Kredit UMKM di Lampung Tertekan: NPL Meningkat di Tengah Tantangan Ekonomi dan Penyaluran KUR
Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Lampung menghadapi tantangan serius seiring dengan penurunan kualitas dan volume kredit. Situasi ini tercermin dari melonjaknya rasio kredit bermasalah atau *non-performing loan* (NPL) UMKM, yang menjadi indikator penting kesehatan ekonomi daerah.
Data terbaru menunjukkan NPL UMKM per Mei 2025 tercatat sebesar 4,49 persen, meningkat signifikan dari 4,36 persen pada April 2025. Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Lampung, Bimo Epyanto, mengungkapkan bahwa tekanan ini sebagian besar diakibatkan oleh kondisi ekonomi yang kurang menguntungkan belakangan ini. “Kami terus mencermati situasi ini agar tidak berlangsung terlalu lama karena jika dibiarkan, dapat menurunkan daya tahan ekonomi kita,” ujar Bimo kepada Jawa Pos pada Kamis (26/6).
Meskipun demikian, di tengah bayang-bayang tantangan, optimisme terhadap prospek penyaluran kredit UMKM masih tetap kuat, terutama dari sisi perbankan. Bimo Epyanto menyoroti semangat tinggi bank-bank di Lampung untuk terus menyalurkan kredit, khususnya ke sektor-sektor utama yang menjadi penopang perekonomian daerah.
Optimisme ini tidak terlepas dari kinerja positif sektor pertanian dan komoditas unggulan Lampung, seperti kopi, kakao, dan padi. Sektor-sektor ini menjadi tulang punggung ekonomi daerah dan menunjukkan performa yang menggembirakan. Stabilitas harga komoditas dalam beberapa waktu terakhir yang diperkirakan akan berlanjut hingga akhir tahun turut mendukung kinerja sektor-sektor yang banyak dibiayai perbankan, sehingga berpotensi tetap tumbuh positif.
Namun, di balik optimisme tersebut, tantangan nyata masih menghantui penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR). Bimo mengakui bahwa terdapat sejumlah kendala administratif yang mempersulit para debitur dalam memenuhi persyaratan KUR, yang pada akhirnya menghambat ekspansi kredit. “Pihak bank menyampaikan bahwa mereka kesulitan menyalurkan KUR karena terbentur oleh regulasi. Saya tidak bermaksud menyalahkan siapa pun, tapi ini perlu jadi perhatian bersama,” jelas Bimo.
Padahal, perbankan memiliki target besar dalam penyaluran KUR, yakni sekitar 22 persen dari total kredit komersial. Hambatan administratif ini, ditambah dengan ketidakpastian ekonomi saat ini, menyebabkan ekspansi kredit UMKM menjadi terbatas. Di sisi lain, perbankan juga menerapkan prinsip kehati-hatian yang lebih ketat dalam memilih debitur, sejalan dengan meningkatnya risiko NPL yang perlu diwaspadai.
Dampak dari kondisi ekonomi ini juga dirasakan langsung oleh pelaku UMKM. Owner UMKM fesyen Jan Ayu Linda Soedibyo menceritakan bagaimana efisiensi anggaran oleh pemerintah sangat memengaruhi penjualan produknya, mengingat mayoritas pesanan busana berasal dari institusi. “Pas mulai efisiensi agak terasa. Seragam juga standarnya turun. Harganya juga turun,” ungkap Linda saat ditemui di Lampung City Mall.