RAGAMHARIAN.COM – Banyak orang mengakui bahwa cinta pertama mereka masih tersimpan rapi di memori, bahkan setelah bertahun-tahun berlalu dan meski telah menjalin hubungan baru. Apa sebenarnya yang membuat cinta pertama begitu membekas dan sulit dilupakan?
Bagi banyak orang, jatuh cinta untuk pertama kalinya adalah pengalaman luar biasa yang tak terlupakan. Psikolog klinis Holly Schiff menyebutkan bahwa cinta pertama membuka babak baru dalam hidup seseorang membawa perasaan bahagia sekaligus kecemasan. “Ini adalah pengalaman unik yang menancap kuat dalam ingatan kita,” ungkap Schiff.
Tidak hanya emosi, aspek biologis juga terlibat. Saat jatuh cinta, tubuh melepaskan hormon seperti oksitosin yang memperkuat ikatan emosional. Aktivitas seperti berpelukan atau berciuman pada masa ini menciptakan memori kimiawi yang dalam.
Cinta pertama biasanya hadir bersamaan dengan banyak pengalaman baru: ciuman pertama, momen kompromi dalam hubungan, bahkan pengalaman seksual pertama. Semua itu menciptakan jejak emosional mendalam yang sulit dihapus dari memori.
“Kenangan ini melekat karena merepresentasikan masa muda, energi, dan keinginan,” jelas Schiff. Dalam banyak kasus, kenangan ini dianggap sebagai masa paling polos dan penuh harapan dalam hidup seseorang.
Psikolog Robin Buckley menambahkan bahwa jatuh cinta memicu respons otak yang serupa dengan kecanduan. Hormon seperti dopamin, serotonin, dan endorfin dilepaskan, memberikan efek euforia. “Otak menjadi terbiasa untuk mengharapkan pelepasan hormon bahagia ini,” ujar Buckley.
Ketika hubungan cinta itu terjadi di masa remaja saat otak berada dalam kondisi paling tajam dalam mengingat dan merespons emosi—jejaknya bisa bertahan seumur hidup. Bahkan, sentuhan atau lagu tertentu bisa langsung membangkitkan ingatan yang kuat.
Cinta pertama sering kali mempengaruhi cara seseorang menjalani hubungan selanjutnya. Menurut Buckley, cinta pertama menjadi acuan bawah sadar dalam memilih pasangan di masa depan. “Kita belajar dari pengalaman pertama itu, tentang apa yang kita sukai dan tidak sukai,” katanya.
Saat kenangan itu muncul kembali, otak memproduksi kembali neurokimia yang sama seperti dulu, membuat emosi masa lalu seolah hidup kembali. Ini yang membuat perbandingan dengan hubungan masa kini terasa tidak adil—karena yang dikenang adalah versi ideal dari masa lalu.
Meskipun sulit dilupakan, cinta pertama bukanlah tak tergantikan. Para ahli menyarankan beberapa cara untuk berdamai dengan kenangan tersebut. Misalnya, menulis surat selamat tinggal (meski tak perlu dikirim), membuang benda-benda yang memicu nostalgia, atau membicarakannya bersama teman untuk meluapkan emosi.
Penting juga untuk tidak terjebak dalam keinginan untuk kembali ke masa lalu, apalagi jika kehidupan masing-masing telah berubah. “Menghubungi kembali cinta pertama justru bisa membuat Anda tersesat dalam fantasi, bukan realitas,” terang Buckley.
Lebih dari itu, para psikolog menyarankan untuk melihat siapa diri Anda saat ini bagaimana Anda telah tumbuh, menjadi lebih kuat secara emosional dan mental sejak masa itu. Fokus pada masa kini dan bangun masa depan adalah kunci untuk melepaskan diri dari bayang-bayang cinta pertama.
Mengakui bahwa cinta pertama tak selalu menjadi akhir dari segalanya merupakan langkah penting. Meskipun sulit untuk dilupakan, bukan berarti Anda harus terus hidup di masa lalu. Dengan refleksi diri dan dukungan sosial, cinta pertama bisa menjadi pelajaran, bukan beban emosional.