KPK Usut Tuntas Aliran Dana Mega Korupsi Proyek Jalan Sumut: Libatkan Pejabat hingga Swasta
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semakin intensif mengusut tuntas aliran dana suap dalam kasus korupsi pembangunan sejumlah proyek jalan di Sumatera Utara (Sumut). Penyelidikan mendalam ini dilakukan untuk mengungkap seluruh pihak yang diduga menerima keuntungan haram dari praktik curang tersebut.
Kasus ini terungkap berawal dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK di Mandailing Natal, Sumut. Dari OTT tersebut, ditemukan indikasi dua perkara berbeda yang saling terkait. Pertama, proyek pembangunan jalan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumut. Kedua, proyek di Satuan Kerja Pembangunan Jalan Nasional (Satker PJN) Wilayah 1 Sumut. Total nilai kedua proyek yang menjadi objek korupsi ini mencapai fantastis Rp 231,8 miliar.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan bahwa pihaknya telah memperoleh informasi krusial mengenai penarikan uang senilai Rp 2 miliar. Dana jumbo tersebut diduga ditarik oleh Dirut PT DNG, M. Akhirun Efendi Siregar, bersama Direktur PT RN, M. Rayhan Dulasmi Pilang, yang keduanya berperan sebagai pihak swasta. Uang ini diduga kuat menjadi pelicin agar perusahaan mereka ditunjuk sebagai pemenang proyek-proyek tersebut.
Pada saat penangkapan M. Akhirun Efendi Siregar dan M. Rayhan Dulasmi Pilang bersama sejumlah pihak lainnya, KPK berhasil menyita salah satu barang bukti berupa uang tunai sebesar Rp 231 juta. Jumlah ini diduga hanya sebagian kecil atau sisa dari komitmen *fee* suap proyek pembangunan jalan yang telah didistribusikan. “Tadi kan dari Rp 2 miliar nih yang kita ketahui awal itu, uang Rp 2 miliar itu kemudian sudah didistribusikan. Nah, ada yang diberikan secara tunai, ada juga yang ditransfer, dan ada yang masih sisa yang Rp 231 [juta],” jelas Asep dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Sabtu (28/6).
Menyusul temuan awal ini, Asep pun menegaskan komitmen KPK untuk menelusuri setiap jejak aliran uang yang diduga terkait dengan suap proyek pembangunan jalan tersebut. “Tentunya ini juga kami sedang mencari dan mengikuti ke mana saja uang tersebut didistribusikan,” ujarnya. Untuk memaksimalkan upaya penelusuran ini, KPK secara aktif berkoordinasi dan bekerja sama dengan *stakeholder* lain, termasuk Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dalam skema “follow the money”.
Pengusutan aliran dana ini, menurut Asep, akan menyasar siapa pun yang diduga menerima aliran dana haram tersebut, tanpa pandang bulu. “Nah kita tentu akan panggil, akan kita minta keterangan, apa dan bagaimana sehingga uang itu bisa sampai kepada yang bersangkutan. Jadi tidak ada dalam hal ini yang akan kita kecualikan,” tutur Asep, sembari menambahkan bahwa “Kalau memang bergerak ke salah seorang, misalkan ke kepala dinas yang lain atau ke Pak Gubernurnya, kita akan minta keterangan, kita akan panggil dan kita mintakan. Ditunggu saja ya.” Pernyataan ini mengindikasikan kemungkinan pengembangan kasus ke level yang lebih tinggi dan melibatkan pejabat yang lebih krusial.
Dalam kasus korupsi proyek jalan di Sumut ini, KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka. Tiga di antaranya berperan sebagai tersangka penerima suap, yakni:
* Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut, Topan Obaja Putra Ginting;
* Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut, Rasuli Efendi Siregar; dan
* PPK Satuan Kerja Pembangunan Jalan Nasional (Satker PJN) Wilayah 1 Provinsi Sumatera Utara, Heliyanto.
Sementara itu, dua tersangka pemberi suap adalah:
* Direktur Utama PT DNG, M. Akhirun Efendi Siregar; dan
* Direktur PT RN, M. Rayhan Dulasmi Pilang.
Modus operandi dalam kasus ini diduga melibatkan kesepakatan jahat antara pihak swasta dengan pejabat terkait. Akhirun dan Rayhan, sebagai pihak pemberi suap, berambisi mendapatkan proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR dan Satker PJN Wilayah 1 Sumut. Untuk memuluskan ambisi tersebut, mereka memberikan sejumlah uang sebagai uang suap kepada Topan, Rasuli, dan Heliyanto. Para pejabat ini kemudian diduga merekayasa proses pengaturan melalui *e-katalog* agar perusahaan yang dipimpin oleh Akhirun dan Rayhan secara ilegal ditunjuk sebagai pemenang lelang proyek, tanpa melalui mekanisme dan ketentuan dalam proses pengadaan barang dan jasa yang semestinya.
Atas perbuatan mereka, para tersangka dijerat dengan pasal-pasal berlapis. Topan, Rasuli, dan Heliyanto disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sementara itu, Akhirun dan Rayhan disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Kelima tersangka kini telah ditahan di Rutan Cabang KPK Gedung Merah Putih selama 20 hari pertama, terhitung mulai tanggal 28 Juni hingga 17 Juli 2025, sebagai bagian dari proses penyidikan lebih lanjut.