Ragamharian.com – , Jakarta – Jaringan Masyarakat Sipil untuk Kebijakan Adil Gender (JMS) mempertanyakan alokasi dan sumber Dana Bantuan Korban untuk korban kekerasan seksual. Organisasi advokasi kebijakan publik itu meminta kejelasan tentang alokasi anggaran negara dan pengawasan terhadap etika sumber pendanaan untuk Dana Bantuan Korban.
Mekanisme Dana Bantuan Korban diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2025 yang baru diteken oleh Presiden Prabowo Subianto bulan lalu. Dana Bantuan Korban mengatur kewajiban negara membayarkan kompensasi kepada korban kekerasan seksual jika pelaku tidak mampu membayar restitusi secara penuh.
JMS mempertanyakan kejelasan tentang besaran alokasi dana yang bisa diberikan oleh pemerintah lewat anggaran negara. Teknis alokasinya belum diatur dalam PP 29/2025. “Padahal, kejelasan pendanaan negara penting untuk memastikan dukungan finansial yang stabil,” kata JMS dalam rilis pers pada Senin, 21 Juli 2025.
Selain tentang anggaran negara, JMS juga menekankan perlunya pengawasan publik terhadap sumber Dana Bantuan Korban lainnya. Sumber Dana Bantuan Korban juga bisa berasal dari filantrop, masyarakat, individu, tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan, hingga sumber lain yang sah dan tidak mengikat. Hal ini diatur dalam Pasal 2 PP 29/2025.
Menurut JMS, pengawasan publik perlu untuk diatur guna menilik etika sumber pendanaan. Ada kekhawatiran dana berasal dari sumber yang dinilai tidak etis. “Terutama CSR (corporate social responsibility/tanggung jawab sosial) yang berpotensi berasal dari industri merusak atau perusahaan pelanggar hak asasi manusia,” kata JMS.
Sejak pengesahannya, sejumlah organisasi memberikan kritik dan catatan terhadap PP 29/2025 tentang Dana Bantuan Korban.
Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Jakarta, misalnya, memberi beberapa catatan. Beberapa di antaranya adalah tentang konsep dan pemaknaan Dana Bantuan Korban, kapasitas Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sebagai pengelola Dana, hingga koordinasi antarlembaga untuk penerapannya.
Perihal sumber dana, LBH APIK Jakarta juga mempertanyakan tentang anggaran negara. “Perlu dipastikan besaran kontribusi anggaran negara dan bagaimana mekanisme pengumpulannya,” kata lembaga tersebut lewat keterangan tertulis, 10 Juli 2025.
Pilihan Editor: Agar Keadilan Restoratif Adil bagi Korban