Menguak Harga Tanah Fantastis di SCBD: Mengapa “Manhattan-nya Indonesia” Kian Melambung?
Sudirman Central Business District (SCBD), permata properti di jantung Jakarta Selatan, tak pernah luput dari sorotan sebagai salah satu distrik bisnis terpadu paling bergengsi di Asia Tenggara. Julukannya, “Manhattan-nya Indonesia”, bukan tanpa alasan. Kawasan ini merupakan mahakarya terintegrasi yang digagas dan dikembangkan oleh PT Danayasa Arthatama Tbk., sebuah entitas di bawah bendera Artha Graha Network, milik duet taipan Tomy Winata dan Suagianto Kusuma (Aguan).
Melihat kemegahan gedung pencakar langit dan fasilitas serbamewah di SCBD, wajar bila muncul pertanyaan: berapa sebenarnya nilai tanah di kawasan premium yang sebagian besar dimiliki dan dikembangkan oleh Tomy Winata ini? Jawabannya mungkin mengejutkan, namun sebanding dengan reputasinya. SCBD memang dikenal luas dengan harga properti yang fantastis.
Menurut Martin Samuel Hutapea, Associate Director Research & Consultancy Department PT Leads Property Services Indonesia, harga tanah di SCBD pada pertengahan Juni 2025 telah mencetak rekor baru. “Paling mahal ya di SCBD nilainya sekitar Rp 200 juta-Rp 300 juta per meter persegi, itu nilai ya artinya perkiraan, setelah transaksi bisa berubah tergantung negosiasi,” ungkap Martin pada 19 Juni 2025. Bahkan, data terbaru menunjukkan harga tanah di SCBD kini telah menembus angka Rp 300 juta per meter persegi.
Angka fantastis ini secara mutlak menempatkan SCBD sebagai salah satu area dengan harga tanah termahal di Jakarta, jauh melampaui kawasan elite lain seperti Menteng dan Pondok Indah. Sebagai gambaran, pada tahun 2010, transaksi monumental terjadi saat taipan asal Hong Kong, Li Ka-shing, mengakuisisi lahan di SCBD dengan nilai 20.000 dollar AS per meter persegi. Jika dikonversi ke rupiah dengan kurs saat itu pun nilainya sudah sangat tinggi, dan kini, seiring berjalannya waktu, harganya terus meroket.
Kenaikan harga tanah yang ekstrem dan tak terbendung di SCBD ini tidak lepas dari kombinasi beberapa faktor kunci yang saling mendukung. Pertama, lokasinya yang strategis di jantung Kota Jakarta, menawarkan akses superior ke berbagai fasilitas vital dan pusat kegiatan bisnis. Kedua, kawasan ini didukung oleh infrastruktur modern yang matang, mulai dari jaringan transportasi yang terencana, akses jalan yang efisien, hingga sistem utilitas bawah tanah yang canggih.
Ketiga, memiliki alamat di SCBD secara otomatis memberikan nilai prestise dan status tersendiri, baik bagi perusahaan multinasional maupun individu berkantong tebal. Keempat, sebagai episentrum bisnis dan finansial, permintaan akan lahan dan properti di SCBD tetap stabil tinggi dari investor dan korporasi kelas kakap, meskipun harga sudah mencapai langit. Terakhir, ketersediaan lahan kosong di SCBD yang sangat terbatas, menjadikannya komoditas langka yang nilainya kian melambung tinggi.
Di balik nilai properti yang fantastis, terdapat visi jangka panjang dan pengembangan berkelanjutan yang telah membentuk SCBD menjadi seperti saat ini. Kawasan bisnis terpadu ini sejatinya merupakan buah dari visi Tomy Winata dan Artha Graha Group (melalui PT Danayasa Arthatama Tbk.) untuk menciptakan pusat bisnis modern bertaraf internasional. Tomy Winata bahkan pernah secara eksplisit mengungkapkan ambisinya untuk menjadikan SCBD sebagai “Manhattan of Indonesia”.
Proyek-proyek monumental yang telah dan sedang dikembangkan oleh Artha Graha Network di SCBD sangat beragam, mencakup mulai dari gedung-gedung perkantoran elit yang kini menjadi markas banyak perusahaan multinasional terkemuka, apartemen mewah berfasilitas lengkap yang menjadi hunian impian, hingga pusat perbelanjaan bergengsi sekelas Pacific Place Jakarta. Tak hanya itu, ada pula rencana ambisius pembangunan The Signature Tower setinggi 111 lantai (638 meter) yang digadang-gadang akan menjadi gedung tertinggi kelima di dunia, dengan proyeksi nilai investasi mencapai US$ 2 miliar atau sekitar Rp 18 triliun pada tahun 2012.
Sosok Tomy Winata, yang dijuluki sebagai salah satu dari “9 Naga” pengusaha paling berpengaruh di Indonesia, tidak hanya memiliki portofolio properti raksasa di SCBD. Jejak bisnis Artha Graha Network-nya membentang luas, mencakup berbagai sektor seperti perbankan (Bank Artha Graha Internasional), asuransi, perhotelan (Hotel Borobudur Jakarta), perkebunan, hingga infrastruktur, menegaskan posisinya sebagai konglomerat multi-industri.
Dengan segala keunggulan dan visi pengembangannya yang jauh ke depan, SCBD tetap kokoh menjadi salah satu kawasan properti paling berharga dan diminati di Indonesia. Harga tanah yang mencapai ratusan juta rupiah per meter persegi menjadi cerminan nyata dari statusnya sebagai magnet ekonomi, pusat inovasi, dan barometer gaya hidup di Ibu Kota.