Mizuho Leasing Indonesia (VRNA) Terperosok Rugi Rp 2,57 Miliar, Piutang Macet UMKM Jadi Biang Kerok Utama
Jakarta – Emiten pembiayaan investasi PT Mizuho Leasing Indonesia Tbk (VRNA) mencatat kerugian signifikan sebesar Rp 2,57 miliar per 31 Maret 2025. Angka ini berbalik drastis dari periode yang sama tahun sebelumnya, di mana perseroan masih membukukan laba sebesar Rp 8,15 miliar. Direktur Utama Mizuho Indonesia, Konosuke Mizuta, mengungkapkan bahwa pergeseran dari laba menjadi rugi ini utamanya disebabkan oleh melonjaknya piutang bermasalah atau *overdue*, khususnya pada unit bisnis retail.
Menurut Konosuke, penyebab utama dari kondisi keuangan yang merosot ini adalah peningkatan substansial pada beban penyisihan kerugian penurunan nilai. Beban ini membengkak sebesar 50,64 persen, dari Rp 20,79 miliar per Maret 2024 menjadi Rp 31,31 miliar pada Maret 2025. Peningkatan beban inilah yang akhirnya menggerogoti profitabilitas perseroan sepanjang periode Januari-Maret 2025.
Selain itu, Konosuke menjelaskan bahwa kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih, ditambah dinamika global, turut memperkeruh situasi. Faktor-faktor ini mengakibatkan penurunan pendapatan, khususnya bagi masyarakat segmen kelas menengah yang mayoritas bergerak di sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Ketika pendapatan UMKM tertekan, daya beli mereka pun ambles, yang berujung pada peningkatan tunggakan kredit secara signifikan.
Tak heran jika segmen UMKM menjadi konsumen yang paling berkontribusi terhadap beban kerugian penurunan nilai. Konosuke secara spesifik menyebutkan, “Jenis konsumen yang paling berkontribusi terhadap peningkatan beban kerugian penurunan nilai adalah konsumen ritel, khususnya yang berasal dari sektor UMKM dengan jaminan pembiayaan kendaraan bermotor roda empat.” Kondisi piutang bermasalah ini secara langsung memicu kenaikan rasio piutang pembiayaan bermasalah (NPF) Mizuho Indonesia. Tercatat, NPF perseroan mencapai 0,71 persen per Maret 2025, melonjak dari 0,42 persen pada periode yang sama tahun lalu.
Di samping masalah piutang, Mizuho Indonesia juga dihadapkan pada kenaikan beban operasional lainnya yang cukup signifikan. Beban bunga dan keuangan meningkat 11,19 persen, dari Rp 31,26 miliar per Maret 2024 menjadi Rp 34,76 miliar tahun ini. Senada, beban kepegawaian juga naik 7,89 persen, dari Rp 34,10 miliar per Maret 2024 menjadi Rp 36,79 miliar pada periode yang sama tahun ini.
Mirisnya, kondisi ini diperparah oleh praktik oknum Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang mengambil keuntungan dari konsumen yang menunggak kredit. “Masih banyaknya oknum Lembaga Swadaya Masyarakat yang mengambil keuntungan dari konsumen yang menunggak menjadi kendala tersendiri yang turut menyebabkan peningkatan biaya penagihan dan kerugian penyelesaian kredit,” ungkap Konosuke.
Menyikapi tantangan ini, anak usaha Mizuho Leasing Co. Ltd. asal Jepang tersebut berencana untuk memperketat kebijakan penyaluran kredit baru, terutama untuk produk atau sumber yang dinilai memiliki kualitas pembiayaan kurang. Meskipun demikian, perseroan tetap berkomitmen untuk terus menagih tunggakan dari konsumen. Konosuke menegaskan, “Perseroan secara terus-menerus melakukan peningkatan produktivitas dan efektivitas kerja tim penagihan untuk menekan tunggakan konsumen.”
Dalam jangka menengah, Mizuho Indonesia juga akan aktif bernegosiasi dengan bank untuk mendapatkan fasilitas pinjaman. Konosuke berharap dapat menjalin kerja sama dengan bank di dalam maupun luar negeri guna memperoleh tingkat bunga yang kompetitif. Optimalisasi penerimaan pendapatan dari denda keterlambatan juga diharapkan dapat turut membantu memulihkan pendapatan perseroan. Ia berharap membaiknya kondisi ekonomi nasional serta penurunan suku bunga acuan dapat memperbaiki kondisi keuangan Mizuho Leasing Indonesia ke depan.