Gempa Rusia Dahsyat, Kok Tidak Tsunami? Ini Penjelasannya!

Avatar photo

- Penulis Berita

Jumat, 1 Agustus 2025 - 08:13 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Misteri Gempa Kamchatka M 8,7: Mengapa Amukan Tsunami Dahsyat Mereda di Samudra Pasifik?

Pada Rabu, 30 Juli 2025, sekitar pukul 11.25 waktu setempat, perairan Semenanjung Kamchatka di Rusia diguncang gempa bumi berkekuatan magnitudo 8,7. Kekuatan dahsyat ini sontak memicu kekhawatiran meluas akan terjangan tsunami mematikan di kalangan jutaan penduduk pesisir di seluruh kawasan Samudra Pasifik. Memori kolektif akan tragedi tsunami Aceh pada 26 Desember 2004 dan Jepang pada 11 Maret 2011 masih begitu membekas, sehingga kewaspadaan global pun langsung meningkat.

Namun, di tengah kecemasan tersebut, tsunami yang terjadi akibat gempa Kamchatka ternyata tidak seekstrem yang diperkirakan. Meskipun menimbulkan beberapa kerusakan, dampaknya jauh dari dahsyatnya bencana di Aceh atau Jepang. Hal ini memunculkan pertanyaan penting: Mengapa tsunami Rusia tidak seburuk yang dikhawatirkan sebelumnya? Artikel ini akan mengupas tuntas misteri di balik fenomena geologis yang menarik ini.

Mengurai Penyebab Gempa Bumi Besar

Untuk memahami mengapa gempa bumi sebesar itu dapat terjadi, kita perlu menengok ke dalam struktur bumi. Lapisan terluar Bumi, yang kita pijak, terbagi menjadi beberapa bagian raksasa yang dikenal sebagai lempeng tektonik. Lempeng-lempeng ini bergerak secara independen dan terus-menerus berinteraksi satu sama lain.

Semenanjung Kamchatka sendiri terletak di wilayah yang sangat aktif secara seismik, yaitu Cincin Api Pasifik. Ini adalah zona di mana lempeng-lempeng tektonik secara intens bertabrakan dan saling menimpa, yang kerap memicu gempa bumi dan letusan gunung berapi. Data dari British Geological Survey bahkan menyebutkan bahwa sekitar 80 persen gempa bumi di dunia terjadi di sepanjang Cincin Api ini.

Tepat di lepas pantai Semenanjung Kamchatka, lempeng tektonik Pasifik bergerak ke arah barat laut dengan kecepatan sekitar 8 cm per tahun—dua kali lipat kecepatan pertumbuhan kuku manusia, namun sangat cepat dalam skala geologis. Di sana, lempeng Pasifik bersentuhan dengan lempeng lain yang lebih kecil, yang disebut lempeng mikro Okhotsk. Karena lempeng Pasifik adalah lempeng samudra yang terdiri dari bebatuan padat, ia cenderung tenggelam (subduksi) di bawah lempeng mikro Okhotsk yang tidak terlalu padat.

Proses tenggelamnya lempeng ini ke arah pusat Bumi dapat menyebabkan gesekan luar biasa. Lempeng-lempeng bisa tersangkut saat bergerak melewati satu sama lain, bahkan lempeng di atasnya bisa ikut terseret ke bawah. Gesekan ini dapat menumpuk energi selama ribuan tahun, dan ketika tiba-tiba dilepaskan dalam hitungan menit, terjadilah apa yang dikenal sebagai gempa bumi megathrust. Seperti yang dijelaskan oleh Stephen Hicks, dosen seismologi lingkungan di University College London, “Ketika kita memikirkan tentang gempa bumi, kita biasanya membayangkan pusat gempa sebagai sebuah titik kecil di peta. Namun, untuk gempa bumi yang begitu besar, patahannya akan pecah dalam jarak ratusan kilometer.” Jumlah selip dan luas area patahan inilah yang menghasilkan gempa bumi dengan magnitudo tinggi. Sejarah mencatat, gempa bumi terbesar yang pernah ada, termasuk yang terjadi di Chile, Alaska, dan Sumatra, semuanya merupakan gempa bumi megathrust. Oleh karena itu, Semenanjung Kamchatka memang dikenal sangat rentan mengalami gempa besar; bahkan, gempa berkekuatan magnitudo 9,0 pada tahun 1952 terjadi kurang dari 30 km dari lokasi gempa Kamchatka 30 Juli lalu.

Mengapa Gempa Rusia Tidak Menimbulkan Tsunami Dahsyat?

Pergerakan lempeng tektonik yang tiba-tiba saat gempa dapat memindahkan kolom air laut di atasnya, menciptakan gelombang raksasa yang disebut tsunami. Di lautan dalam, tsunami dapat melaju dengan kecepatan luar biasa, lebih dari 800 km per jam, hampir setara dengan kecepatan pesawat penumpang. Karakteristiknya di laut dalam adalah jarak antar ombak yang sangat panjang dan tinggi gelombang yang relatif rendah, jarang melebihi satu meter. Namun, segalanya berubah drastis ketika tsunami memasuki perairan dangkal di dekat daratan. Kecepatannya melambat menjadi sekitar 32-48 km per jam, jarak antar ombak memendek, dan ombaknya bertambah tinggi, menciptakan “tembok air” di dekat pantai yang sangat berbahaya.

Meskipun demikian, tidak ada jaminan bahwa gempa bumi yang sangat kuat akan selalu menyebabkan tsunami yang sangat tinggi dan menjangkau jauh ke daratan. Dalam kasus gempa Kamchatka 30 Juli, otoritas Rusia melaporkan gelombang tsunami Rusia mencapai ketinggian empat meter di beberapa bagian timur negara itu. Ketinggian ini jauh berbeda dengan ombak di Aceh pada 2004 dan Jepang pada 2011 yang mencapai puluhan meter.

Beberapa faktor kunci berperan dalam meredanya dampak tsunami ini. Lisa McNeill, seorang profesor bidang tektonik di University of Southampton, menjelaskan, “Ketinggian gelombang tsunami juga dipengaruhi oleh bentuk dasar laut di dekat pantai dan (bentuk) daratan tempat gelombang tsunami tiba.” Faktor-faktor ini, ditambah dengan kepadatan penduduk di pesisir pantai, sangat memengaruhi tingkat keseriusan dampak yang ditimbulkan.

Selain itu, laporan awal dari Lembaga Survei Geologi AS (USGS) menyebutkan bahwa gempa Kamchatka berpusat pada kedalaman yang cukup sempit, sekitar 20,7 km di bawah permukaan bumi. Kedalaman yang relatif dangkal ini seharusnya dapat menyebabkan pergeseran dasar laut yang lebih besar dan, secara teori, gelombang tsunami yang lebih besar. Namun, Stephen Hicks memberikan pandangan lain: “Salah satu kemungkinannya adalah bahwa pemodelan tsunami (yang dibuat lembaga survei dan badan geofisika) mengambil perkiraan kedalaman gempa yang konservatif.” Ia menambahkan bahwa jika pemodelan dibuat dengan menggeser gempa bumi 20 kilometer lebih dalam, kedahsyatan gelombang tsunami bisa berkurang secara signifikan. Hal ini menunjukkan kompleksitas dan tantangan dalam memprediksi dampak akurat segera setelah kejadian.

Peran Sistem Peringatan Dini yang Lebih Baik

Aspek krusial lainnya yang membantu meminimalisir dampak adalah pengembangan sistem peringatan dini tsunami yang jauh lebih baik. Mengingat seringnya kejadian gempa bumi di wilayah Pasifik, banyak negara kini memiliki pusat tsunami yang terintegrasi. Lembaga-lembaga ini mampu mengirimkan peringatan cepat agar penduduk dapat segera mengungsi.

Ketersediaan sistem peringatan dini tsunami seperti ini adalah kemajuan besar dibandingkan tragedi 2004 di Aceh, di mana sistem serupa belum ada secara memadai. Akibatnya, banyak orang tidak memiliki waktu yang cukup untuk menyelamatkan diri, menyebabkan lebih dari 230.000 orang meninggal dunia di 14 negara di Samudra Hindia, termasuk Indonesia.

Sistem peringatan dini ini menjadi sangat penting karena keterbatasan kemampuan para ilmuwan untuk memprediksi secara pasti kapan gempa bumi akan terjadi. Meskipun Lembaga Survei Geologi AS mencatat gempa berkekuatan magnitudo 7,4 di wilayah yang sama 10 hari sebelumnya, seperti dijelaskan oleh McNeill, itu mungkin hanya gempa awal dan bukan alat prediksi definitif untuk gempa bumi di masa depan. “Meskipun kita dapat menggunakan GPS untuk mengetahui seberapa cepat lempeng bergerak, pergerakan lempeng saat ini, dan kapan gempa bumi sebelumnya terjadi, kita hanya dapat menggunakan informasi tersebut untuk membuat prakiraan kemungkinan terjadinya gempa bumi,” ujarnya.

Meskipun ancaman besar telah mereda, Lembaga Survei Geofisika di Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia akan terus memantau wilayah Kamchatka guna mengantisipasi gempa susulan yang mungkin akan terus berlanjut hingga satu bulan ke depan. Insiden gempa Kamchatka ini menjadi pengingat akan kekuatan dahsyat alam, sekaligus menunjukkan pentingnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mitigasi bencana.

Berita Terkait

Hoaks Gempa Rusia: Benarkah Serangan HAARP Penyebabnya? Cek Faktanya!
Gempa M 8.7 Rusia: Misteri Pemicu & Dampaknya
Misteri Paus Terdampar di Jepang: Gempa Rusia Picu Tsunami?
Gempa Rusia 8.7 M: Mengulang Megathrust 1952, Tsunami Dahsyat!
Gempa Rusia M 8.7: Jepang Siaga Tsunami 3 Meter, Terkuat Sejak 2011
Asesor UNESCO Anggap Harga Tiket Geopark Kaldera Toba Terlalu Murah
Hubble Abadikan Galaksi Spiral yang Menakjubkan di Rasi Hydra
Kolam Termal Muncul di Taman Nasional Yellowstone

Berita Terkait

Jumat, 1 Agustus 2025 - 08:13 WIB

Gempa Rusia Dahsyat, Kok Tidak Tsunami? Ini Penjelasannya!

Kamis, 31 Juli 2025 - 21:07 WIB

Hoaks Gempa Rusia: Benarkah Serangan HAARP Penyebabnya? Cek Faktanya!

Kamis, 31 Juli 2025 - 12:08 WIB

Gempa M 8.7 Rusia: Misteri Pemicu & Dampaknya

Rabu, 30 Juli 2025 - 20:37 WIB

Misteri Paus Terdampar di Jepang: Gempa Rusia Picu Tsunami?

Rabu, 30 Juli 2025 - 18:10 WIB

Gempa Rusia 8.7 M: Mengulang Megathrust 1952, Tsunami Dahsyat!

Berita Terbaru

Sports

Chelsea Nego Garnacho! 2 Pemain Ditawarkan ke Man United?

Jumat, 1 Agu 2025 - 12:38 WIB

Society Culture And History

Indomaret Tak Ada di Padang? Ini 3 Alasan Mengejutkannya!

Jumat, 1 Agu 2025 - 11:43 WIB