Emas Terkoreksi Tajam Usai Ketegangan Dagang AS-Tiongkok Mereda, Perak Justru Melambung Cetak Rekor Tertinggi
NEW YORK – Pasar logam mulia mengalami pergerakan yang kontras pada Kamis, setelah kabar positif dari perundingan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok. Harga emas, yang selama ini menjadi salah satu aset *safe haven* utama di tengah ketidakpastian global, justru berbalik arah dan melemah. Sebaliknya, perak tampil memukau dengan melambung tinggi, menembus rekor baru dan mencapai level tertinggi dalam 13 tahun terakhir.
Harga emas spot tercatat turun 0,7% menjadi US$3.351,69 per ons pada pukul 14.13 waktu setempat, setelah sempat menguat 0,6% sebelumnya. Penurunan serupa juga terjadi pada harga emas berjangka AS, yang ditutup melemah 0,7% di posisi US$3.375,10. Koreksi harga emas ini menyusul pengumuman Presiden AS Donald Trump melalui media sosial yang menyatakan bahwa pembicaraan telepon dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping terkait isu perdagangan menghasilkan “kesimpulan yang sangat positif.”
Berdasarkan ringkasan resmi dari pemerintah Tiongkok, Xi Jinping menegaskan permintaannya kepada Trump untuk mencabut langkah-langkah perdagangan yang memberatkan, sekaligus memperingatkan agar AS tidak mengancam Taiwan. Daniel Ghali, seorang ahli strategi komoditas dari TD Securities, menjelaskan bahwa pandangan positif Trump terhadap panggilan telepon dengan Presiden Xi berdampak pada berkurangnya risiko perseteruan antara kedua negara adidaya. “Situasi ini menjadi salah satu faktor kunci yang sebelumnya mendorong permintaan tinggi terhadap logam mulia,” ujar Ghali.
Meskipun mengalami koreksi harian, emas tetap menunjukkan kinerja impresif sepanjang tahun ini, dengan penguatan sekitar 28%. Kenaikan signifikan ini didukung oleh statusnya sebagai aset pelindung nilai di tengah gejolak politik dan ekonomi global. Lebih lanjut, Metals Focus memperkirakan bahwa bank sentral di berbagai negara akan terus menjadi pembeli utama emas, dengan proyeksi pembelian mencapai 1.000 metrik ton hingga tahun 2025. Tren pembelian besar-besaran ini, yang telah berlangsung empat tahun berturut-turut, merupakan bagian dari strategi diversifikasi cadangan dari aset berbasis dolar AS.
Di sisi lain, perkembangan di pasar tenaga kerja AS juga turut memengaruhi sentimen investor terhadap emas. Data terbaru menunjukkan bahwa klaim pengangguran mingguan di AS meningkat untuk pekan kedua berturut-turut, membuat pasar kini menantikan laporan penggajian nonpertanian yang akan dirilis pada hari Jumat. Kondisi ini diperparah dengan desakan Presiden Trump kepada Ketua Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell pada hari Rabu untuk menurunkan suku bunga. Ricardo Evangelista, seorang analis senior di perusahaan pialang ActivTrades, berpendapat bahwa pelemahan pasar tenaga kerja AS akan meningkatkan ekspektasi terhadap sikap *dovish* dari The Fed. “Hal ini pada akhirnya berdampak positif bagi harga emas, sebab dalam kondisi suku bunga rendah, emas batangan yang tidak memberikan imbal hasil menjadi jauh lebih menarik,” kata Evangelista.
Sementara itu, perak berhasil mencuri perhatian dengan kinerja yang sangat cemerlang. Harga perak spot melonjak 1,9% menjadi US$35,61, bahkan sempat menyentuh level tertinggi sejak Februari 2012. Rasio harga emas terhadap perak kini berada di angka 94, menunjukkan penurunan signifikan dari 105 pada April lalu. Tai Wong, seorang pedagang logam independen, memperingatkan bahwa volatilitas ekstrem mungkin akan kembali terjadi. “Pergerakan harga perak cenderung sangat tajam ke kedua arah,” tambahnya.
Tak hanya emas dan perak, logam mulia lainnya juga menunjukkan performa positif. Harga platinum berhasil naik 4,8% menjadi US$1.136,45, yang merupakan level tertinggi sejak Maret 2022. Demikian pula, harga paladium terpantau naik 0,3% menjadi US$1.003,56, melengkapi gambaran pasar logam mulia yang dinamis.