Kejagung Sita Aset Miliaran Rupiah Milik Anak Riza Chalid Terkait Kasus Korupsi Pertamina Rp 193,7 Triliun
Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali mengambil langkah tegas dalam mengungkap kasus dugaan korupsi tata kelola minyak dan produk kilang Pertamina yang merugikan negara hingga Rp 193,7 triliun. Rabu (11/6), penyidik Kejagung melakukan penyitaan sejumlah aset PT Orbit Terminal Merak (PT OTM), perusahaan milik Muhammad Kerry Andrianto Riza, anak pengusaha minyak Riza Chalid. Penyitaan ini merupakan bagian dari rangkaian upaya penegakan hukum yang telah dilakukan sebelumnya, termasuk penggeledahan kantor dan rumah terkait.
Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar, membenarkan penyitaan tersebut, yang dimulai sejak pukul 07.00 WIB. Aset PT OTM yang disita meliputi satu bidang tanah seluas 31.921 m² (SHGB No. 119) dan satu bidang tanah seluas 190.694 m² (SHGB No. 32), keduanya atas nama PT OTM. Di atas lahan tersebut berdiri sejumlah infrastruktur penting, antara lain: lima tangki berkapasitas 22.400 kiloliter, tiga tangki (20.200 kiloliter), empat tangki (12.600 kiloliter), tujuh tangki (7.400 kiloliter), dua tangki (7.000 kiloliter), dua Jetty dengan daya angkut masing-masing 133.000 metrik ton dan 20.000 metrik ton, serta satu SPBU (No. 34.42414).
Harli menjelaskan, penyitaan aset PT OTM terkait dengan penanganan perkara dugaan korupsi pengadaan minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Patra Niaga (PT PPN). Untuk menjamin keberlangsungan operasional kilang, aset-aset tersebut dititipkan sementara kepada PT PPN.
Sebelumnya, pada Kamis (27/2), Kejagung telah menggeledah kantor PT OTM dan menyita 95 bundel dokumen serta dua unit handphone. Penggeledahan juga dilakukan di dua rumah milik Riza Chalid di Jakarta Selatan dan di terminal bahan bakar minyak (TBBM) Tanjung Gerem, Cilegon, Banten pada Jumat (28/2).
Kasus ini melibatkan sembilan tersangka, termasuk enam petinggi subholding Pertamina (berinisial RS, SDS, YF, AP, MK, dan EC), Muhammad Kerry Andrianto Riza (Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa), DW (Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim), dan GRJ (Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Dirut PT Orbit Terminal Merak).
Modus korupsi yang terungkap bermula dari periode 2018-2023, dimana Pertamina diduga sengaja menurunkan produksi kilang domestik untuk memaksa impor minyak mentah. Produksi minyak mentah dalam negeri dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) juga ditolak dengan alasan tidak ekonomis atau kualitas tidak sesuai, padahal sebenarnya dapat diolah dan memenuhi Harga Pembelian Sementara (HPS). Minyak mentah tersebut kemudian diekspor, sementara Pertamina melakukan impor dengan harga yang telah diatur untuk meraup keuntungan. Selain itu, terdapat dugaan mark up dalam kontrak pengiriman impor minyak mentah, yang menghasilkan fee 13-15 persen untuk Muhammad Kerry Andrianto Riza. Terdapat pula manipulasi kualitas RON pada produk kilang yang dibeli PT PPN.
Akibat perbuatan para tersangka, harga BBM naik dan pemerintah harus menanggung subsidi yang lebih besar dari APBN. Kerugian negara ditaksir mencapai Rp 193,7 triliun, dan angka ini diprediksi masih akan bertambah mengingat perhitungan sementara ini hanya mencakup tahun 2023.