PBNU Kecam Keras Serangan Israel ke Iran, Desak PBB Ambil Langkah Tegas Redam Eskalasi Global
Ragamharian.com, Jakarta – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf, mengecam keras agresi militer Israel terhadap Iran yang terjadi pada Jumat, 13 Juni 2025. Menggarisbawahi potensi bahaya besar, Yahya mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk segera mengambil langkah tegas guna mencegah dunia terjerumus ke dalam krisis global yang lebih parah.
Yahya Staquf menilai bahwa serangan Israel ini merupakan cerminan nyata kegagalan sistem tata internasional yang selama ini tidak terpelihara dan konsistensinya diabaikan. “Ini sama dengan mengancam dunia, dengan ancaman keruntuhan bersama,” ujar Yahya usai diskusi di Gedung PBNU, Kenari, Jakarta Pusat, pada tanggal yang sama. Ia menambahkan bahwa kekhawatiran akan stabilitas global sudah muncul jauh sebelum serangan ini, mengingat berbagai konflik yang telah meletus di banyak tempat.
Menurut Yahya, serangan Israel ke Iran berpotensi menyeret dunia ke dalam pusaran krisis yang lebih besar, memperparah eskalasi konflik global yang sudah ada. Mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden ini mengingatkan bahwa sebelum agresi Israel ini, konflik seperti Rusia-Ukraina dan Pakistan-India telah menunjukkan betapa rapuhnya stabilitas global saat ini. Sebagai organisasi masyarakat yang berpengaruh, PBNU secara konsisten telah menyampaikan sikapnya dalam forum lintas tokoh dan lintas negara, termasuk kepada para pemuka agama dan pemimpin masyarakat internasional. Namun, Yahya menegaskan perlunya seluruh negara, terutama PBB, untuk bertindak lebih tegas dan cepat dalam merespons situasi yang memburuk ini.
Serangan yang memicu kecaman ini diketahui menargetkan fasilitas nuklir dan lokasi militer Iran di dan sekitar Teheran, ibu kota negara tersebut. Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dalam pesan video rekaman yang diunggah pada Jumat pagi, menyatakan bahwa operasi ini ditujukan untuk melumpuhkan infrastruktur nuklir dan pabrik rudal balistik Iran. “Operasi ini akan memakan waktu selama yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas menangkal ancaman pemusnahan terhadap kami,” tegas Netanyahu, seperti dilansir dari Al Jazeera.
Dampak dari serangan Israel ke Teheran sangat signifikan, menyebabkan tewasnya Panglima Tertinggi Korps Garda Revolusi Islam, Hossein Salami. Selain itu, dua ilmuwan nuklir terkemuka Iran, Fereydoun Abbasi-Davani dan Mohammad Mehdi Tehranchi, juga menjadi korban, menurut laporan media berita Iran. Menanggapi tragedi ini, Pemimpin Tertinggi Iran, Ali Khamenei, bersumpah akan membalas serangan tersebut. “Dengan kejahatan ini, rezim Zionis telah mendatangkan nasib yang pahit dan menyakitkan bagi dirinya sendiri. Mereka pasti akan menghadapinya,” kata Khamenei dalam sebuah pernyataan yang penuh ancaman.
Seiring dengan eskalasi ini, Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, segera mengumumkan keadaan darurat tak lama setelah serangan dimulai. Katz memberikan peringatan serius kepada masyarakat bahwa “serangan rudal dan pesawat tanpa awak terhadap Negara Israel dan penduduk sipilnya diperkirakan akan terjadi dalam waktu dekat.”
Hubungan antara Israel dan Iran memang telah lama tegang, khususnya dalam dua dekade terakhir. Meskipun tahun lalu terjadi serangan Israel terhadap fasilitas pertahanan Iran yang kemudian dibalas dengan serangan terbatas oleh Iran, skala konflik kali ini jauh lebih mengkhawatirkan. Menanggapi situasi ini, Menteri Luar Negeri Indonesia, Sugiono, menyatakan keprihatinan mendalam dan menyayangkan serangan yang dilakukan oleh Israel tersebut. “Kami prihatin. Kami mengutuk ini sampai terjadi,” kata Sugiono saat ditemui wartawan di Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri, Jakarta, pada Jumat, 13 Juni 2025. Sugiono menilai bahwa serangan Israel terhadap Iran membawa implikasi besar, seraya memperingatkan: “Kalau semua pihak tidak bisa menahan diri, tentu ini akan memperburuk situasi.”
Eskalasi konflik antara Israel dan Iran ini bukan hanya ancaman regional, tetapi juga global. Kecaman dan desakan dari berbagai pihak, termasuk PBNU dan pemerintah Indonesia, menyoroti urgensi tindakan kolektif internasional untuk meredakan ketegangan dan mencegah dunia terjerumus ke dalam krisis yang lebih dalam. Tanpa intervensi tegas, stabilitas global akan terus terancam oleh tindakan unilateral dan balasan yang tak berkesudahan.