Israel menyerang Ibu Kota Suriah, Damaskus. Serangan ini diklaim sebagai bentuk pembelaan terhadap kelompok Druze yang tengah bentrok dengan Suku Badui (Badawi atau Bedouin) di Sweida. Sebab, Suriah menurunkan militernya dalam konflik tersebut.
Militer Suriah dikerahkan untuk memulihkan keamanan di Sweida. Namun, militer Israel justru menyerang tank militer Suriah dengan alasan melindungi kelompok minoritas Druze. Serangan membesar kala Israel menargetkan Damaskus.
Druze merupakan kelompok minoritas yang dimulai sebagai cabang Islam Syiah pada abad ke-10. Separuh dari sekitar 1 juta penganut Druze di seluruh dunia tinggal di Suriah, dan sebagian tinggal di Lebanon dan Israel.
Penganut Druze juga tinggal di Dataran Tinggi Golan yang direbut Israel dari Suriah dalam perang pada 1967 dan dianeksasi pada 1981.
Berikut yang diketahui soal serangan Israel itu:
Gedung Kemhan Suriah Hancur
Kemhan Suriah Suriah hancur akibat serangan Israel pada Rabu (16/7). Kantor Kemhan berada di sekitar Istana Kepresidenan.
Laporan mengenai serangan Israel ke Suriah disampaikan oleh seorang saksi mata ke media Al-Jazeera.
Sebelum meluncurkan serangan Menhan Israel, Israel Katz, meminta Pemerintah Suriah untuk tidak mengganggu warga minoritas Druze.
Perintah itu disampaikan setelah bentrokan meletus di kota Sweida. Pertempuran itu melibatkan warga Druze dan aparat keamanan Suriah.
300 Orang Tewas Akibat Konflik di Sweida
Lembaga pemantau HAM Suriah menyebut, 300 orang tewas akibat konflik di Sweida. 69 orang yang tewas adalah pejuang Druze. Sementara 40 lainnya adalah warga sipil.
“27 orang sepertinya tewas dieksekusi oleh aparat keamanan dalam negeri,” kata lembaga itu, dilansir AFP, Rabu (16/7).
Sementara itu ada 165 orang tentara pemerintah dan 18 pejuang Bedouin tewas. Termasuk 10 orang tentara pemerintah yang tewas akibat serangan Israel.
Serangan Israel Hantam Pintu Masuk Mabes Militer
Israel juga menargetkan sejumlah sasaran militer di Damaskus.
“Serangan Israel menghantam pintu masuk markas pusat militer di Damaskus dan sasaran militer di sekitar istana kepresidenan,” kata seorang pejabat militer Israel seperti dikutip dari Reuters.
Selain itu, serangan juga menarget Pangkalan Militer Mazzeh.
“(Serangan terbaru) area sekitar Bandara (pangkalan militer) Mazzeh,” kata sumber yang meminta identitasnya dirahasiakan, dikutip dari AFP.
Menurut sumber itu, lokasi yang diserang di area depot amunisi.
Rangkaian serangan Israel ini disebut menewaskan 3 orang dan melukai lebih dari 30 orang.
Turki dan Lebanon Kecam Serangan Israel
Turki dan Lebanon mengutuk serangan Israel ke Suriah. Turki menyebut serangan Israel akan menghancurkan stabilitas di Suriah.
“Serangan Israel terhadap Damaskus, setelah intervensi militernya di selatan Suriah, merupakan tindakan sabotase terhadap upaya Suriah untuk mengamankan perdamaian, stabilitas, dan keamanan,” kata Kemlu Turki seperti dikutip dari AFP.
Adapun Presiden Lebanon Joseph Aoun menyatakan tindakan Israel ke Suriah adalah pelanggaran kedaulatan. Lebanon, kata Aoun, memandang Suriah sebagai saudara sesama negara Arab.
“Presiden Aoun menegaskan bahwa kelanjutan serangan-serangan ini semakin mengekspos keamanan dan stabilitas kawasan terhadap peningkatan ketegangan dan eskalasi, dan menyatakan solidaritas penuh Lebanon dengan Republik Arab Suriah, rakyatnya, dan negaranya,” kata Istana Kepresidenan Suriah.
“Presiden Aoun sebelumnya menekankan komitmen Lebanon terhadap persatuan Suriah, perdamaian sipil, dan keselamatan tanah dan rakyatnya dalam segala keberagamannya,” sambung Aoun.
PBB Juga Kecam Serangan Israel
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Antonio Guterres, mengecam serangan udara Israel ke Damaskus.
“Sekretaris Jenderal juga mengecam serangan udara Israel yang meningkat di Suweida, Daraa, dan di pusat kota Damaskus, serta laporan pengerahan kembali pasukan IDF di Golan,” ujar juru bicara Guterres, Stephane Dujarric, dalam sebuah pernyataan, dikutip dari AFP.
Kesepakatan Akhiri Pertempuran
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Marco Rubio mengatakan telah tercapai kesepakatan untuk memulihkan ketenangan di Suriah, Rabu (16/7). Dia menyebut ada kesalahpahaman atas kekerasan yang mencakup serangan Israel di Damaskus.
“Kami telah menyepakati langkah-langkah spesifik yang akan mengakhiri situasi yang meresahkan dan mengerikan ini malam ini,” tulis Rubio di X, sebagaimana dikutip dari AFP.
“Ini mengharuskan semua pihak untuk memenuhi komitmen yang telah mereka buat dan inilah yang sepenuhnya kami harapkan dari mereka,” tulisnya, tanpa merinci kesepakatan tersebut.
Rubio menyalahkan adanya persaingan historis yang telah berlangsung lama atas bentrokan di kota Sweida yang mayoritas penduduknya Druze dengan pemerintah Suriah. Bentrokan ini yang melatarbelakangi serangan Israel ke Suriah.
“Ini menyebabkan situasi yang tidak menguntungkan dan kesalahpahaman, tampaknya, antara pihak Israel dan pihak Suriah,” kata Rubio.
“Kami telah berkomunikasi dengan mereka sepanjang pagi dan sepanjang malam — dengan kedua belah pihak — dan kami pikir kami sedang menuju de-eskalasi yang sesungguhnya dan kemudian semoga dapat kembali ke jalur yang benar dan membantu Suriah membangun negaranya serta mencapai situasi di Timur Tengah yang jauh lebih stabil,” ujar Rubio.
Juru bicara Departemen Luar Negeri, Tammy Bruce, yang berbicara sesaat sebelum Rubio mengumumkan kesepakatan, mengatakan bahwa Amerika Serikat telah meminta pasukan pemerintah Suriah untuk mundur dari wilayah yang memicu konflik.
“Kami mendesak pemerintah Suriah untuk menarik militer mereka agar semua pihak dapat melakukan de-eskalasi,” ujarnya kepada wartawan, tanpa menyebutkan wilayah pastinya.
Suriah Tarik Pasukan dari Sweida
Gencatan senjata telah disepakati di Kota Sweida, Suriah. Pihak pemerintah Suriah menyetujui gencatan senjata tersebut dan akan menghentikan total operasi militernya di Sweida.
Dikutip dari AFP, berdasarkan teks perjanjian gencatan senjata yang diterbitkan oleh Kementerian Dalam Negeri Suriah, akan ada penghentian operasi militer di Sweida.
“Penghentian total dan segera untuk semua operasi militer,” demikian petikan gencatan senjata, dikutip Kamis (17/7).
Dalam teks tersebut, tertuang juga pembentukan komite yang terdiri dari pejabat pemerintah dan pemimpin spiritual Druze untuk mengawasi pelaksanaannya.
Kementerian Pertahanan kemudian mengatakan telah mulai menarik pasukan dari kota Sweida sebagai implementasi dari ketentuan perjanjian yang diadopsi setelah berakhirnya operasi di kota tersebut.
Dalam sebuah video yang disiarkan oleh televisi pemerintah, Sheikh Youssef Jarboua, salah satu dari tiga pemimpin spiritual utama Druze di Suriah, membacakan 10 poin perjanjian tersebut, yang juga mencakup “integrasi penuh provinsi” Sweida ke dalam negara Suriah.
Namun, pemimpin Druze berpengaruh lainnya, Sheikh Hikmat al-Hijri, menolak perjanjian baru tersebut setelah diumumkan.
“Tidak akan ada kesepakatan atau negosiasi dengan kelompok-kelompok bersenjata yang menyebut diri mereka pemerintah,” ujarnya dalam sebuah pernyataan.