Tragedi Longsor Cirebon: Izin Tambang Pesantren Al-Azhariyah Dicabut, 19 Orang Tewas
Kecelakaan tambang mengerikan terjadi di Desa Cipanas, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Longsor yang terjadi pada Jumat, 30 Mei 2025, menelan 19 korban jiwa, meninggalkan duka mendalam bagi keluarga dan masyarakat sekitar. Bencana ini bermula dari aktivitas penambangan galian C di area Gunung Kuda yang izinnya kini telah dicabut oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Lokasi kejadian berada di area tambang milik Koperasi Pondok Pesantren Al-Azhariyah, yang beroperasi berdasarkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi bernomor SK Kepala DPMPTSP Jawa Barat No. 540/64/29.1.07.0/DPMPTSP/2020, tertanggal 5 November 2020. Izin yang mencakup konsesi seluas 9,16 hektare ini ternyata telah dicabut secara permanen.
Keputusan pencabutan izin disampaikan oleh Kepala Dinas ESDM Jawa Barat, Bambang Tirtoyuliono, pada Senin, 2 Juni 2025. Bambang menjelaskan bahwa tambang tersebut telah lama di luar Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) sejak tahun 2024. Meskipun telah beberapa kali mendapat peringatan, termasuk peringatan terakhir pada 19 Maret 2025, pihak pengelola tetap mengabaikannya. Karena kurangnya itikad baik inilah, izin operasi produksi dicabut. Pencabutan ini tidak hanya berlaku untuk Al-Azhariyah, tetapi juga tiga izin lainnya di blok Gunung Kuda yang diduga terafiliasi. Keputusan ini dituangkan dalam Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 4056/KUKM.02.04.03/PEREK tanggal 30 Mei 2025 tentang Sanksi Administratif Pencabutan Izin Usaha. Dua izin lainnya dimiliki oleh Kopontren Al Ishlah, sementara satu lagi masih dalam tahap eksplorasi.
Akibat longsor tersebut, selain korban jiwa, kerugian materiil juga cukup besar. Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), empat unit ekskavator dan tujuh unit truk tertimbun longsor. Hingga Minggu, 1 Juni 2025, enam korban masih dalam pencarian. “Operasi pencarian dan penyelamatan korban masih menjadi prioritas penanganan darurat saat ini,” tegas Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi BNPB, Abdul Muhari.
Sebagai tindak lanjut dari tragedi ini, Polisi telah menetapkan dua tersangka. AK (59 tahun), warga Desa Bobos, Kabupaten Cirebon, pemilik pertambangan pasir di area Gunung Kuda, dan AR (35 tahun), warga Desa Girinata, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon, yang bertugas sebagai pengawas operasional pertambangan, kini menghadapi proses hukum.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat berkomitmen untuk memperketat pengawasan terhadap seluruh aktivitas pertambangan, terutama di kawasan rawan bencana, sebagai upaya pencegahan tragedi serupa di masa mendatang. Tragedi ini menjadi pengingat penting tentang perlunya pengawasan yang ketat dan kepatuhan terhadap aturan dalam sektor pertambangan untuk menghindari jatuhnya korban jiwa dan kerugian yang lebih besar lagi.
Pilihan Editor: Untung-Rugi Kampus Mengelola Tambang
Penulis: Hanin Marwan dan RMN Irvansyah