Jakarta, Ragamharian.com – Anjuran bagi warga negara Indonesia (WNI) untuk mencari peluang kerja di luar negeri telah memicu polemik di tengah masyarakat. Menanggapi hal tersebut, Kantor Komunikasi Kepresidenan, melalui Kepala Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi, menegaskan bahwa dorongan ini bukanlah cerminan pesimisme pemerintah terhadap penciptaan lapangan kerja di dalam negeri, melainkan bagian dari strategi yang lebih luas dalam melihat pasar tenaga kerja secara global.
“Kita harus membayangkan diri kita dalam soal tenaga kerja dan pasar tenaga kerja itu sebagai bagian dari pasar global,” jelas Hasan Nasbi dalam keterangan pers di Gedung Kwartir Nasional (Kwarnas) Gerakan Pramuka, Jakarta Pusat, Selasa (8/7/2025). Ia menekankan, pandangan ini melampaui fokus ‘inward looking’ pada peluang domestik semata, untuk merangkul strategi ‘outward looking’ yang proaktif dalam memanfaatkan kesempatan kerja luas di berbagai negara.
Hasan mengilustrasikan kebijakan ini dengan analogi kesempatan menempuh pendidikan tinggi. Banyak mahasiswa memilih studi di luar negeri, bukan karena kualitas kampus dalam negeri kurang memadai, melainkan karena peluang tersebut dapat memperkaya pengalaman, memperluas jaringan, dan meningkatkan kompetensi mereka. “Ini adalah upaya memperbanyak opsi dan pilihan bagi anak bangsa,” ujarnya, menegaskan bahwa kesempatan di luar negeri sama menariknya untuk diambil.
Lebih lanjut, Hasan membantah anggapan pesimisme dengan membeberkan data konkret. Hingga Februari 2025, pemerintah berhasil menciptakan sekitar 3,6 juta lapangan kerja dalam setahun terakhir, membuktikan pertumbuhan signifikan ketersediaan pekerjaan di Indonesia. Ia menambahkan, adanya pilihan menarik di luar negeri sejalan dengan budaya merantau yang telah lama melekat pada bangsa ini. “Ini bukan soal tidak adanya lapangan kerja di dalam negeri, melainkan adanya opsi menarik yang patut dipertimbangkan,” tegasnya.
Hasan juga menyoroti peluang besar yang muncul dari kondisi demografi global. Sejumlah negara menghadapi penurunan jumlah penduduk dan kekurangan tenaga kerja, menciptakan “peluang emas” bagi Indonesia untuk menyalurkan sumber daya manusianya. Bekerja di luar negeri, lanjutnya, tidak hanya meningkatkan keterampilan dan memperluas jaringan, tetapi juga memberikan nilai tambah signifikan bagi individu dan bangsa ketika mereka kembali ke tanah air.
Menjawab kekhawatiran terkait narasi negatif seperti tagar ‘kabur aja dulu’, Hasan Nasbi menepisnya sebagai narasi sesaat. Ia menegaskan, budaya merantau yang mengakar kuat di Indonesia justru merupakan modal positif. “Banyak diaspora di luar negeri yang tetap mencintai Indonesia dan memberikan sumbangsih besar bagi bangsa. Kami tidak khawatir soal narasi tersebut,” imbuhnya. Ia melihat fenomena ini sebagai upaya cerdas untuk mengambil kesempatan, bukan karena ketiadaan peluang di dalam negeri, melainkan karena adanya lebih dari satu pilihan yang menguntungkan.
Sebagai penutup, Hasan mengajak masyarakat untuk memandang peluang kerja di luar negeri sebagai bagian integral dari keterhubungan dunia yang semakin global. Ini bukanlah bentuk pelarian akibat sempitnya peluang domestik, melainkan perwujudan prinsip “jika ada kesempatan di luar negeri, mengapa tidak?” demi memperkaya pilihan dan kesempatan bagi tenaga kerja Indonesia.