Nadiem Makarim Buka Suara di Tengah Pusaran Dugaan Korupsi Pengadaan Laptop Kemendikbudristek Rp 9,9 Triliun
Nadiem Makarim, mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), akhirnya muncul ke hadapan publik setelah lama dinanti, di tengah ramai pengusutan dugaan korupsi pengadaan laptop di era kepemimpinannya oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta pada Selasa (10/6), Nadiem tampil didampingi pengacara kondang Hotman Paris Hutapea, secara khusus menyampaikan pernyataannya terkait kasus ini.
“Saya hendak menyampaikan pernyataan sehubungan dengan dugaan korupsi program digitalisasi pendidikan saat saya menjabat sebagai menteri di Kemendikbudristek,” tegas Nadiem di hadapan awak media. Ia menjelaskan bahwa pengadaan laptop senilai total Rp 9,9 triliun pada masa jabatannya merupakan bagian dari upaya mitigasi risiko pandemi COVID-19. Langkah ini krusial untuk memastikan proses pembelajaran murid tetap berlangsung di tengah tantangan yang ada.
Program pengadaan masif tersebut mencakup 1,1 juta unit laptop, modem 3G, serta proyektor yang didistribusikan ke sekolah-sekolah di seluruh Indonesia. Terkait proses hukum yang kini bergulir, Nadiem Makarim menegaskan komitmennya untuk kooperatif dan menghormati setiap tahapan yang dilakukan oleh Kejagung. “Saya hormati proses hukum yang berlangsung,” ucapnya singkat namun jelas.
Menguak Dugaan Korupsi di Kemendikbudristek
Di balik pernyataan Nadiem, Kejaksaan Agung terus mendalami kasus dugaan korupsi yang mencuat di Kemendikbudristek. Kasus ini bermula pada tahun 2020, ketika Kemendikbudristek menyusun rencana besar pengadaan bantuan peralatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) bagi satuan pendidikan di tingkat dasar, menengah, dan atas, guna mendukung pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimal (AKM).
Namun, ada kejanggalan yang terkuak dari pengalaman uji coba pengadaan 1.000 unit Chromebook oleh Pustekom Kementerian Dikbudristek pada tahun 2018-2019. Hasilnya menunjukkan bahwa Chromebook hanya dapat berfungsi optimal apabila tersedia jaringan internet. Kondisi ini menjadi sorotan serius mengingat sebaran jaringan internet di Indonesia yang belum merata, sehingga penggunaan laptop Chromebook sebagai sarana AKM dikhawatirkan tidak akan efektif.
Berdasarkan temuan tersebut dan perbandingan dengan beberapa sistem operasi (Operating System) lainnya, Tim Teknis Perencanaan Pembuatan Kajian Pengadaan Peralatan TIK dalam Kajian Pertama sejatinya merekomendasikan penggunaan spesifikasi dengan Operating System Windows. Namun, Kemendikbudristek di masa itu justru mengganti kajian tersebut dengan kajian baru yang mengarahkan pada penggunaan spesifikasi Operating System Chrome alias Chromebook.
Dugaan kuat mengemuka bahwa penggantian spesifikasi ini tidak didasarkan pada kebutuhan riil di lapangan. Berdasarkan keterangan saksi dan alat bukti yang berhasil dihimpun, diduga telah terjadi persekongkolan atau pemufakatan jahat. Modusnya, mengarahkan Tim Teknis yang baru agar membuat kajian yang secara spesifik merekomendasikan penggunaan laptop Chromebook dalam pengadaan untuk AKM dan kegiatan belajar mengajar.
Kejagung mengungkapkan, review atas pengadaan TIK ini menganggarkan kegiatan pengadaan bantuan TIK bagi satuan pendidikan Tahun Anggaran 2020-2022 sebesar Rp 3.582.607.852.000, ditambah alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp 6.399.877.689.000. Dengan demikian, total keseluruhan anggaran mencapai Rp 9.982.485.541.000, sebagaimana disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar.
Hingga saat ini, belum ada tersangka yang dijerat dalam perkara dugaan korupsi pengadaan laptop ini. Penyidik Kejaksaan Agung masih terus mendalami dan menghitung nilai kerugian negara yang ditimbulkan akibat praktik pengadaan yang diduga bermasalah tersebut.