Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim, menunjukkan raut kelelahan yang jelas saat keluar dari gedung Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Senin malam, 23 Juni 2025. Setelah menjalani pemeriksaan sebagai saksi selama kurang lebih 12 jam, Nadiem diperiksa terkait dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di lingkungan Kemendikbudristek untuk periode 2019-2022.
Penampilannya yang lelah, rambutnya yang tidak lagi seklimis saat tiba pukul 09.09 WIB, serta kancing atas kemeja kremnya yang terbuka, menggambarkan panjangnya proses pemeriksaan yang baru berakhir pukul 21.00 WIB. Ini adalah kali pertama Nadiem diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop yang melibatkan kementerian yang pernah dipimpinnya. Dengan suara tenang, Nadiem menyatakan komitmennya untuk terus bersikap kooperatif demi membantu menjernihkan persoalan ini dan menjaga kepercayaan publik terhadap transformasi pendidikan yang telah diupayakan bersama. Ia juga menyampaikan apresiasi kepada aparat kejaksaan atas proses pemeriksaan yang mengedepankan transparansi, keadilan, dan asas praduga tak bersalah, sebelum akhirnya meminta izin untuk pulang karena keluarganya telah menunggu.
Tak hanya Nadiem Makarim, beberapa individu lain yang terafiliasi dengan Kemendikbudristek juga telah menjalani pemeriksaan. Tercatat, mantan staf khusus Nadiem, Fiona Handayani, dan mantan konsultan Mendikbudristek, Ibrahim Arif, telah diperiksa, bahkan rumah keduanya turut digeledah. Selain itu, rumah mantan staf khusus Nadiem lainnya, Jurist Tan, juga telah digeledah, meskipun ia belum diperiksa karena sedang berada di luar negeri. Ketiga nama tersebut telah dicegah bepergian ke luar negeri sejak 4 Juni 2025.
Kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook ini, yang menelan anggaran fantastis mencapai Rp 9,9 triliun, berpusat pada indikasi bahwa Kemendikbudristek diduga mengabaikan kajian penting yang dilakukan pada 2018-2019. Kajian tersebut, yang mengevaluasi pengadaan 1.000 Chromebook, menyimpulkan bahwa sistem operasi tersebut tidak akan efektif di Indonesia karena jaringan internet yang belum merata. Berdasarkan hasil uji coba itu, tim teknis bahkan merekomendasikan pengadaan laptop berbasis Windows. Namun, dalam pelaksanaannya, kementerian tetap melanjutkan dengan pilihan Chromebook.
Menanggapi hal tersebut, Nadiem sendiri telah memberikan klarifikasi dalam konferensi pers sebelumnya bersama kuasa hukumnya, Hotman Paris. Nadiem menegaskan bahwa pengadaan laptop pada masa kepemimpinannya memiliki perbedaan substansial dengan uji coba yang disorot oleh Kejaksaan Agung. Menurutnya, uji coba periode 2018-2019 itu dilakukan pada era menteri sebelumnya, Muhadjir Effendy, dan secara spesifik ditujukan untuk daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T). Sementara itu, pengadaan laptop Chromebook di eranya difokuskan untuk daerah yang sudah memiliki konektivitas internet memadai.
Inti dari persoalan ini pun kembali mengerucut pada efektivitas pengadaan laptop Chromebook itu sendiri, yang menurut kajian awal tidak optimal tanpa dukungan jaringan internet merata di seluruh wilayah Indonesia, menjadi poin krusial dalam pusaran dugaan korupsi ini.