Kejaksaan Agung Dalami Kasus Korupsi Pengadaan Jutaan Chromebook: Mantan Stafsus Nadiem Makarim Diperiksa
Kejaksaan Agung terus mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan satu juta laptop Chromebook senilai Rp 9,982 triliun untuk Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Sejumlah mantan staf khusus (stafsus) Menteri Nadiem Makarim telah dipanggil untuk memberikan keterangan sebagai saksi. Pemeriksaan ini fokus pada peran mereka dalam tim teknologi yang merancang kebijakan pengadaan perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) saat pandemi COVID-19.
Jurist Tan, mantan stafsus Nadiem, menjalani pemeriksaan pada Rabu, 11 Juni 2025. Sebelumnya, Fiona Handayani telah diperiksa pada Selasa, 10 Juni 2025, sementara Ibrahim Arif akan diperiksa pada Kamis, 12 Juni 2025. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa pemeriksaan ini bertujuan untuk mengungkap bagaimana para stafsus, dalam kapasitas mereka, memberikan masukan terkait pengadaan Chromebook.
Pertanyaan kunci penyidik adalah mengenai dugaan rekayasa dalam proses pengadaan. Bukti elektronik berupa rekaman percakapan sedang ditelusuri untuk mengungkap adanya dugaan pemufakatan jahat yang mengarahkan tim teknis Kemendikbudristek untuk membuat kajian yang menguntungkan laptop Chromebook berbasis sistem operasi Chrome. Kejaksaan menduga adanya kongkalikong untuk mengesampingkan kajian awal yang menyarankan penggunaan laptop berbasis Windows, dikarenakan keterbatasan jaringan internet di Indonesia.
Kasus ini telah dinaikkan ke tahap penyidikan umum sejak 20 Mei 2025. Hingga kini, 28 saksi telah diperiksa untuk mengungkap alur dana dan pihak-pihak yang terlibat, termasuk mencari tahu siapa yang pertama kali merekomendasikan Chromebook. Anggaran fantastis tersebut berasal dari Dana Satuan Pendidikan (DSP) sebesar Rp 3,582 triliun dan Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp 6,399 triliun.
Menariknya, Nadiem Makarim telah memberikan klarifikasi terkait perbedaan dua kajian yang beredar. Ia menyatakan bahwa kajian pertama difokuskan untuk daerah 3T (Terpencil, Terdepan, dan Terluar), sementara kajian kedua untuk daerah dengan akses internet yang memadai. Namun, Kejaksaan Agung tetap mendalami dugaan perubahan kajian tersebut yang dinilai merugikan negara. Proses penyelidikan masih berlanjut, dan hingga saat ini belum ada tersangka yang ditetapkan.