Fluktuasi Mengejutkan Emas dan IHSG Sepanjang Juni: Analisis Mendalam dan Rekomendasi Investasi Jangka Panjang
Bulan Juni menjadi saksi gejolak tak terduga di pasar modal Indonesia. Bukan hanya aset berisiko tinggi seperti saham, namun “safe haven” emas yang dikenal stabil pun turut bergerak fluktuatif, mencerminkan ketidakpastian global yang masih membayangi. Fenomena ini menarik perhatian investor dan analis, memicu pertanyaan mengenai arah pasar ke depan.
Pada penutupan perdagangan terakhir bulan Juni, Senin (30/6), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil menguat tipis 0,44% ke level 6.927,68. Namun, capaian harian ini tidak mampu menutupi performa sepanjang bulan yang kurang memuaskan, di mana IHSG tercatat mengalami koreksi signifikan hingga 3,46%.
Kondisi serupa juga terlihat pada pergerakan harga emas. Data Trading Economics per 30 Juni pukul 16.16 WIB menunjukkan harga emas spot berada di level US$3.284,45 per troy ons, melemah 0,78% dalam sebulan terakhir. Sejalan dengan itu, harga emas logam mulia Antam juga tertekan, turun 0,42% ke level Rp1.880.000 per gram pada tanggal yang sama.
Manuel Adhy Purwanto, Head of Investment Research Moduit Digital Indonesia, menjelaskan bahwa volatilitas di pasar modal sepanjang Juni utamanya dipicu oleh eskalasi konflik geopolitik di Timur Tengah. “Hal ini dapat mempengaruhi proyeksi terhadap inflasi ke depan, mengingat risiko kenaikan harga minyak,” papar Manuel kepada Kontan pada Senin (30/6). Situasi inilah yang pada akhirnya mendorong pergerakan aset-aset menjadi cenderung volatil.
Lebih lanjut, Manuel mengulas faktor-faktor yang mempengaruhi IHSG. Menurutnya, indeks saham domestik menghadapi tantangan ganda, diperparah oleh minimnya sentimen positif dari dalam negeri. Ekonomi domestik yang belum menunjukkan perbaikan signifikan, ditambah terhambatnya implementasi stimulus dari program pemerintah, membuat pergerakan IHSG semakin bergantung pada dinamika situasi global.
Sementara itu, untuk aset emas, Manuel berpandangan bahwa penurunan harganya lebih disebabkan oleh meredanya kekhawatiran pasar terhadap tensi dagang dan geopolitik. Hal ini mengurangi daya tarik emas sebagai aset pelindung nilai.
Perencana keuangan Eko Endarto menambahkan perspektif lain mengenai melemahnya harga emas. Menurutnya, koreksi harga emas juga dipicu oleh aksi *profit-taking* yang dilakukan investor ketika harga sempat melonjak tinggi. “Harus diingat, tidak semua investor memiliki tujuan jangka panjang. Ada yang bertujuan spekulatif juga,” jelas Eko kepada Kontan.
Meskipun demikian, baik Eko maupun Manuel masih sepakat bahwa emas tetap menjadi salah satu pilihan investasi yang menarik untuk jangka panjang. Eko turut merekomendasikan saham *bluechip* dan reksa dana saham sebagai pilihan investasi yang patut dipertimbangkan.
Senada dengan Eko, Manuel juga menempatkan saham dan emas sebagai rekomendasi utama untuk investasi jangka panjang. Selain itu, ia menyarankan investor untuk mempertimbangkan obligasi dan bahkan Bitcoin, tergantung pada preferensi dan pemahaman masing-masing. Manuel menegaskan, keputusan investasi harus selalu disesuaikan dengan profil dan kebutuhan investor. “Tentunya setiap investor perlu memahami instrumen aset yang akan diinvestasikan dan alokasi disesuaikan dengan profil serta kenyamanan masing-masing,” pungkas Manuel, menekankan pentingnya kebijaksanaan dalam berinvestasi.