Koperasi Merah Putih diresmikan Prabowo – Potensi korupsi dan kebocoran anggarannya diperkirakan triliunan rupiah, bisakah dicegah?

Avatar photo

- Penulis Berita

Selasa, 22 Juli 2025 - 13:56 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Presiden Prabowo Subianto meluncurkan Koperasi Merah Putih, Senin (21/07), yang dia klaim akan memperkuat ekonomi kerakyatan. Digadang-gadang mendorong perekonomian gotong-royong, kenyataan di lapangan memperlihatkan koperasi rentan menjadi ladang korupsi.

Lembaga riset menyebut potensi korupsi mencuat bahkan di tahap pembentukan koperasi, dari pencarian modal awal yang berbasis dana desa atau pinjaman bank hingga penggelembungan biaya pendirian koperasi.

April 2025, misalnya, kepolisian menangkap pegawai sebuah koperasi di Kulon Progo, Jawa Tengah, atas dugaan korupsi dana nasabah. Kerugian negara ditaksir menyentuh miliaran rupiah.

Sebulan setelahnya, belasan ribu anggota koperasi di Magetan, Jawa Timur, mengadu ke polisi karena menjadi korban korupsi. Dana mereka yang terdampak kasus itu sebesar Rp43 miliar.

Pemerintah menyebut anggaran untuk pembentukan Koperasi Merah Putih mencapai Rp400 triliun. Nantinya, setiap koperasi bisa mendapat pinjaman modal maksimal Rp3 miliar dari bank yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).

Sebanyak lebih dari 80 ribu Koperasi Merah Putih kini diklaim telah terbentuk di tingkat desa atau kelurahan di seluruh Indonesia. Sebagian besar koperasi itu disebut pemerintah sudah berbadan hukum.

Pengawasan anggaran dinilai bakal krusial dalam Koperasi Merah Putih. Selain diaudit berkala, pemerintah disebut harus memastikan laporan keuangan koperasi itu dapat diakses publik.

Namun program koperasi yang kerap dikampanyekan Prabowo itu juga menghadapi tantangan mendasar lainnya, yaitu minat dan kemampuan warga untuk mengelola koperasi yang tak merata di setiap daerah.

‘Baru ini saya dengar [program Koperasi Merah Putih]’

Lim Sudiandoko, warga Desa Penfui Timur, Nusa Tenggara Timur, antusias dengan kehadiran Koperasi Merah Putih. Dia berharap sayur-mayur yang dia kumpulkan dapat langsung diangkut pegawai koperasi itu.

“Kami cuma tinggal mengerjakan lahan, setelah panen langsung dijual ke koperasi,” ujarnya, Senin kemarin.

Jika kenyataan sesuai harapan itu, Lim dan petani lainnya di Penfui Timur tidak perlu membawa produksi dari lahan mereka menuju ke pasar.

Jarak dari tempat Lim tinggal ke pasar lokal terdekat sekitar 10 kilometer. Ongkos yang perlu dia keluarkan untuk distribusi ini kurang lebih Rp100 sampai Rp200 ribu sekali jalan.

Ketika Koperasi Merah Putih sudah beroperasi, barang jualan milik Lim akan diambil pegawai koperasi. Dia hanya tinggal menyetor, atau mempersiapkan, saja.

“Karena Koperasi Merah Putih punya logistik, jadi langsung dijemput. Jadi, dari pengurus minta atas semua lahan kami, jika ada panen mereka langsung datang, membeli, dan ditampung ke koperasi,” ujarnya.

Menurut Lin, Koperasi Merah Putih berbeda dengan sejumlah koperasi yang pernah dia ikuti sebelumnya. Apabila koperasi yang dulu Lin bergabung hanya menawarkan fasilitas pinjaman uang, Koperasi Merah Putih disebutnya memberikan sejumlah kemudahan yang beragam.

Lin berkata, layanan koperasi ini tidak hanya gerai sembako berharga murah, tapi juga toko obat beserta klinik dan dokter yang berjaga di dalamnya.

“Terus ada gerai logistik dan juga menurut kami yang paling penting sekali adalah pertanian di mana kami punya barang yang nanti dibeli koperasi untuk dijual lagi,” ujar Lim.

Untuk menjadi anggota, Lim menebus iuran bulanan senilai Rp20 ribu. Apabila hendak sekali bayar, tahunan, tarifnya dipatok Rp200 ribu—dapat dipotong dari penjualan barang ke koperasi.

Kepala Koperasi Desa Merah Putih Penfui Timur, Gestianus Sino, berkata koperasinya telah berjalan dua bulan. Dia berharap, dengan adanya koperasi itu “usaha pertanian dari hulu ke hilir bisa memberdayakan masyarakat”.

“Artinya adalah bagaimana kami bisa beli, kami bisa jual, produk-produk dari petani atau masyarakat. Karena salah satu poin yang diangkat dalam Koperasi Merah Putih adalah bagaimana menghilangkan tengkulak,” kata Gestianus.

Gestianus menilai sejauh ini Koperasi Merah Putih di desanya berada di jalur yang tepat, walaupun para pengurus masih mendiskusikan kemungkinan penerapan pembayaran seluruhnya memakai online.

Peluncuran Koperasi Merah Putih merupakan tindak lanjut dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih yang berlaku sejak 27 Maret 2025.

Dalam peresmian Koperasi Merah Putih, Presiden Prabowo Subianto mengibaratkan koperasi seperti seikat lidi.

Ketika lidi hanya berjumlah satu, kata Prabowo, lidi itu lemah dan tidak berarti. Berbeda kalau, katakanlah, lidi itu kuantitasnya banyak: dia menjadi alat yang bermanfaat serta kuat.

Selain membangun konsolidasi ekonomi nasional, pemerintah, lewat KMP, juga ingin mengentaskan kemiskinan, membuka lapangan kerja, hingga meringkas rantai distribusi bahan-bahan pokok bagi masyarakat.

Khusus soal rantai pasok, harapannya peran tengkulak dapat ditekan dan konsumen mampu memperoleh harga produk lebih terjangkau ketika alurnya diperpendek.

“Yang desa, nelayan punya pendingin lebih besar untuk bikin es dan menjaga ikan. Kemudian sebelahnya gudang akan ada gerai-gerai untuk sembako. Ada gerai untuk simpan pinjam,” ujar Prabowo.

Secara umum, program KMP berdiri dengan berbagai fasilitas pendukung seperti kantor koperasi, gerai sembako, unit simpan pinjam, klinik serta apotek desa, ruang penyimpanan, sampai layanan distribusi logistik.

Pengembangan KMP, pemerintah melanjutkan, ditempuh menggunakan tiga strategi: pembentukan koperasi baru, pengembangan koperasi yang sudah ada, dan revitalisasi koperasi yang belum optimal.

Target pemerintah, seluruh koperasi di Indonesia dapat beroperasi dalam jangka waktu tiga bulan ke depan, sebut Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan.

“Gerakan ini sudah dimulai dari bawah, sudah berjalan. Saya pastikan 80.081 [koperasi] berdiri tegak. Satu juta pengelola siap mendampingi masyarakat desa membangun koperasi desa,” tegasnya.

“Kita harus berdaulat. Kita harus berdikari memberdayakan petani melalui sistem yang adil dan berkelanjutan. Kita bangun ekosistem pertanian berbasis desa,” imbuh Zulkifli.

Tidak semua merasakan Koperasi Merah Putih. Ice Wally, perempuan 30 tahun yang tinggal di Kampung Waena, Distrik Heram, Jayapura, Papua, bercerita dia dan masyarakat setempat belum mengetahui Koperasi Merah Putih.

“Secara langsung, dari desa, kampung ini belum mendapatkan. Belum ada informasi seperti begitu. Kami biasa dengar saja dari orang-orang,” ucap Ice yang membuka kios kecil di depan rumahnya.

Kabar yang Ice tangkap bervariasi. Dari yang dia dengar, Koperasi Merah Putih memberikan fasilitas jual-beli sembako. Warga wajib membeli sembako dari koperasi itu. Terbaru, Ice menyimak informasi yang mengatakan koperasi pemerintah lebih bergerak dalam urusan pinjaman uang.

“Jadi saya bilang ini sebenarnya koperasi apa dulu. Koperasi sembako atau memang uang. Supaya kami, masyarakat, juga paham betul,” tambahnya.

Hal serupa muncul di Makassar, Sulawesi Selatan. Nurlinda, pedagang kaki lima berusia 41 tahun, menuturkan belum mengetahui program Koperasi Merah Putih.

“Belum [tahu]. Baru ini saya dengar kamu ini yang kasih tahu,” katanya ketika ditemui, Senin (21/7).

Biasanya, Nurlinda melanjutkan, warga akan dikumpulkan untuk kegiatan sosialisasi jika pemerintah memang sedang membuat program baru.

Nurlinda menerangkan dirinya bakal ikut berpartisipasi dalam koperasi. Dia berpandangan koperasi bisa membantunya menambah modal untuk berjualan maupun membiayai sekolah anaknya.

“Kalau tidak, usaha kecil-kecilan seperti ini di mana mau ambil modalnya?” ujarnya.

Biaya iuran koperasi, Nurlinda berharap, “tidak memberatkan,” tambahnya.

“Seandainya kalau ini [koperasi] sudah ada, saya pergi langsung ke sana. Bagi saya, kalau ada iurannya yang penting tidak banyak. Tidak masalah,” tuturnya.

Tidak jauh dari lokasi Nurlinda berdagang, Lurah Tamamaung, Makassar, Taqwir Palanro, membenarkan informasi perihal belum adanya peluncuran Koperasi Merah Putih di area administratifnya.

Dia sebatas memperoleh informasi mengenai rencana pembuatan kantor sekretariat Koperasi Merah Putih yang bakal ditempatkan berdekatan dengan kelurahan.

“Datanya yang diminta untuk ketua, sekretaris, dan bendahara itu sudah diserahkan. Hanya menunggu di-launching. Katanya belum di-launching ini di kota. Masih sementara pelatihan-pelatihan,” ujarnya.

Korupsi di sektor koperasi

Terlepas dari sosialisasi yang belum merata di beberapa daerah, Koperasi Merah Putih dinilai memiliki potensi masalah yang kompleks dan serius.

Sorotan yang utama adalah potensi korupsi. Selama ini kasus korupsi di koperasi lazim dijumpai.

April silam, kepolisian menangkap pegawai koperasi di Kulon Progo, Yogyakarta, setelah melakukan korupsi yang merugikan keuangan negara hingga miliaran rupiah. Pelaku menggunakan modus seperti pengajuan kredit fiktif, mark-up pencairan pinjaman, dan tidak menyetorkan uang nasabah ke kas koperasi.

Praktik korupsi ditempuh selama 2015 sampai 2021. Salah satu saluran anggaran yang dikorupsi ialah suntikan modal dari APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) sebesar lebih dari Rp600 juta.

Sejumlah barang bukti, dari rumah sampai mobil, disita kepolisian—disinyalir dibeli dari uang hasil korupsi.

Di Magetan, Jawa Timur, ribuan nasabah koperasi simpan pinjam gagal menarik dana mereka, Mei 2025. Total dana yang tersangkut di koperasi menyentuh Rp43 miliar dari belasan ribu anggota.

Pihak kepolisian menyebut kuat dugaan pengurus koperasi telah menyelewengkan dana para nasabah.

“Setiap bulan minus Rp300 hingga Rp400 juta selama bertahun-tahun. Aset yang diklaim sebesar Rp3-4 miliar ternyata tidak ada. Nilai riil yang kami temukan hanya sekitar Rp700 juta,” terang penyidik dari Satreskrim Polres Magetan.

“Bahkan, sejak pergantian manajemen pada 2019, sejumlah aset koperasi hilang tanpa jejak.”

Sedangkan DPRD Magetan, berdasarkan informasi yang mereka himpun, menyatakan koperasi bersangkutan turut memanipulasi laporan keuangan.

“Terlihat sehat di atas kertas. Padahal, realitanya, koperasi sudah berada di ambang kolaps,” tutur salah satu anggota DPRD Magetan.

Masih pada bulan yang sama, ketua koperasi di Kementerian Agama Kabupaten Pandeglang, Banten, dicokok aparat karena korupsi yang membuat boncos keuangan negara senilai Rp1,6 miliar. Modus tersangka yakni dengan kredit fiktif.

Mundur sedikit ke belakang, tepatnya pada 2023, kelompok guru di Medan, Sumatra Utara, melaporkan pengurus koperasi guru ke Ombudsman RI sehubungan dugaan pengelolaan yang buruk.

Dana simpanan yang disetorkan ke koperasi itu, total puluhan juta untuk setiap anggota, tidak dapat ditarik.

Indikasi penyelewengan dana sudah terlihat sejak 2021 manakala aset koperasi mengalami penurunan secara signifikan, dari Rp5,07 miliar menjadi Rp1,9 miliar. Menurut para guru, hal tersebut “sangat aneh” lantaran gaji bulanan mereka seketika dipotong Rp200 ribu untuk koperasi.

Kecemasan para anggota semakin membesar setelah mendapatkan kabar mereka tidak lagi bisa meminjam dana koperasi—dan pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) yang minim.

Balik ke Koperasi Merah Putih. Studi yang dibikin Center of Economic and Law Studies (CELIOS) menjelaskan risiko korupsi dan kebocoran anggaran di program Koperasi Merah Putih mencapai Rp4,8 triliun—dari 80 ribu koperasi yang ditargetkan pemerintah.

Angka Rp4,8 triliun dikumpulkan dari risiko kebocoran anggaran di tingkat desa sebesar 20%—taksiran sesuai studi Bank Dunia—dari total potensi pembiayaan bank milik negara (Rp3 miliar).

Dengan asumsi semua Koperasi Merah Putih mendapatkan pembiayaan yang sama, nilai risiko kebocoran per unit koperasi adalah Rp60 juta setiap tahunnya. Kalikan dengan 80 ribu koperasi maka diperoleh Rp4,8 triliun.

Celah korupsi, masih mengutip studi CELIOS, berpeluang ditemukan di semua tahapan koperasi.

“Misalnya, saat pencairan modal awal, yang berasal dari dana desa ataupun pinjaman bank, rawan korupsi berupa mark-up biaya pendirian ataupun koperasi fiktif. Di tahap ini, pelaku korupsi bisa berasal dari kepala desa, pejabat daerah, maupun notaris,” jelas peneliti CELIOS, Muhamad Saleh, saat diwawancarai BBC News Indonesia, Senin (21/7).

Sementara di fase penyelenggaraan, CELIOS melanjutkan, potensi korupsi jauh lebih banyak, terpampang di delapan tahapan: mulai dari pembesaran nilai proyek hingga penggunaan dana koperasi untuk kepentingan pemilu. Penyelewengan bisa melibatkan elite desa maupun partai politik.

Sekitar 65% responden dalam studi CELIOS—melibatkan 108 kepala desa di 34 provinsi—mengindikasikan adanya celah besar di tata kelola Koperasi Merah Putih. Pendeknya, program ini rentan disusupi praktik kecurangan serta korupsi terselubung.

Potensi korupsi berhubungan erat dengan aturan hukum yang membawahi program Koperasi Merah Putih, tambah Saleh.

“Misalnya, secara kelembagaan, Koperasi Merah Putih melanggar UU Perkoperasian yang menegaskan bahwa koperasi harus dibentuk secara sukarela oleh anggota,” tutur Saleh.

Namun, pada kenyataannya, Koperasi Merah Putih “justru berdiri dari Instruksi Presiden,” Saleh menegaskan.

“Begitu pula dengan struktur, model usaha, dan mekanismenya juga seragam dari pusat,” tambahnya.

CELIOS mengungkapkan Koperasi Merah Putih rentan berkonflik atas aturan desa serta Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Pasalnya, pemerintah desa dipaksa membentuk Koperasi Merah Putih dengan cara berutang ke bank sebesar Rp3 miliar.

Saleh menyoroti bagaimana pembayaran cicilan itu bukan berasal dari keuntungan koperasi, melainkan pemotongan dana desa.

“Artinya, dana yang semestinya untuk pembangunan desa malah dipakai untuk membayar cicilan pinjaman yang keuntungannya belum pasti,” paparnya.

Temuan CELIOS memaparkan sebanyak 76% responden menolak skema pembiayaan Koperasi Merah Putih. CELIOS menyebut skema ini berisiko menciptakan korupsi terstruktur dan sistematis.

“Pengurus koperasi tidak merasa memiliki risiko, tetapi bisa menikmati dana besar tanpa pertanggungjawaban langsung kepada warga,” tandas Saleh.

Kekhawatiran bahwa korupsi menyelimuti implementasi Koperasi Merah Putih dapat berkaca dari pengelolaan dana desa.

Data Indonesia Corruption Watch (ICW) menunjukkan tren korupsi dana desa mengalami peningkatan dari 2021 sampai 2023 dengan jumlah kasus terakhir menyentuh 187. Kerugian yang dialami negara mencapai Rp162 miliar. Lebih dari 800 perangkat desa ditetapkan sebagai tersangka.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memandang salah satu faktor pemicunya yaitu pengawasan yang lemah.

Pengurus koperasi, juga perangkat desa, tak luput dari bayang-bayang tindakan hukum selama terbukti melakukan pelanggaran dalam pemberlakuan Koperasi Merah Putih. Pasal yang dipakai untuk menjerat merentang dari gratifikasi, memperkaya diri sendiri, pemalsuan dokumen, sampai menghalangi akses informasi publik.

“Mereka [pengurus koperasi dan perangkat desa] sangat potensial [diseret ke pengadilan]. Karena dana koperasi desa itu dana pinjaman bank yang dijaminkan dana desa,” ucap Saleh.

“Ini yang krusial juga. Jadi, meski bukan APBN langsung, tapi aslinya dia bisa jadi masalah karena perjanjiannya dengan perbankan tidak sesuai peruntukan.”

Pemerintah memastikan penyelenggaraan Koperasi Merah Putih telah melewati perhitungan yang tepat, termasuk urusan pencegahan korupsi.

Kementerian Koperasi, awal Mei lalu, menggandeng Kejaksaan Agung untuk mengawal jalannya Koperasi Merah Putih.

Kejaksaan Agung lantas mengenalkan aplikasi ‘Jaga Desa’ yang dimaksudkan sebagai kanal pengaduan maupun pengawasan program-program pembangunan di tingkat desa, tidak terkecuali Koperasi Merah Putih.

“Pekerjaan ini bukanlah hal yang mudah karena berkaitan langsung dengan hajat hidup rakyat. Namun, Kejaksaan Agung siap mengawal program ini melalui pendampingan hukum, legal audit, dukungan skema pembiayaan, serta perlindungan terhadap unit usaha koperasi,” ujar Jaksa Agung, Sanitiar Burhanuddin.

Ditemui para wartawan usai pelaksanaan peresmian Koperasi Merah Putih, Senin (21/7), Menteri Koperasi, Budi Arie Setiadi, menambahkan warga dapat turun gunung mengawasi keuangan koperasi.

“Presiden [Prabowo] tidak mau terulang ‘Ketua Untung Duluan’—pelesetan dari Koperasi Unit Desa (KUD)—dan itu harus diawasi oleh seluruh masyarakat,” Budi meyakinkan.

‘Jangan sampai dimakan lagi oleh elite’

Program Koperasi Merah Putih diterapkan memakai pendekatan dari pusat ke daerah, atau dikenal sebagai top-down policy. Pemerintah pusat, dalam hal ini Jakarta, memegang kendali atas setiap keputusan yang kemudian didistribusikan ke daerah-daerah di Indonesia.

Indonesia punya riwayat dengan model top-down policy ketika meluncurkan Koperasi Unit Desa (KUD) kala masa pemerintahan Soeharto (1966-1998). Kebijakan ini, sayangnya, tidak berlangsung maksimal.

Tujuan pemerintah untuk memajukan desa-desa di Indonesia justru berbuah simalakama. Pendirian koperasi, ketika Orde Baru berkuasa, malah dipakai para predator ekonomi untuk mendapatkan fasilitas dari pemerintah.

Hasilnya, koperasi tidak berkembang dan berjalan menjauh dari misi yang dituliskan dalam aturan: menjawab kebutuhan masyarakat.

Kini, pemerintahan Prabowo Subianto disebut mengulang kembali strategi Orde Baru dengan menerapkan pendekatan top-down untuk mengerjakan program Koperasi Merah Putih.

Peran pemerintah pusat dalam membentuk dan mengarahkan Koperasi Merah Putih begitu dominan, merujuk riset CELIOS.

Negara, dengan mengeluarkan instruksi presiden, surat edaran antarkementerian, serta pengkondisian kepala desa sebagai ketua koperasi, terlihat menjadikan koperasi perpanjangan tangan kebijakan pusat.

Elite lokal pun tidak absen terlibat, baik dalam lingkup penunjukan struktur pengurus koperasi, pencairan dana desa, atau distribusi program.

Alhasil, dari sini, lahir simbiosis kuasa antara aktor negara dan elite desa, membuka pelan-pelan pintu patronase, kroni, bahkan—tidak menutup kemungkinan—monopoli akses atas sumber daya ekonomi.

Di bawah rezim sekarang, model koperasi mempunyai karakter berwujud kekuasaan terpusat, kebijakan seragam, dan partisipasi warga yang sifatnya cuma formalitas, tulis CELIOS.

Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Eliza Mardian, mengatakan pendekatan top-down tidak sepenuhnya bermasalah asalkan pemerintah memperkuat kesadaran (awareness) di tingkat masyarakat.

Eliza memandang masih belum banyak yang memahami keuntungan tergabung ke lembaga ekonomi—dalam hal ini koperasi—yang bisa meningkatkan (scale up) usaha masyarakat.

Nah, di sini seharusnya pemerintah, di tahap pertama, meningkatkan awareness masyarakat terkait pentingnya koperasi untuk scale up usaha mereka,” ujarnya saat dihubungi BBC News Indonesia, Senin (21/7).

Peningkatan kesadaran adalah faktor yang krusial, jelas Eliza, mengingat ambisi pemerintah dalam Koperasi Merah Putih sangatlah besar.

Dengan kesadaran—sekaligus pemahaman—yang ideal, potensi program ini berakhir bencana dapat diminimalisir karena semua pihak mampu mengawasi jalannya Koperasi Merah Putih secara efektif dan kritis.

Target besar pemerintah yang tertuang melalui Koperasi Merah Putih termaktub, salah satunya, dalam jumlah koperasi yang ingin dioperasikan. Angka lebih dari 80 ribu koperasi, menurut Eliza, “cukup berat.”

“Artinya, setiap desa harus punya satu koperasi. Pemerintah jangan melihat angka-angka dalam capaian kuantitatif. Tapi, targetnya harus diganti dengan indikator kualitas dan keberlanjutan koperasi itu sendiri,” Eliza menganalisa.

Lalu, mengenai pembukaan lapangan kerja yang diwacanakan mencapai jutaan, Eliza mengingatkan agar perputaran ekonomi di Koperasi Merah Putih benar-benar diserap oleh masyarakat—bukan elite atau kelompok politik tertentu.

“Kue ekonomi dari koperasi desa harus banyak dinikmati masyarakat desa,” tegasnya.

Masalah pembiayaan Koperasi Merah Putih yang memerlukan—serta memutar—anggaran begitu besar melahirkan kecemasan bahwa praktik korupsi akan muncul selama masa penerapan program ini.

Terdapat tiga langkah pencegahan yang bisa dilakukan pemerintah, tandas Eliza.

Pertama, pemilihan pengurus koperasi disandarkan kepada SDM (Sumber Daya Manusia) yang kompeten—atau profesional di bidangnya, terutama kecakapan dalam bisnis dan manajemen.

Penunjukkan pengurus yang tidak berkualifikasi, lebih-lebih jika diangkat karena faktor kedekatan dengan pejabat tertentu, hanya akan “jadi sarang korupsi baru,” ujar Eliza.

Laporan keuangan dari koperasi, di lain sisi, faktor kedua, juga wajib hukumnya untuk dapat diakses dengan mudah oleh publik. Koperasi, kata Eliza, “dikelola seperti halnya sebuah perusahaan.”

Pengelolaan keuangan yang buruk hanya akan menciptakan jurang permasalahan yang lebih mengerikan.

“Risiko gagal bayar, non-performing loan (NPL) meningkat, dan risikonya sistemik ke keuangan kita. Kinerja himbara [himpunan bank negara] pun dipertaruhkan,” kata Eliza.

Menyoal penyaluran pinjaman dari bank negara, ini poin yang ketiga, Eliza menilai sebaiknya didistribusikan dengan bertahap. Pemberian modal berjumlah besar dalam sekali kirim cukup membuka pintu, sekali lagi, penyelewengan.

Peran pembiayaan dari bank dapat dimunculkan saat koperasi tersebut membutuhkan bantuan untuk ekspansi, misalnya, meskipun syarat utamanya harus dipenuhi terlebih dahulu: dijalankan secara profesional.

Pembentukan koperasi merupakan upaya untuk membangun kemandirian ekonomi serta ruang bagi pengusaha skala kecil agar tidak tergilas roda kapitalisme besar—perusahaan.

Di Indonesia, koperasi hadir erat kaitannya dengan perlindungan terhadap para petani, pedagang, dan nelayan.

Paradigma semacam itu, Eliza melihat, ingin dikokohkan oleh rezim Prabowo, melengkapi jargon-jargon populis yang selama ini mewarnai kemudi pemerintahannya.

Dalam semesta Prabowo, rakyat Indonesia harus diutamakan dan diberi porsi lebih untuk menggapai titik kesejahteraan, dan kesempatan itu dapat terwujud melalui Koperasi Merah Putih—juga program lainnya seperti Makan Bergizi Gratis (MBG).

Pertanyaannya: apakah dapat tercapai? Terlalu dini untuk menyimpulkan. Meski begitu, Eliza mewanti-wanti.

“Jangan sampai Koperasi Merah Putih jadi sumber bancakan baru dan memperparah elite capture yang selama ini sudah terjadi,” ujarnya.

Theo Kellen (Jayapura), Darul Amri (Makassar), dan Eliazar Robert (Kupang) berkontribusi dalam laporan ini.

  • Apakah Koperasi Merah Putih yang dibutuhkan para petani? – ‘Kami trauma dengan model-model seperti ini’
  • Jauh dari pinjol dan rentenir – Kisah Mamiek merawat koperasi dan ‘memberantas bank keliling’
  • Warteg: Komunitas yang membantu para pengusaha Warung Tegal bertahan di tengah inflasi besar-besaran
  • Dana desa: Sumber korupsi atau pendorong pembangunan desa?
  • Aliran dana ke desa fiktif: Potret ‘buruknya pengawasan’ pengelolaan anggaran puluhan triliun rupiah?
  • Kemampuan perencanaan aparat ‘lemah’, korupsi dana desa meningkat
  • Program makan bergizi gratis andalan Presiden Prabowo Subianto ‘belum memenuhi standar kebutuhan gizi’
  • Ribuan siswa keracunan Makan Bergizi Gratis, orang tua trauma dan larang anaknya konsumsi MBG – ‘Bukannya meringankan malah mau membunuh’
  • Menu MBG bahan mentah jadi sorotan, pengawasan dipertanyakan – ‘BGN seharusnya menjalankan fungsi kontrol’
  • Potret kebijakan publik pemerintahan Prabowo-Gibran – Viral dulu, cabut kemudian
  • Rangkap jabatan menteri – ‘Kalau menteri saja dilarang, apalagi wakil menteri’
  • Di balik retorika ‘waspadai kekuatan asing’ ala Presiden Prabowo Subianto – ‘Prabowo adu domba warga dengan warga’

Berita Terkait

BEM UGM Keluar dari BEM SI, Ketua BEM KM UGM: Kami Ingin Jaga Independensi Gerakan
DPR Klaim Terbuka untuk Rapat Bahas RUU KUHAP dengan Korban Ketidakadilan Hukum
Respons Kemlu soal Eks Marinir Satriya Ingin Jadi WNI Lagi
BPOM Bakal Temui Kemenhan Bahas Distribusi Obat TNI ke Koperasi Desa Merah Putih
Tom Lembong Banding: Pengacara Yakin Tak Ada Korupsi, Hakim Kabulkan?
Momen Langka: Prabowo Makan Bareng Jokowi, Gibran, Aris Marsudiyanto!
Koperasi Desa Merah Putih Prabowo: Cara Daftar Mudah & Cepat!
Prabowo Ungkap Serakahnomics: Apa Itu dan Dampaknya?

Berita Terkait

Selasa, 22 Juli 2025 - 13:56 WIB

Koperasi Merah Putih diresmikan Prabowo – Potensi korupsi dan kebocoran anggarannya diperkirakan triliunan rupiah, bisakah dicegah?

Selasa, 22 Juli 2025 - 13:42 WIB

BEM UGM Keluar dari BEM SI, Ketua BEM KM UGM: Kami Ingin Jaga Independensi Gerakan

Selasa, 22 Juli 2025 - 13:07 WIB

DPR Klaim Terbuka untuk Rapat Bahas RUU KUHAP dengan Korban Ketidakadilan Hukum

Selasa, 22 Juli 2025 - 12:31 WIB

Respons Kemlu soal Eks Marinir Satriya Ingin Jadi WNI Lagi

Selasa, 22 Juli 2025 - 08:20 WIB

BPOM Bakal Temui Kemenhan Bahas Distribusi Obat TNI ke Koperasi Desa Merah Putih

Berita Terbaru

Entertainment

Liam Gallagher Sentil Coldplay? Fans Heboh Soal Kamera Konser!

Selasa, 22 Jul 2025 - 20:35 WIB

Entertainment

DJ Panda Dibatalkan! Efek Erika Carlina? Drama DJ Viral Terungkap!

Selasa, 22 Jul 2025 - 20:21 WIB

Public Safety And Emergencies

Misteri Kematian Diplomat Arya Daru: Kompolnas Ungkap Fakta Baru TKP

Selasa, 22 Jul 2025 - 19:39 WIB