Pantai Botubarani, Gorontalo: Pariwisata Hiu Paus di Tengah Kontroversi
Di tengah hamparan biru Pantai Botubarani, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, terhampar sebuah atraksi wisata unik: penampakan hiu paus. Di bawah terik matahari dan debur ombak, nelayan setempat dengan sigap melayani para wisatawan yang ingin menyaksikan langsung keajaiban megafauna laut ini. Mereka menggunakan metode tradisional, memukul dayung perahu dan menebar udang kecil untuk memikat hiu paus ke permukaan. Namun, metode ini belakangan menuai kontroversi.
Seorang kreator konten baru-baru ini mengkritik praktik pemberian makan hiu paus tersebut, menyebutnya sebagai eksploitasi dan membandingkannya dengan memberi makan ikan lele. Hal ini memicu perdebatan. Menanggapi tudingan tersebut, Wawan Iko, penyelam senior Gorontalo, memberikan klarifikasi. Menurutnya, udang yang diberikan bukan untuk menjinakkan hiu paus, melainkan hanya sebagai stimulus untuk menarik mereka ke permukaan. “Jika tidak ada udang, hiu paus cenderung berada di dasar laut,” jelas Wawan. Pengalamannya selama hampir satu dekade mengamati pariwisata hiu paus di Botubarani menunjukkan bahwa tidak ada hiu paus yang menetap di lokasi tersebut. Mereka datang dan pergi, beberapa bahkan telah dipasangi pelacak dan tak kembali lagi. Bahkan, Wawan mencatat penemuan hiu paus berukuran kurang dari 1 meter di tahun 2016 yang lebih sering berada di dasar laut.
Kondisi perairan Botubarani sendiri memang memiliki daya tarik tersendiri bagi hiu paus. Kedalaman pantai yang curam, mencapai 30-50 meter hanya 10 meter dari bibir pantai, dipadu letaknya yang diapit Tanjung Inengo dan Botubarani, menciptakan perairan yang relatif tenang meskipun saat musim ombak. “Kontur dasar pantai yang langsung curam ini tampaknya nyaman bagi hiu paus,” tambah Wawan. Ia juga mengamati bahwa hiu paus yang muncul di perairan Botubarani semuanya berjenis kelamin jantan dan masih berusia remaja.
Plt. Kepala Bidang Pengelolaan Ruang Laut dan PSDKP DKP Provinsi Gorontalo, Hartaty Isima, turut memberikan penjelasan. Ia menegaskan bahwa aturan sebenarnya melarang interaksi langsung seperti memberi makan dan menyentuh hiu paus. Namun, ia menjelaskan bahwa udang yang ditebar hanya sebagai stimulus, bukan makanan utama. “Efeknya ada, tapi tidak besar, tidak signifikan,” ujarnya. Hartaty menambahkan bahwa keberadaan tiga rumpon di zona interaksi, yang kaya akan plankton dan ikan kecil, merupakan daya tarik utama bagi hiu paus, bukan udang yang diberikan wisatawan. Hasil tagging dan pemantauan dari berbagai pihak, termasuk WWF dan Conservation International, menunjukkan bahwa hiu paus di Botubarani tetap bermigrasi lintas negara.
Demi menjaga kelestarian habitat hiu paus, Pemerintah Provinsi Gorontalo berupaya membentuk kawasan konservasi laut di Botubarani, serupa dengan yang telah ada di Olele. Edukasi kepada masyarakat dan pelaku wisata terus digencarkan, termasuk mengganti praktik pemberian limbah udang dengan udang kecil sebagai umpan. DKP Gorontalo berkolaborasi dengan BPSPL Makassar untuk melakukan monitoring biofisik menyeluruh, mencakup kondisi habitat, sumber daya ikan, dan biodiversitas laut. Hasil monitoring menunjukkan formasi karang unik berbentuk pinnacle di beberapa lokasi, menambah kekayaan ekosistem kawasan ini.
Hartaty menekankan bahwa pengelolaan wisata hiu paus di Botubarani didasarkan pada tiga prinsip utama: melindungi, melestarikan, dan memanfaatkan. “Tujuannya agar konservasi laut berjalan seiring dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat,” tegasnya. Dengan dukungan berbagai instansi dan pemantauan berkelanjutan, Pemerintah Provinsi Gorontalo berkomitmen untuk menjaga kelestarian kawasan konservasi laut Botubarani, demi keberlangsungan hidup hiu paus dan kesejahteraan masyarakat pesisir.