Kontroversi pelibatan TNI-Polri dalam MPLS di Jabar – ‘Tujuannya biar anak nyaman di sekolah, kok malah undang polisi dan tentara?’

Avatar photo

- Penulis Berita

Kamis, 17 Juli 2025 - 10:16 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Sejumlah siswa sekolah di Jawa Barat mengaku tegang ketika mengikuti sesi bersama TNI dan Polri selama Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) pekan ini. Pakar menganggap “unsur militeristik” dalam MPLS ini tidak tepat.

“MPLS adalah momentum untuk memperkenalkan lingkungan sekolah yang menyenangkan dan nyaman bagi siswa. Pelibatan TNI dan Polri justru mengurangi makna MPLS itu sendiri,” ujar Ketua Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Retno Listyarti, kepada BBC News Indonesia.

Isu ini mencuat setelah Pemprov Jabar memutuskan untuk melibatkan TNI-Polri dalam MPLS. Keputusan ini bertolak belakang dengan sikap pemerintah pusat di bawah Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemdikdasmen).

Sebelumnya, Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Atip Latipulhayat, mendorong Pemporov Jabar untuk mengikuti pedoman yang sudah dikeluarkan kementeriannya dalam melaksanakan MPLS.

“Tidak ada pelibatan di luar ketiga unsur tersebut, termasuk TNI-Polri, di MPLS,” kata Atip kepada Tempo.

Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim, menganggap perbedaan sikap ini menunjukkan Kemdikdasmen “tidak punya marwah di depan pemerintah provinsi, khususnya Jawa Barat.”

Lebih jauh, Satriwan melihat Pemprov Jabar di bawah Gubernur Dedi Mulyadi kerap membuat kebijakan yang melenceng dari rambu-rambu Kemdikdasmen.

“Ini tentu tidak baik bagi iklim tata kelola pendidikan dan tata kelola sekolah di Indonesia,” kata Satriwan saat berbincang dengan BBC News Indonesia.

Dalam pemaparannya di SMKN 1 Kota Bekasi, pihak TNI menjelaskan bahwa kehadiran mereka sesuai dengan nota kesepahaman antara KASAD dan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.

Sementara itu, Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat, Herman Suryatman, membantah pihaknya tidak mematuhi pedoman Kemdikdasmen soal MPLS.

“Siapa bilang ada larangan? Tidak ada, dan kami sudah ikuti semua pedoman itu,” ujar Herman.

‘MPLS sama pak polisi dan TNI deg-degan, takut’

Pada Selasa (15/07) pukul 06.30 WIB, siswa baru SMKN 1 Kota Bekasi sudah berkumpul di sekolah untuk mengikuti sesi MPLS hari kedua.

Sebelum masuk kelas pada [agi hari, mereka mengikuti pelajaran baris berbaris yang dipimpin langsung oleh anggota TNI dan Polri.

Setelah itu, para siswa dibagi menjadi dua kelompok. Setiap kelompok bergantian mengikuti sesi pemaparan dari TNI dan Polri.

Pada sesi pemaparan Polri, para siswa menerima penjelasan mengenai bahaya narkoba, psikotropika, dan zat adiktif (NAPZA) dan judi online.

Para siswa duduk bersama di lantai, sementara pihak kepolisian menjelaskan sambil berdiri.

Suasana serupa terlihat di ruang pemaparan TNI. Sambil berdiri, perwakilan TNI menjelaskan mengenai kedisiplinan dan bela negara kepada siswa yang duduk di lantai.

“Sama pak polisi dan TNI tadi deg-degan, takut. Karena tegas kali, ya? Jadi kayaknya kayak ngeri-ngeri gitu. Suasananya lebih tegang,” ujar seorang pelajar saat ditemui setelah sesi MPLS.

Siswa lainnya mengaku juga merasa tegang.

“Tegang, tapi berguna karena kita mungkin jadi lebih disiplin,” tuturnya.

Hendri Yeni, guru sekaligus ketua pelaksana MPLS di SMKN 1 Kota Bekasi, mengatakan bahwa mereka sudah biasa melibatkan TNI dan Polri dalam MPLS di tahun-tahun sebelumnya.

Menurutnya, untuk beberapa materi, seperti bahaya NAPZA dan judi online, akan lebih menempel di ingatan siswa jika disampaikan langsung oleh pihak berwenang.

“Kalau disampaikan guru mungkin mereka sudah biasa, suasananya juga menyenangkan dan tidak boleh menyeramkan. Kalau sama yang berwenang, pasti kan vibes-nya juga beda, jadi anak-anak lebih ingat,” katanya.

Rizka dan Affan hanya mengangguk mendengar penjelasan Hendri.

‘MPLS biar anak nyaman, kok malah undang polisi dan tentara?’

Ketua Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Retno Listyarti, mengaku prihatin mendengar laporan mengenai perasaan para siswa di Jabar ketika mengikuti MPLS.

“MPLS itu kan sebenarnya untuk pengenalan biar anak-anak nyaman di sekolah. Kok malah undang polisi dan tentara? Tentu anak takut dan tujuan MPLS-nya tidak tercapai,” tutur Retno.

Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Atip Latipulhayat, sendiri sudah buka suara mengenai pelibatan TNI dan Polri dalam MPLS di Jabar ini.

Ia mendorong Pemporov Jabar untuk mengikuti pedoman yang sudah dikeluarkan kementeriannya dalam melaksanakan MPLS.

Atip merujuk pada pedoman yang tertera dalam Surat Edaran Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 10 Tahun 2025 tentang Pelaksanaan MPLS Ramah.

Dalam surat edaran itu, dijabarkan berbagai tujuan MPLS. Intinya, MPLS digelar untuk memperkenalkan lingkungan sekolah, mulai dari tata tertib, kurikulum, hingga ekstrakurikuler.

Merujuk pada surat itu, MPLS harus dilaksanakan dengan memberikan pengalaman belajar yang “berkmakna dan menggembirakan.”

Untuk mencapai tujuan itu, kata Atip, MPLS Ramah melibatkan panitia, Dinas Pendidikan, dan Kemendikdasmen.

“Tidak ada pelibatan di luar ketiga unsur tersebut, termasuk TNI-Polri, di MPLS,” kata Atip kepada Tempo.

Atip kemudian menekankan bahwa pihak panitia MPLS sendiri bukan siswa anggota OSIS, melainkan guru dan tenaga pendidikan di masing-masing sekolah.

Perbedaan pedoman dan praktik ini dipertanyakan Ketua Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Retno Listyarti.

“Di pedomannya saja bahkan murid atau senior sekolah tidak boleh jadi panitia. Tentara dan polisi ini mau ngapain?” tutur Retno.

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengatakan dirinya tidak masalah dengan dilibatkannya unsur TNI-Polri dalam MPLS.

“Ya enggak apa-apa, itu kan upacara. Yang ngajarin upacara, baris berbaris, sikap sempurna, pendidikan kedisiplinan yang punya TNI-Polri,” katanya kepada wartawan di Bandung pada Senin, 14 Juli 2025.

Dia kemudian menyebut kasus-kasus geng motor yang, menurutnya, beranggotakan anak-anak dan remaja. Dedi mengklaim, TNI-Polri merupakan unsur yang tepat untuk melakukan pencegahan di sekolah.

“Kita mulai pembinaan dari sekolah. Makanya, TNI-Polri dilibatkan untuk melakukan pencegahan dini terhadap berbagai perilaku menyimpang yang dialami oleh anak-anak sekolah. Nanti polisi itu punya catatan di setiap sekolah,” ucapnya.

Dalam pemaparannya di SMKN 1 Kota Bekasi, pihak TNI menjelaskan bahwa kehadiran mereka sesuai dengan MoU antara KASAD dan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.

Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat, Herman Suryatman, mengamini bahwa kehadiran TNI dan Polri dalam MPLS memang sesuai kesepakatan dengan pemprov.

Herman juga mengklaim pedoman MPLS yang dikeluarkan Kemendikdasmen tidak secara tegas melarang pelibatan TNI dan Polri.

“Siapa bilang ada larangan? Tidak ada, dan kami sudah ikuti semua pedoman itu,” ujar Herman.

Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim, mengatakan memang tak ada aturan yang terang-terangan menyebut larangan pelibatan pihak luar.

Namun, ia juga tak melihat urgensi pelibatan TNI dan Polri, apalagi jika ingin mencapai tujuan MPLS yang menggembirakan bagi anak.

“Kalau yang diajarkan baris berbaris, misalnya, itu bisa dilakukan saat sudah masuk proses pembelajaran. Itu pun tidak perlu sampai TNI [yang mengajarkan],” tutur Satriwan.

Retno sependapat. Menurutnya, pemaparan mengenai bahaya NAPZA dan judi online juga tak perlu sampai melibatkan kepolisian yang “selalu memakai sudut pandang hukum” dalam menyampaikan materi.

“Kalau mau ada orang luar menjelaskan soal ini ke anak sekolah, sebenarnya itu lebih kepada psikolog. Mereka diajarkan konsep diri, mau jadi orang seperti apa yang baik, tentu akhirnya mereka akan menjauhi narkoba.”

Namun, Herman Suryatman mengatakan Pemprov Jabar melibatkan TNI dan Polri untuk menyampaikan materi-materi itu agar anak-anak bisa lebih paham konsekuensi.

Ia juga mengklaim sudah menentukan koridor keterlibatan TNI dan Polri untuk memastikan “tak ada unsur militeristik di dalam sekolah seperti yang dikhawatirkan banyak orang.”

Jejak ‘militeristik’ dalam dunia pendidikan di bawah Dedi Mulyadi

Pelibatan TNI dalam MPLS di Jabar ini dianggap menambah panjang jejak “militeristik” dalam dunia pendidikan di bawah kepemimpinan Gubernur Dedi Mulyadi, menurut Retno Listiyarti.

“Jawa Barat ini memang kayaknya senang banget sama militer, kemudian pendidikan di-militer-kan juga,” ujar Retno.

Retno lantas menjabarkan sejumlah kebijakan Dedi yang ia anggap membawa unsur militeristik di dunia pendidikan.

Pertama, kebijakan Dedi untuk memasukkan anak yang dianggap nakal ke barak.

Kedua, penetapan jam malam bagi siswa.

Ketiga, kewajiban masuk sekolah lebih pagi, yaitu pukul 06.30 WIB.

“Dia [Gubernur Dedi Mulyadi] kacamatanya pendidikan yang baik itu disiplin. Di mata dia, disiplin hanya bisa militer. Jadi anak yang baik itu yang disiplin seperti militer. Cara berpikir itu keliru,” katanya.

“Kalau dari kacamata pemerhati pendidikan dan anak, anak yang baik itu anak yang bisa menjadi dirinya sendiri, bisa berkreasi, bisa berpendapat, bisa kritis, dan akhirnya mencapai potensi dirinya.”

Ia menganggap Dedi kerap melupakan aspek psikologi anak ketika menetapkan kebijakan pendidikan.

“Anak, apalagi yang di bawah 18 tahun, itu perkembangan psikologinya sedang suka membangkang. Mereka lebih nyaman dengan orang yang menunjukkan kepedulian, bukan yang seperti otoriter,” kata Retno.

Retno mengatakan bahwa Dedi seharusnya melibatkan anak, orang tua, dan akademisi dalam menyusun kebijakan pendidikan.

“Tidak bisa top down. Mari tempatkan anak di posisi yang penting. Perspektif mereka itu penting. Kalau kita lupa rasanya jadi anak, tanya ke mereka. Kebijakan publik itu tidak sekadar kajian ilmiah,” katanya.

Lebih jauh, Satriwan Salim juga menganggap kebijakan Dedi Mulyadi di bidang pendidikan sering bertentangan dengan pemerintah pusat.

Sebelum polemik pelibatan TNI dalam MPLS, Kemdikdasmen juga pernah mengingatkan Dedi Mulyadi ketika gubernur Jabar itu menetapkan jam masuk sekolah pukul 06.00 WIB pada Juni lalu.

Sejumlah pihak mengeluhkan kebijakan itu karena pada akhirnya, anak-anak akan kurang istirahat jika harus berangkat lebih pagi.

“Ini kan ada ketentuan kementerian tentang berapa lama belajar di sekolah, kemudian juga hari-hari sekolah itu ada ketentuannya di kementerian,” ujar Mendikdasmen Abdul Mu’ti saat itu.

“Jadi sebaiknya semua pihak memahami apapun kebijakannya. Kami harapkan senantiasa mengacu kepada apa yang sudah menjadi kebijakan di kementerian.”

Satriwan Salim menganggap perbedaan sikap antara Pemprov Jabar dan pemerintah pusat ini akan membingungkan guru dan murid.

Selain itu, Satriwan menganggap sikap Dedi juga akan merusak “marwah Kemdikdasmen”.

“Sering sekali gubernur Dedi Mulyadi ini membuat kebijakan yang melenceng dari rambu-rambu yang diatur oleh Kemdikdasmen. Ini tentu tidak baik bagi iklim tata kelola pendidikan dan tata kelola sekolah di Indonesia,” katanya.

Ia pun mendesak Presiden Prabowo Subianto langsung turun tangan menegur Dedi.

“Menteri pendidikan tidak punya otoritas langsung, jadi saya pikir presiden harus mengingatkan gubernur karena gubernur ini kan juga kader dari partainya presiden,” ucap Satriwan.

  • Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi kirim pelajar ‘bandel’ ke barak militer – Apa akibatnya?
  • Jam malam bagi pelajar di Jawa Barat, apa pro dan kontranya?
  • Polemik ‘gubernur konten’ Dedi Mulyadi – Wacana kebijakan yang bikin gaduh atau ‘investasi politik’?
  • Kasus pembubaran paksa retret di Cidahu Sukabumi – Bagaimana kronologinya?
  • Vasektomi syarat bansos? – ‘Kalau mau berantas kemiskinan, perluas lapangan kerja dan tingkatkan upah’
  • Bupati Purwakarta segel gereja GKPS, pengurus gereja: ‘Kami ingin ibadah Paskah di gereja sendiri’
  • ‘Saya sudah muak’ – Banjir berulang di Bekasi-Jakarta-Tangsel bikin warga luapkan kekesalan, pemerintah dituding tidak pernah serius menanganinya

Berita Terkait

Pelibatan Tentara di MPLS, TNI: Tujuannya Disiplin, Bukan Militerisasi
Suriah Tarik Pasukan dari Wilayah Kaum Druze Usai Serangan Israel
Komisi III: RUU KUHAP Berpotensi Gagal Disahkan
Israel Bombardir Suriah, Istana Presiden hingga Markas Militer Jadi Target
Menlu AS Sebut Sudah Ada Kesepakatan Akhiri Pertempuran di Suriah
DPR setuju tambah anggaran Kementerian Transmigrasi hingga Rp1,7 triliun – Mengapa transmigrasi digencarkan?
Sekjen PBB Kecam Serangan Israel ke Suriah
Impor Pertanian AS: Trump Klaim RI Setuju, Pengamat Wanti-Wanti!

Berita Terkait

Kamis, 17 Juli 2025 - 12:29 WIB

Pelibatan Tentara di MPLS, TNI: Tujuannya Disiplin, Bukan Militerisasi

Kamis, 17 Juli 2025 - 11:04 WIB

Suriah Tarik Pasukan dari Wilayah Kaum Druze Usai Serangan Israel

Kamis, 17 Juli 2025 - 10:16 WIB

Kontroversi pelibatan TNI-Polri dalam MPLS di Jabar – ‘Tujuannya biar anak nyaman di sekolah, kok malah undang polisi dan tentara?’

Kamis, 17 Juli 2025 - 08:31 WIB

Komisi III: RUU KUHAP Berpotensi Gagal Disahkan

Kamis, 17 Juli 2025 - 07:42 WIB

Israel Bombardir Suriah, Istana Presiden hingga Markas Militer Jadi Target

Berita Terbaru

Fashion And Style

Rambut Gondrong Kece: 5 Tips Mudah Perawatan & Penataan!

Kamis, 17 Jul 2025 - 20:39 WIB

Sports

Japan Open 2025: Putri KW Ancam Miyazaki di Tunggal Putri!

Kamis, 17 Jul 2025 - 20:32 WIB