Harga Minyak Global Meroket di Tengah Memanasnya Konflik Iran-Israel, Pasar Waspada Geopolitik
KONTAN.CO.ID. Harga minyak global kembali menunjukkan kekuatan signifikan pada perdagangan Selasa (17/6), melonjak di tengah eskalasi konflik antara Iran dan Israel. Situasi yang memanas di kawasan Timur Tengah ini memicu peningkatan tajam dalam risiko geopolitik, membuat pasar komoditas energi berada dalam mode waspada tinggi terhadap potensi gangguan pasokan, meskipun dampaknya belum terasa secara masif.
Melansir Reuters, harga patokan minyak mentah Brent terpantau naik signifikan US$2,11 atau 2,88%, mencapai level US$75,35 per barel. Sementara itu, minyak West Texas Intermediate (WTI), acuan di Amerika Serikat, menguat US$1,43 atau 1,99% menjadi US$73,20 per barel pada pukul 10:44 waktu AS (CDT). Kedua kontrak energi ini bahkan sempat melonjak lebih dari 3% di awal sesi, mencerminkan volatilitas pasar yang tinggi sebelum kemudian terkoreksi dan kembali menguat.
Ketegangan geopolitik kali ini bukan sekadar ancaman laten. Meski belum ada gangguan skala besar terhadap aliran pasokan minyak global, risiko nyata mulai terlihat. Iran dilaporkan telah menangguhkan sebagian produksi gasnya di ladang South Pars, yang berbatasan dengan Qatar, menyusul serangan udara Israel yang memicu kebakaran pada Sabtu lalu. Insiden lain yang menambah kekhawatiran adalah serangan Israel terhadap depot minyak Shahran di Iran. Phil Flynn, seorang analis senior dari Price Futures Group, menilai situasi ini bukan konflik sesaat, melainkan potensi eskalasi berkepanjangan yang bisa menyerupai konflik Rusia-Ukraina.
Kekhawatiran semakin diperkuat dengan serangkaian insiden, termasuk tabrakan dua tanker minyak di dekat Selat Hormuz, serta peningkatan gangguan elektronik navigasi di jalur laut yang sangat strategis tersebut. Selat Hormuz sendiri merupakan urat nadi utama pengiriman minyak dunia, menyoroti betapa krusialnya stabilitas di kawasan itu bagi pasar energi.
Namun demikian, di balik bayang-bayang potensi gangguan pasokan, pasar minyak juga masih dibayangi oleh kekhawatiran akan melemahnya permintaan global. Dalam laporan bulanan terbarunya, International Energy Agency (IEA) telah merevisi turun proyeksi pertumbuhan permintaan minyak global sebesar 20.000 barel per hari (bph). Di sisi lain, IEA justru menaikkan proyeksi pasokan global sebesar 200.000 bph, sehingga total pasokan diperkirakan mencapai 1,8 juta bph, menyiratkan bahwa pasokan tetap cenderung memadai.
Analis Saxo Bank, Ole Hansen, menambahkan pandangannya bahwa meskipun ada kekhawatiran mengenai penutupan Selat Hormuz, probabilitas kejadian tersebut dinilai sangat kecil. Hansen beralasan, “Iran tidak ingin kehilangan pendapatan, sementara AS pun berkepentingan menjaga harga minyak dan inflasi tetap rendah,” menunjukkan adanya kepentingan ekonomi global yang dapat mencegah eskalasi ekstrem.
Terlepas dari dinamika geopolitik, pelaku pasar juga memantau dengan cermat arah kebijakan moneter bank sentral utama dunia. Perhatian utama tertuju pada hasil rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) Amerika Serikat yang dijadwalkan berlangsung hari ini. Menurut Tamas Varga, seorang analis dari PVM Associates, arah kebijakan suku bunga AS akan sangat menentukan pergerakan harga minyak dalam jangka pendek, khususnya terkait prospek konsumsi energi di negara dengan ekonomi terbesar di dunia tersebut. Dengan demikian, pasar minyak global saat ini berada dalam persimpangan yang kompleks, dipengaruhi oleh tarik-ulur antara risiko geopolitik, fundamental pasokan dan permintaan, serta kebijakan moneter global.