JAKARTA – Ketidakpastian ekonomi global berdampak pada rencana penawaran umum perdana saham (IPO) di Indonesia. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat penurunan jumlah perusahaan yang siap melantai di bursa. Hal ini diungkapkan oleh Inarno Djajadi, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK.
Menurut Inarno, beberapa perusahaan yang telah mengajukan pernyataan pendaftaran memilih untuk menunda IPO. Penundaan ini, jelasnya, bertujuan untuk memperbaiki pengungkapan informasi dalam dokumen pendaftaran serta meningkatkan kinerja keuangan guna meningkatkan valuasi perusahaan. Langkah ini menunjukkan fokus perusahaan pada peningkatan daya saing sebelum memasuki pasar modal.
Data OJK per 28 Mei 2025 menunjukkan bahwa enam perusahaan telah sukses melakukan IPO, mengumpulkan dana total Rp 3,31 triliun. Namun, jumlah calon emiten di *pipeline* IPO mengalami penurunan. Tercatat 21 perusahaan dengan potensi dana Rp 3,99 triliun masih menunggu giliran. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan 26 perusahaan (Rp 4,48 triliun) pada 30 April 2025, dan jauh lebih rendah lagi dari 102 perusahaan (Rp 14,88 triliun) yang tercatat pada 27 Maret 2025.
Meskipun kondisi makro ekonomi global menimbulkan tantangan, Inarno menegaskan bahwa belum ada penundaan IPO yang disebabkan langsung oleh faktor eksternal. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih positif dan peningkatan jumlah investor di pasar modal domestik justru menawarkan peluang bagi perusahaan. Ia menekankan bahwa kondisi ini dapat dimanfaatkan perusahaan dalam negeri untuk memperkuat struktur permodalan melalui IPO. Dengan demikian, IPO tetap menjadi alternatif pendanaan yang menarik, bahkan di tengah dinamika ekonomi global.