Keluh Kesah Justin Bieber soal “Hubungan Transaksional”: Penjelasan Psikolog dan Makna Cinta Sejati
Justin Bieber kembali menyita perhatian publik setelah mencurahkan isi hatinya di akun Instagram pada Senin, 8 Juni 2025. Bintang pop global ini mengungkapkan kelelahannya akan apa yang ia sebut sebagai “hubungan transaksional,” di mana ia merasa harus terus-menerus melakukan sesuatu agar dicintai. Ungkapan jujur Bieber ini memicu diskusi luas tentang dinamika hubungan dan makna cinta sejati.
Untuk menguraikan kompleksitas pernyataan Bieber, Kompas.com menghubungi Dr. Pingkan C.B. Rumondor, M.Psi., seorang psikolog klinis dewasa dan peneliti relasi interpersonal dengan pengalaman 14 tahun. Dr. Pingkan menjelaskan bahwa dalam ilmu psikologi memang ada model hubungan yang disebut *Systemic Transactional Model*. Model ini memandang hubungan sebagai sebuah sistem yang melibatkan saling ketergantungan atau *interdependence*, bukan sekadar hitung-hitungan untung-rugi. Ia menegaskan, model ini bersifat netral; bisa mengarah pada dinamika positif jika ada saling membantu, namun juga bisa menjadi negatif jika salah satu pihak merasa lebih terbebani atau berat dalam melakukan sesuatu.
Dalam kerangka *Systemic Transactional Model* yang sehat, tidak ada satu pun pihak yang merasa terlalu terbebani atau harus melakukan sesuatu agar pasangannya membalas dengan hal yang sama atau lebih. “Ketika satu orang merasa lebih berat daripada yang lain, itu akan berdampak, seperti muncul pertanyaan, ‘Aduh, kenapa aku terus yang bekerja atau membantu pasangan?’,” jelas Dr. Pingkan, yang juga membuka praktik pribadi di SILC Counseling, pada Rabu, 11 Juni 2025. Ia menambahkan, setiap tindakan yang dilakukan satu orang akan secara otomatis memengaruhi pasangan dan keseluruhan hubungan. Misalnya, jika satu pihak merasa tertekan karena pasangannya *demanding*, ini akan memicu respons *defensive* dari pasangan dan pada akhirnya, menyebabkan ketidakpuasan pada kedua belah pihak serta hubungan itu sendiri.
Dr. Pingkan lebih lanjut menggarisbawahi bahwa kunci dari sebuah hubungan yang sehat adalah keseimbangan dalam “memberi dan menerima” atau *take and give* secara bergantian, mengingat “it takes two to tango” (dibutuhkan dua pihak untuk menari). Hubungan pada dasarnya adalah entitas yang saling memengaruhi, dan arahnya sangat bergantung pada upaya kolektif kedua individu. “Jika kita menginginkan hubungan dengan tujuan bersama dan kepuasan yang merata, *take and give* harus dilakukan secara bergantian, dengan pemahaman bahwa ini bukan hanya demi pasangan, melainkan demi keberlangsungan hubungan itu sendiri,” paparnya. Model transaksional ini sangat menekankan pentingnya kebersamaan. Sebagai contoh, jika satu pasangan mengalami stres, pasangannya yang lain akan merasakan dampaknya. Dalam situasi ini, kemampuan untuk saling membantu akan sangat krusial agar stres tersebut dapat teratasi dan tidak merusak keharmonisan.
Lantas, jenis “hubungan transaksional” seperti apa yang tengah dirasakan oleh Justin Bieber? Menurut Dr. Pingkan, keluhan Justin lebih merujuk pada konsep *exchange norm* (norma pertukaran). Dalam *exchange norm*, hubungan dilihat layaknya sebuah perhitungan matematis, di mana seseorang merasa wajib melakukan sesuatu untuk orang lain demi mendapatkan balasan yang serupa atau setimpal.
Berbeda dengan *Systemic Transactional Model* yang berfokus pada *interdependence*, *exchange norm* cenderung menggambarkan situasi seperti: “Sepertinya aku harus melakukan sesuatu agar pasanganku senang, tapi aku sendiri tidak bahagia.” Dr. Pingkan menggarisbawahi perasaan yang dialami Justin Bieber, “Apa yang dirasakan Justin Bieber itu seperti, ‘Mengapa aku harus melakukan ini dulu baru mendapatkan balasan?’ Padahal, dalam sebuah hubungan tidak seharusnya seperti itu.”
Dalam hubungan yang sehat, setiap tindakan seharusnya dilakukan demi keberlangsungan dan kebahagiaan hubungan itu sendiri, bukan semata-mata demi orang lain. Seseorang tidak melakukan sesuatu agar pasangannya melakukan hal yang sama atau lebih, tetapi mereka melakukan sesuatu agar kedua belah pihak sama-sama bahagia dan hubungan dapat berjalan langgeng. “Kata kuncinya adalah ‘sama-sama’. Jika hanya ‘searah’, misalnya Justin Bieber melakukan sesuatu untuk Hailey Bieber bukan demi hubungan mereka, maka itu yang disebut *exchange norm*,” jelas Dr. Pingkan.
Curahan hati Justin Bieber di Instagram, yang dilansir dari *E! News*, memang bukan kali pertama ia menyuarakan keresahannya tentang cinta. “Lelah dengan hubungan yang transaksional. Jika aku harus melakukan sesuatu agar dicintai, itu bukan cinta,” tulisnya pada unggahan 8 Juni 2025. Pesan ini muncul di tengah maraknya spekulasi publik mengenai dinamika rumah tangganya dengan model Hailey Bieber, yang ia nikahi pada tahun 2018.
Sebelumnya, pada Mei 2025, Justin juga pernah berbagi pemikiran serupa melalui Instagram Story-nya. “Cinta itu bukan soal ‘kamu dapat sesuai yang kamu beri’. Cinta itu soal menerima,” tulisnya kala itu. Ia mengakui bahwa perjuangannya untuk “mendapatkan” cinta sering kali membuatnya merasa lelah dan kehilangan arah. “Membuatku kelelahan karena merasa harus membuktikan diri layak dicintai. Cinta sejati itu diberikan secara cuma-cuma, tanpa ekspektasi,” tambahnya, menggambarkan kerinduannya akan cinta tanpa syarat.
Meskipun Justin secara terbuka membahas pergulatan emosionalnya mengenai cinta, sang istri, Hailey Bieber, telah berupaya menepis rumor miring seputar pernikahan mereka. Dalam sebuah wawancara dengan *Vogue* belum lama ini, Hailey secara tegas membantah spekulasi perceraian, menegaskan bahwa “Rumor itu tidak benar” dan rumah tangga mereka tetap solid.