Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, mangkir dari panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan korupsi dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) dari APBD Jawa Timur tahun 2019-2022. Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, membenarkan ketidakhadiran Khofifah pada Jumat (20/6), dengan alasan adanya keperluan lain dan meminta penjadwalan ulang pemeriksaan.
Sebelumnya, KPK telah memeriksa mantan Ketua DPRD Jatim, Kusnadi. Dalam kesaksiannya, Kusnadi mengungkapkan bahwa proses pengajuan dana hibah selalu dikoordinasikan dengan kepala daerah, dalam hal ini Gubernur Khofifah, yang memiliki otoritas penuh atas keputusan pencairan dana tersebut. Kusnadi bahkan secara tegas menyatakan bahwa Khofifah, sebagai kepala daerah, pasti mengetahui proses pencairan dana hibah tersebut.
Kasus ini merupakan pengembangan dari perkara mantan Wakil Ketua DPRD Jatim, Sahat Tua Simandjuntak, yang telah divonis 9 tahun penjara karena menerima suap terkait dana hibah pokir (pokok pikiran). Total dana hibah dari APBD Pemprov Jatim tahun 2020 dan 2021 yang mencapai sekitar Rp 7,8 triliun, diduga menjadi sarang praktik suap. Sahat, seorang politikus Golkar, dan Abdul Hamid diduga telah bersepakat untuk melanjutkan praktik tersebut pada tahun anggaran 2022 dan 2023.
Pengembangan kasus ini telah menetapkan 21 tersangka, meskipun identitasnya belum diungkap secara detail oleh KPK. Dari jumlah tersebut, empat tersangka merupakan penerima suap – tiga di antaranya adalah penyelenggara negara dan satu staf penyelenggara negara. Sementara, 17 tersangka lainnya berperan sebagai pemberi suap, terdiri dari 15 pihak swasta dan dua penyelenggara negara. Konstruksi kasus lengkapnya pun masih belum dibeberkan oleh pihak KPK. Ketidakhadiran Gubernur Khofifah dan keterangan mantan Ketua DPRD Jatim semakin mempertebal misteri di balik kasus korupsi dana hibah APBD Jawa Timur ini.