Kontroversi Jam Malam Pelajar Jawa Barat: Dukungan dan Penolakan Bergema
Pemerintah Provinsi Jawa Barat resmi memberlakukan jam malam bagi pelajar mulai 1 Juni 2025, pukul 21.00 hingga 04.00 WIB. Kebijakan ini, tertuang dalam Surat Edaran Gubernur Jawa Barat Nomor 51/PA.03/Disdik, bertujuan melindungi pelajar dari potensi bahaya. Aturan ini telah menimbulkan pro dan kontra di berbagai kalangan, memicu perdebatan sengit mengenai efektifitas dan dampaknya terhadap kehidupan pelajar.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menekankan pentingnya kebijakan ini untuk menjaga keselamatan anak-anak. Surat edaran tersebut ditujukan kepada para wali kota, bupati, kepala desa, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat, serta Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, meminta koordinasi pelaksanaan hingga tingkat desa. Aturan ini memberikan beberapa pengecualian, seperti kegiatan resmi sekolah, kegiatan keagamaan dan sosial dengan izin orang tua, aktivitas bersama orang tua, atau situasi darurat.
Pendapat beragam pun bermunculan. Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) misalnya, mendukung batasan jam malam pukul 21.00 WIB. Kepala Bidang Advokasi Guru P2G, Iman Zanatul Haeri, mempercayai kebijakan ini akan memberikan waktu tidur cukup bagi pelajar, mendukung belajar mandiri, dan memperkuat peran keluarga. Ia bahkan mengaitkannya dengan program “Tujuh Kebiasaan Anak Indonesia Hebat” dari Kemdikbudristek. Namun, P2G menolak kebijakan jam masuk sekolah pukul 06.00 WIB, menganggapnya kontraproduktif dan berpotensi mengurangi waktu istirahat anak. Peningkatan kualitas pendidikan, menurut Iman, tergantung pada ekosistem yang menyeluruh, bukan hanya jam masuk sekolah.
Berbeda dengan P2G, Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menilai kebijakan jam malam pelajar keliru dan salah sasaran. Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, berpendapat bahwa kebijakan ini hanya berfokus pada gejala, bukan akar masalah. Kenakalan remaja, menurutnya, tidak hanya disebabkan oleh aktivitas malam hari, tetapi juga faktor keluarga, kurangnya fasilitas positif, dan masalah sosial ekonomi. Larangan keluar rumah setelah pukul 21.00 WIB, menurut Ubaid, menunjukkan kurangnya pemahaman terhadap kompleksitas kehidupan pelajar.
Psikolog dari Universitas Padjadjaran, Aulia Iskandarsyah, menyoroti pentingnya pengawasan dan pembinaan yang jelas, termasuk sanksi edukatif bagi pelanggar. Tanpa prosedur yang tegas, aturan ini hanya akan menjadi wacana. Ia mengakui, kebijakan ini akan membatasi aktivitas pelajar, terutama yang terbiasa beraktivitas malam hari. Namun, ia juga mencatat hasil studi sistematik review oleh Grossman dan Miller (2019) di beberapa negara yang menunjukkan bahwa jam malam berhasil menurunkan angka kriminalitas remaja, jumlah korban kejahatan di kalangan pelajar, dan tingkat kecelakaan lalu lintas.
Kesimpulannya, kebijakan jam malam pelajar di Jawa Barat menimbulkan perdebatan yang kompleks. Meskipun bertujuan mulia, implementasi dan dampaknya perlu dikaji lebih mendalam, mempertimbangkan berbagai perspektif dan faktor yang mempengaruhi perilaku pelajar. Perdebatan ini penting untuk menemukan solusi yang efektif dan berkelanjutan dalam menjaga keselamatan dan kesejahteraan pelajar di Jawa Barat.
