Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil tiga mantan staf khusus (stafsus) Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) untuk dimintai keterangan terkait kasus dugaan pemerasan dalam pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kemnaker. Pemeriksaan berlangsung pada Selasa (10/6) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Ketiga mantan stafsus yang diperiksa sebagai saksi adalah Caswiyono Rusydie Cakrawangsa dan Risharyudi Triwibowo, staf khusus Menaker Ida Fauziyah (periode 2019-2024), serta Luqman Hakim, staf khusus Menaker Hanif Dhakiri (periode 2014-2019). Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, membenarkan pemeriksaan tersebut. Sampai saat ini, belum ada pernyataan resmi dari para mantan stafsus terkait pemanggilan KPK, dan KPK sendiri belum memberikan detail informasi mengenai isi pemeriksaan.
Kasus dugaan pemerasan ini, menurut Plh Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo, telah berlangsung sejak tahun 2012. Hal ini terungkap dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK pada Kamis (5/6). Sejauh ini, KPK telah menetapkan delapan tersangka dalam kasus ini.
Delapan tersangka tersebut adalah Suhartono (Dirjen Binapenta dan PKK Kemnaker 2020-2023), Haryanto (Direktur PPTKA 2019-2024 dan Dirjen Binapenta dan PKK Kemnaker 2024-2025), Wisnu Pramono (Direktur PPTKA 2017-2019), Devi Angraeni (Direktur PPTKA 2024-2025), Gatot Widiartono (Koordinator Analisis dan PPTKA 2021-2025), Putri Citra Wahyoe (Petugas Hotline RPTKA 2019-2024 dan Verifikator Pengesahan RPTKA 2024-2025), Jamal Shodiqin (Analis TU Direktorat PPTKA 2019-2024 dan Pengantar Kerja Ahli Pertama 2024-2025), dan Alfa Eshad (Pengantar Kerja Ahli Muda Kemnaker 2018-2025).
KPK telah melakukan pencegahan ke luar negeri terhadap kedelapan tersangka tersebut selama enam bulan, terhitung sejak Rabu (4/6). Para tersangka diduga meminta uang kepada agen penyalur calon TKA untuk mempermudah penerbitan izin kerja. Sejak 2019, mereka telah meraup keuntungan sebesar Rp 53,7 miliar yang digunakan untuk kepentingan pribadi dan dibagikan kepada sejumlah pegawai Kemnaker. Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 12 e atau Pasal 12B juncto Pasal 18 UU Tipikor.