarnya Terungkap!

Berita Terbaru

Fashion And Style

Tips Tampil Stylish Tanpa Selalu Beli Baju Baru

Sabtu, 12 Jul 2025 - 07:18 WIB