Google Gelontorkan Rp8,1 Triliun, Perkuat Kepatuhan Antimonopoli dan Redam Gugatan Pemegang Saham
Jakarta, IDN Times – Raksasa teknologi global, Google, yang merupakan unit usaha Alphabet, telah mencapai kesepakatan signifikan untuk menginvestasikan sebesar 500 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp8,1 triliun. Dana jumbo ini akan dialokasikan selama 10 tahun ke depan guna memperkuat sistem kepatuhan internal perusahaan. Langkah proaktif ini diambil Google untuk menyelesaikan gugatan derivatif yang diajukan oleh para pemegang saham, yang menuduh perusahaan melakukan pelanggaran antimonopoli.
Kesepakatan penting ini diumumkan pada Senin, 2 Juni 2025, bertepatan dengan digelarnya sidang di pengadilan federal Washington. Pada sidang tersebut, Hakim Amit Mehta tengah mempertimbangkan sanksi atas putusan yang dikeluarkan pada Agustus 2024, yang secara jelas menyatakan Google melanggar hukum antimonopoli dalam upayanya mempertahankan dominasi di sektor pencarian. Dengan penyelesaian ini, Google menunjukkan komitmennya untuk menghindari proses hukum yang berkepanjangan sekaligus memperkuat tata kelola perusahaan secara menyeluruh.
1. Penguatan Struktur Kepatuhan Google
Sebagai bagian integral dari kesepakatan ini, Google akan membentuk sebuah komite dewan direksi khusus yang didedikasikan untuk mengawasi risiko antimonopoli dan memastikan kepatuhan regulasi. Komite baru ini akan mengambil alih peran yang sebelumnya diemban oleh komite audit dan kepatuhan Alphabet, serta dijadwalkan beroperasi minimal selama empat tahun.
Menurut laporan *Reuters*, investasi dalam pendanaan komite kepatuhan ini menjadi salah satu yang terbesar dalam sejarah perusahaan. Patrick Coughlin, pengacara para pemegang saham, optimis bahwa “reformasi ini akan membawa perubahan budaya yang mendalam” di tubuh Google. Selain pembentukan komite, Google juga akan membentuk tim senior khusus yang bertanggung jawab langsung kepada CEO Sundar Pichai untuk menangani segala isu terkait kepatuhan. Kendati demikian, seperti dilansir *Ars Technica*, Alphabet menegaskan bahwa penyelesaian ini tidak berarti pengakuan atas pelanggaran hukum.
2. Inti Tuduhan dari Pemegang Saham
Gugatan yang menjadi pemicu investasi besar ini diajukan pada tahun 2021 oleh dua dana pensiun dari Michigan. Mereka menuduh sejumlah eksekutif dan direksi Google, termasuk figur sentral seperti Sundar Pichai, Larry Page, dan Sergey Brin, telah lalai dalam menjalankan tugas fidusia mereka. Kelalaian ini dituding menyebabkan perusahaan terekspos pada risiko antimonopoli di berbagai sektor strategis, meliputi pencarian *online*, iklan digital, platform Android, hingga distribusi aplikasi.
Dokumen penyelesaian gugatan ini telah diajukan pada Jumat, 30 Mei 2025, di pengadilan federal San Francisco, dan saat ini masih menunggu persetujuan resmi dari Hakim Rita Lin. Dalam pernyataannya yang dikutip *Financial Times*, Google mengungkapkan, “Selama bertahun-tahun kami telah mengalokasikan sumber daya besar untuk membangun proses kepatuhan yang kuat.” Keputusan untuk melakukan penyelesaian ini diambil demi menghindari proses hukum yang berlarut-larut. Namun, seperti dilaporkan *Bloomberg*, pengacara pemegang saham menyoroti bahwa dewan direksi dinilai gagal memperoleh laporan yang memadai mengenai potensi risiko antimonopoli yang dihadapi perusahaan. Oleh karena itu, Coughlin kembali menegaskan, “Kami ingin memastikan pengawasan yang lebih ketat untuk mencegah pelanggaran di masa depan.”
3. Implikasi dan Konteks Hukum yang Lebih Luas
Penyelesaian gugatan ini terjadi di tengah gelombang tekanan hukum yang semakin intensif terhadap Google. Di sisi lain, Departemen Kehakiman AS (DOJ) bahkan telah mengajukan proposal radikal agar Google menjual peramban Chrome-nya dan membagikan data pencarian kepada para pesaing, sebagai upaya drastis untuk mengurangi dominasi pasar. Sementara itu, putusan akhir dari Hakim Mehta terkait kasus antimonopoli yang lebih besar dijadwalkan akan keluar pada Agustus 2025.
Menurut laporan *CNN*, gugatan derivatif seperti yang diajukan kepada Google ini memiliki karakteristik unik: ia diajukan atas nama perusahaan itu sendiri, bukan untuk keuntungan pribadi para pemegang saham secara langsung. Artinya, tidak ada kompensasi tunai langsung bagi pemegang saham, meskipun biaya hukum yang timbul dari proses ini diperkirakan mencapai puluhan juta dolar.
Mengutip analisis dari *TipRanks*, langkah ini menandai sebuah pergeseran signifikan dalam model tata kelola Alphabet. Seorang analis menyatakan, “Penyelesaian ini adalah langkah proaktif yang cerdas untuk memperbaiki reputasi perusahaan sekaligus meminimalkan potensi risiko hukum di masa depan.”