Mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim Buka Suara Terkait Dugaan Korupsi Pengadaan Laptop Chromebook Rp 9,9 Triliun
Dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook senilai Rp 9,9 triliun di Kemendikbudristek periode 2019-2023 tengah menjadi sorotan publik. Nadiem Makarim, mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, memberikan klarifikasi terkait program pengadaan laptop tersebut yang dilakukan sebagai upaya mitigasi dampak pandemi Covid-19 pada tahun 2020.
Dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (10/6), Nadiem menjelaskan bahwa pengadaan 1,1 juta unit laptop, modem 3G, dan proyektor untuk lebih dari 77 ribu sekolah selama empat tahun merupakan bagian dari strategi untuk memastikan pembelajaran tetap berjalan di tengah pandemi. Program ini, menurutnya, tidak hanya mendukung pembelajaran jarak jauh, tetapi juga peningkatan kompetensi guru dan tenaga kependidikan, serta pelaksanaan Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK). ANBK sendiri merupakan instrumen penting Kemendikbudristek untuk mengukur capaian pembelajaran dan dampak *learning loss*.
Nadiem menekankan komitmennya terhadap transparansi dan akuntabilitas dalam setiap kebijakan publik. Ia menegaskan bahwa semua kebijakan yang diambil selama masa jabatannya didasarkan pada azas transparansi, keadilan, dan itikad baik. Ia pun meminta masyarakat untuk tidak terburu-buru dalam menyimpulkan kasus dugaan korupsi ini dan menunggu proses hukum yang sedang berjalan.
“Saya sepenuhnya menyadari pentingnya pengawasan dan akuntabilitas dalam setiap kebijakan publik. Saya tidak pernah menoleransi praktik korupsi dalam bentuk apapun,” tegas Nadiem. Ia menyatakan kesiapannya untuk bekerja sama sepenuhnya dengan Kejaksaan Agung dan memberikan keterangan atau klarifikasi yang diperlukan. Nadiem berharap proses hukum yang adil dapat membedakan antara kebijakan yang dijalankan dengan itikad baik dan kebijakan yang berpotensi menyimpang dalam pelaksanaannya. Ia berkomitmen untuk bersikap kooperatif demi menjernihkan persoalan ini dan menjaga kepercayaan terhadap transformasi pendidikan yang telah dibangun bersama.
Sementara itu, penyidik Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung tengah mendalami dugaan permufakatan jahat dalam pengadaan laptop tersebut. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli, mengungkapkan adanya indikasi pengarahan tim teknis untuk membuat kajian teknis yang mengarah pada penggunaan laptop Chromebook dengan sistem operasi Chrome OS, meskipun hasil uji coba 1.000 unit Chromebook pada 2019 oleh Pustekkom Kemendikbudristek menunjukkan hasil yang tidak efektif karena keterbatasan akses internet di Indonesia. Tim teknis sendiri merekomendasikan penggunaan sistem operasi Windows, namun rekomendasi tersebut diganti dengan studi baru yang justru merekomendasikan Chrome OS.
Pengadaan laptop Chromebook ini menghabiskan anggaran sebesar Rp 9,98 triliun, terdiri dari Rp 3,58 triliun dana satuan pendidikan (DSP) dan sekitar Rp 6,4 triliun dana alokasi khusus (DAK). Kejaksaan Agung telah menaikkan status perkara ini dari penyelidikan ke penyidikan pada 20 Mei 2025 setelah ditemukan indikasi adanya penyimpangan. Kasus ini kini tengah menjadi fokus perhatian publik dan proses hukum yang transparan dan adil diharapkan dapat mengungkap kebenaran di baliknya.