IHSG Tergelincir Akibat Pelemahan Komoditas Global dan Ketidakpastian Perdagangan AS-China
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) dibuka melemah pada Kamis (12/6/2025), tertekan oleh pelemahan harga sejumlah komoditas global dan ketidakpastian dalam hubungan perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan China. IHSG turun 10,61 poin (0,15%) ke posisi 7.211,85, sementara indeks LQ45 juga ikut terdampak, melemah 2,03 poin (0,25%) ke level 808,44.
Pelemahan ini, menurut pengamat pasar modal dari Panin Sekuritas, Reydi Octa, disebabkan oleh beberapa faktor. Kenaikan tarif untuk produk China berpotensi menekan aktivitas ekonomi global, sementara penurunan harga beberapa komoditas menekan sektor terkait di pasar domestik. Kondisi ini mempertebal prediksi penurunan IHSG sepanjang hari.
Di pasar komoditas global, pergerakan harga terbilang beragam. Harga nikel misalnya, mengalami penurunan sebesar 0,94%, sedangkan batu bara justru mencatat kenaikan 0,77%. Kontras dengan pelemahan nikel, harga minyak mentah Brent dan Nymex melonjak tajam, masing-masing naik 4,34% dan 4,88%. Lonjakan ini dipicu oleh penurunan signifikan stok minyak mentah AS sebesar 3,64 juta barel, jauh melampaui estimasi 2,5 juta barel. Meskipun OPEC+ berencana menambah produksi 411 ribu barel per hari pada Juli 2025, penurunan stok yang signifikan menunjukkan tingginya permintaan dan tetap menopang kenaikan harga minyak.
Di tengah fluktuasi komoditas, perkembangan hubungan dagang AS-China juga menjadi sorotan. Presiden AS Donald Trump mengumumkan kesepakatan awal yang memberikan AS akses ke mineral tanah jarang dan magnet dari China, sementara mahasiswa China akan diizinkan kuliah di perguruan tinggi AS. Namun, kesepakatan ini disertai penerapan tarif baru; AS akan mengenakan tarif 55% untuk barang-barang China, sementara China akan menerapkan bea masuk 10% untuk barang-barang AS. Kesepakatan ini masih menunggu persetujuan final dari Presiden Trump dan Presiden China Xi Jinping.
Data inflasi AS periode Mei 2025 juga turut memengaruhi pasar. Inflasi tercatat 2,4% year on year (yoy), sedikit lebih tinggi dari bulan sebelumnya (2,3% yoy), namun lebih rendah dari perkiraan 2,5% yoy. Data ini menunjukkan melemahnya daya beli, tetapi sekaligus meredakan kekhawatiran akan dampak inflasi dari tarif baru, meningkatkan kemungkinan penurunan suku bunga The Fed pada September 2025.
Di Eropa, fokus pasar tertuju pada perkembangan hubungan dagang antara Uni Eropa dan AS. European Central Bank (ECB) mengindikasikan kemungkinan pemangkasan suku bunga lagi tahun ini, merespon kondisi ekonomi yang masih lesu. Di Asia, harga minyak mentah melonjak hingga 4% setelah Presiden Trump meragukan tercapainya kesepakatan nuklir dengan Iran. Pasar juga mencermati tenggat waktu negosiasi dagang AS-China pada 9 Juli, meskipun AS menyatakan kesiapan untuk memperpanjangnya.
Penutupan perdagangan Rabu (11/6/2025) di bursa global menunjukkan beragam kinerja. Bursa saham Eropa mayoritas melemah, kecuali FTSE 100 Inggris yang menguat 0,13%. Di Wall Street, S&P 500 turun 0,27%, Nasdaq Composite turun 0,5%, sementara Dow Jones Industrial Average nyaris stagnan. Sementara itu, bursa saham Asia pagi ini menunjukkan pergerakan yang beragam; Nikkei melemah 0,73%, Shanghai turun 0,06%, sedangkan Hang Seng dan Strait Times masing-masing menguat 0,57% dan 0,31%.