IHSG Bergantung Saham Konglomerat? Analis Ungkap Faktor Penentu!

Avatar photo

- Penulis Berita

Senin, 28 Juli 2025 - 22:11 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) baru-baru ini mencuri perhatian pasar, tidak hanya karena performa solidnya yang terus melaju di zona hijau selama empat hari perdagangan berturut-turut, namun juga keberhasilannya menembus level psikologis 7.600.

Pada penutupan perdagangan Senin (28/7/2025), IHSG sukses menguat 0,94% atau bertambah 71,26 poin, mengakhiri sesi di level 7.614,76. Capaian ini tidak hanya menjadi rekor tertinggi sepanjang tahun berjalan, tetapi juga menandai kenaikan akumulatif impresif sebesar 7,55% sejak awal tahun.

Di balik performa apik IHSG yang tak terduga ini, sorotan utama tertuju pada lonjakan harga saham-saham milik para konglomerat besar Indonesia. Data statistik Bursa Efek Indonesia (BEI) per Senin (28/7) menunjukkan bahwa beberapa emiten ini menjadi kontributor dominan.

PT DCI Indonesia Tbk (DCII), entitas yang terafiliasi dengan Toto Sugiri dan Anthoni Salim, memimpin daftar dengan kenaikan fantastis 723,57% secara *year-to-date* (ytd), menyumbang 355,02 poin bagi indeks. Disusul oleh PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) dari Grup Sinarmas, yang melesat 78,11% ytd dan berkontribusi 111,19 poin. Tak ketinggalan, saham PT Barito Pacific Tbk (BRPT) milik taipan Prajogo Pangestu juga melonjak 168,48% ytd, menambah 96,15 poin. Selain itu, saham SMMA dan CDIA turut berperan signifikan sebagai penopang pergerakan indeks sepanjang tahun.

Fenomena penguatan IHSG kali ini, menurut Pengamat Pasar Modal dan Direktur Avere Investama, Teguh Hidayat, terbilang “tidak biasa”. Ia menyoroti adanya anomali jika dibandingkan dengan pola penguatan indeks di masa normal.

Dalam kondisi pasar yang lazim, penopang utama kenaikan IHSG biasanya berasal dari saham-saham *big cap* perbankan yang likuid seperti BBCA, BMRI, atau BBRI. Menariknya, saham-saham unggulan ini justru belum menunjukkan pelemahan berarti, namun peran utamanya tergantikan oleh saham-saham konglomerat yang ‘tidak likuid’ namun memiliki kapitalisasi pasar yang sangat besar.

Teguh secara spesifik menyebutkan PT DCI Indonesia Tbk (DCII) dari Grup Salim dan PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) dari Grup Sinarmas. “DCII sekarang *market cap*-nya sudah tembus Rp 800 triliun lebih di harga saat ini. Kenaikannya sebenarnya tidak wajar atau aneh begitu. DSSA juga sama,” ungkap Teguh kepada Kontan, Senin (28/7) malam.

Lebih lanjut, Teguh menganalisis bahwa lonjakan harga saham-saham ini bukan didorong oleh aksi beli masif dari investor asing maupun lokal. Faktanya, nilai transaksi di pasar secara umum masih cenderung sepi, dan investor asing justru tercatat melakukan *net sell* sejak awal tahun.

“Jadi investor lokal mungkin ada belanja masuk ya, sedikit. Mungkin juga sebagian masuk ke saham-saham yang punya-punya konglomerat itu tadi. Tapi kalau investor asing itu mereka jangankan belanja, mereka justru jualan begitu,” jelas Teguh. Ia menambahkan, kepemilikan saham di emiten-emiten besar seperti BBCA, BBRI, BMRI, ASII, dan TLKM didominasi oleh investor asing.

Sebagai contoh, sekitar 70% dari porsi publik saham BBRI dikuasai oleh investor asing, sementara hanya 30% oleh domestik. Dengan investor asing yang secara konsisten melakukan aksi jual, saham-saham *blue chip* ini seharusnya mengalami tekanan signifikan. Namun, anehnya, IHSG tetap mampu mencatatkan penguatan. Hal ini tak lain disebabkan oleh lonjakan harga sejumlah saham tertentu milik konglomerat tersebut. Meski secara historis kurang likuid, kenaikan harga luar biasa pada saham-saham ini telah mendongkrak kapitalisasi pasar mereka secara signifikan, sehingga mampu menopang indeks secara keseluruhan.

Fenomena semacam ini, ditegaskan Teguh, belum pernah terjadi sebelumnya. “Dulu kalau BBCA, BBRI dan lainnya turun maka IHSG turun. Sekarang enggak. IHSG tetap naik karena terdorong oleh saham-saham yang harganya melonjak sangat tinggi, padahal tidak ada aksi korporasi atau kabar fundamental yang mendasari kenaikannya,” ujarnya. Teguh juga menepis anggapan bahwa lonjakan harga ini dipicu oleh sentimen *buyback* di awal tahun, sebab dampaknya seharusnya terasa merata di seluruh saham bursa, bukan hanya pada segelintir saham seperti DCII. “Ada *market maker*-nya semua begitu,” tegas Teguh, mengindikasikan adanya permainan pasar di balik kenaikan ini.

Kondisi ini, lanjut Teguh, justru membuat banyak investor, termasuk institusi seperti dana pensiun dan manajer aset, enggan masuk ke pasar saham. “Mereka tunggu IHSG koreksi supaya bisa beli saham-saham di harga murah. Sekarang benar sahamnya sudah murah, tapi kok IHSG naik terus. Jadi tambah sepi, dana pensiun dan segala macam jadi tidak berani lagi,” tutur Teguh, menggambarkan kebingungan dan kehati-hatian investor dalam menghadapi anomali pasar ini.

Berita Terkait

Asing Buang BMRI & BRPT? Cek Daftar Saham Dijual Awal Pekan!
Payment ID: BI Awasi Transaksi, Apa Dampaknya Bagimu?
Figma Bidik IPO US$1,2 Miliar: Siap Guncang Pasar Saham?
Payment ID Bansos: Uji Coba BI Mulai 17 Agustus 2025
Asing Kabur! Saham Ini Dijual Saat IHSG Reli
S&P dan Nasdaq Cetak Rekor! Optimisme Dagang AS-UE Dorong Pasar
BI Borong SBN Rp147,6 Triliun: Dampak ke Rupiah dan Ekonomi?
Oki Pulp & Paper Lunasi Obligasi Rp [Nominal] Tepat Waktu!

Berita Terkait

Selasa, 29 Juli 2025 - 06:21 WIB

Asing Buang BMRI & BRPT? Cek Daftar Saham Dijual Awal Pekan!

Selasa, 29 Juli 2025 - 05:24 WIB

Payment ID: BI Awasi Transaksi, Apa Dampaknya Bagimu?

Selasa, 29 Juli 2025 - 03:40 WIB

Figma Bidik IPO US$1,2 Miliar: Siap Guncang Pasar Saham?

Selasa, 29 Juli 2025 - 01:27 WIB

Payment ID Bansos: Uji Coba BI Mulai 17 Agustus 2025

Selasa, 29 Juli 2025 - 00:17 WIB

Asing Kabur! Saham Ini Dijual Saat IHSG Reli

Berita Terbaru

Finance

Asing Buang BMRI & BRPT? Cek Daftar Saham Dijual Awal Pekan!

Selasa, 29 Jul 2025 - 06:21 WIB

Finance

Payment ID: BI Awasi Transaksi, Apa Dampaknya Bagimu?

Selasa, 29 Jul 2025 - 05:24 WIB