Berikut adalah artikel berita yang telah ditingkatkan:
—
### Pertumbuhan Kredit Perbankan Melambat: Bank Indonesia Dorong Suku Bunga Turun untuk Genjot Ekonomi Nasional
JAKARTA – Bank Indonesia (BI) melaporkan perkembangan terbaru kinerja perbankan Indonesia dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada Rabu, 18 Juni 2025. Data menunjukkan adanya tren perlambatan pada penyaluran kredit perbankan yang menjadi perhatian serius dalam upaya mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
Kucuran pinjaman perbankan tercatat masih tumbuh sebesar 8,43% secara tahunan (YoY) pada Mei 2025. Namun, angka ini menunjukkan perlambatan signifikan dibandingkan April 2025 yang mencapai 8,88% YoY. Tren pelemahan pertumbuhan kredit ini telah terlihat sejak awal tahun 2025, dimulai dari 10,27% YoY pada Januari, sedikit naik menjadi 10,30% YoY di Februari, lalu menurun drastis ke 9,16% YoY pada Maret.
Menyikapi realisasi tersebut, Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan pentingnya peningkatan penyaluran kredit perbankan agar dapat menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini sejalan dengan kondisi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I/2025 yang tercatat sebesar 4,87% YoY, lebih rendah dibandingkan 5,03% YoY pada tahun 2024 dan 5,11% YoY pada kuartal I/2024. “Peran kredit perbankan terhadap pertumbuhan ekonomi perlu terus ditingkatkan,” ujar Perry.
Di sisi lain, Perry juga menyebutkan bahwa likuiditas perbankan masih memadai, meskipun terjadi perlambatan pada penghimpunan dana pihak ketiga (DPK), yang turun dari 5,51% YoY pada Januari 2025 menjadi 4,29% pada Mei 2025. Dari sisi penawaran, preferensi perbankan untuk menanamkan modal pada surat-surat berharga masih kuat, diiringi dengan standar pemberian kredit (lending standard) yang semakin ketat. Sementara itu, dari sisi permintaan, pertumbuhan kredit didorong oleh sektor industri, jasa sosial, dan sektor lainnya. Namun, sektor perdagangan, pertanian, dan jasa dunia usaha dinilai perlu mendapatkan dorongan lebih lanjut.
Secara lebih rinci, kredit investasi mencatat pertumbuhan sebesar 13,74% YoY, diikuti oleh kredit modal kerja sebesar 4,94% YoY, dan kredit konsumsi sebesar 8,82% YoY. Selain itu, pembiayaan syariah menunjukkan pertumbuhan yang sehat sebesar 9,19% YoY, sedangkan kredit UMKM tumbuh 2,17% YoY. Dengan mempertimbangkan perkembangan ini dan prospek ekonomi ke depan, BI memperkirakan pertumbuhan kredit bank pada tahun 2025 akan berada di kisaran 8%-11%.
Sorotan lain dari Gubernur BI adalah kondisi suku bunga perbankan yang, meskipun telah menunjukkan penurunan pasca-pemangkasan suku bunga acuan BI-Rate ke level 5,50% pada Mei 2025, penurunannya masih terbatas. Suku bunga deposito satu bulan tercatat sebesar 4,81% pada Mei 2025, sedikit menurun dari 4,83% pada April 2025. Demikian pula, suku bunga kredit sedikit bergerak turun dari 9,19% pada April 2025 menjadi 9,18% pada Mei 2025. “Bank Indonesia memandang suku bunga kredit perbankan perlu terus menurun sehingga dapat mendorong penyaluran kredit pembiayaan yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional,” tegas Perry.
Sebagai bagian dari kebijakan moneter, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 17-18 Juni 2025 memutuskan untuk mempertahankan BI-Rate sebesar 5,50%. Sementara itu, suku bunga deposit facility ditetapkan sebesar 4,75% dan suku bunga lending facility sebesar 6,25%.
Dari perspektif perbankan, Corporate Secretary Bank Mandiri, M. Ashidiq Iswara, menjelaskan bahwa pelambatan kredit dan himpunan DPK perbankan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut meliputi siklus musiman pasca-periode Ramadan dan Idulfitri, serta kondisi perekonomian global seperti perang dagang yang melibatkan Amerika Serikat (AS) yang memengaruhi persepsi dan keyakinan pelaku usaha. Di sisi domestik, terbatasnya likuiditas perekonomian masih menjadi tantangan bagi bank dalam menyalurkan kredit.
Meski demikian, Ashidiq menegaskan bahwa kinerja kredit Bank Mandiri tetap menunjukkan tren pertumbuhan yang sehat, sejalan dengan target tahunan mereka sebesar 10-12% YoY, atau di atas rata-rata industri perbankan Tanah Air. “Fokus pembiayaan kami tetap diarahkan pada sektor-sektor prospektif dan resilien seperti energi, pertambangan, perkebunan, serta sektor yang berada dalam ekosistem bisnis strategis yang saling terintegrasi dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dan kualitas aset,” pungkasnya.
—