Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, menghadapi tuntutan hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp600 juta dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tuntutan tersebut dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat pada Kamis (3/7), atas dugaan suap dan perintangan penyidikan terkait kasus mantan caleg PDI Perjuangan, Harun Masiku.
Jaksa KPK, Wawan Yunarwanto, menyatakan Hasto terbukti bersalah karena secara langsung maupun tidak langsung menghalangi penyidikan kasus tersebut, serta terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Hasto dianggap bertanggung jawab atas pelarian Harun Masiku yang hingga kini masih buron.
Bukti yang diajukan JPU menunjukkan Hasto, melalui Nurhasan, memerintahkan Harun Masiku untuk menghancurkan ponselnya setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Wahyu Setiawan, Komisioner KPU periode 2017-2022. Tak hanya itu, Hasto juga menginstruksikan staf pribadinya, Kusnadi, untuk melakukan hal yang sama, sebagai upaya menghambat penyidikan KPK.
Kasus ini bermula dari dugaan suap dalam proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI 2019-2024. JPU juga menuding Hasto memberikan suap sebesar SGD 57.350 (sekitar Rp600 juta) kepada Wahyu Setiawan, bersama Harun Masiku, agar Harun Masiku dilantik sebagai anggota DPR menggantikan Riezky Aprilia di Dapil Sumatra Selatan I. Agustiani Tio Fridelina, mantan anggota Bawaslu RI dan kader PDIP yang dekat dengan Wahyu Setiawan, diduga membantu proses suap tersebut.
Atas perbuatannya, Hasto didakwa melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a dan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHAP. Sidang kasus ini pun masih terus berlanjut.