SEMARANG, RAGAMHARIAN.COM – Sejumlah Rp 115 juta. Angka fantastis itulah yang kini menghantui Endang (78), seorang nenek yang terpaksa menyembunyikan _remote_ televisinya. Ancaman somasi sebesar itu muncul setelah ia diduga melanggar hak siar pertandingan sepak bola Liga Inggris, sebuah tuduhan yang berawal dari insiden sederhana saat acara halal bi halal di rumah sekaligus kafe miliknya pada 11 Mei 2024.
Kini, sang nenek harus menghadapi laporan di Polda Jawa Tengah atas dugaan pelanggaran hak siar tersebut. “Sekarang itu televisi, apa namanya, bikin embah bingung terus. itu si _remote_ saya sampai saya sembunyikan,” ungkap Endang dengan nada kebingungan saat diwawancarai melalui telepon, Selasa (26/8/2025). Tindakan ini, katanya, diambil semata agar kejadian serupa tidak terulang, menjauhkan kekhawatiran dari layar kaca.
Dalam upaya mencari titik terang, Endang telah menjalani mediasi dengan pihak pelapor di Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Tengah pada Senin (25/8/2025). Ia rela menempuh perjalanan jauh dari Klaten menuju Kota Semarang demi menghadiri panggilan tersebut. Namun, pertemuan itu belum membuahkan hasil. Tim hukum Vidio.com tetap pada pendiriannya, menuntut somasi Rp 115 juta sebagai denda.
“Saya kurang pendengaran, tolong diulang lagi, saya sampai bilang gitu,” tuturnya, mencoba memahami tuntutan yang baginya teramat besar. Padahal, Endang mengaku sudah mengalah dan bahkan berniat membeli lisensi penayangan dengan harga berkisar Rp 15 juta hingga Rp 20 juta per tahun. “Saya dikiranya mengkomersilkan. Artinya, saya menayangkan bola itu, saya menarik karcis atau gimana,” jelasnya, menyiratkan kebingungannya atas tuduhan tersebut.
Kisah pelik ini bermula pada Juni 2024, ketika surat somasi tiba di alamat usahanya di Klaten. Endang terkejut. Setelah membaca surat itu, ia berunding dengan anak dan menantunya. Surat tersebut secara spesifik menyebutkan bahwa kafe miliknya melanggar hak siar penayangan. Awalnya Endang tidak mengerti, hingga akhirnya ia membaca detail bahwa somasi itu merujuk pada kegiatan halal bi halal keluarga besar yang berlangsung pada 11 Mei 2024.
Saat itu, rumah sekaligus kafenya menjadi lokasi berkumpulnya ratusan anggota keluarga besar. “Terus menantu saya bilang ada dua orang yang foto-foto,” imbuh Endang. Meskipun ada acara keluarga, kafenya tetap beroperasi, dikelola oleh menantunya. “Waktu itu memang ada, Bu. Pembeli datang dua orang berkulit hitam beli kopi, kalau tidak salah cuma Rp 10.000,” kenang Endang, menirukan perkataan menantunya. Ia sendiri mengaku tidak mengetahui ada yang menyalakan televisi untuk menonton bola kala itu, lantaran sibuk menyiapkan konsumsi untuk 150 tamu halal bi halal.
Di sisi lain, Kombes Pol Arif Budiman, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Tengah, tidak membantah adanya laporan terkait kasus ini. Sampai saat ini, penyidik masih terus melakukan pendalaman atas laporan-laporan yang masuk, termasuk kasus serupa yang jumlahnya tidak hanya satu. Arif menegaskan, laporan yang tidak memenuhi unsur pidana sesuai undang-undang tidak menutup kemungkinan akan didiskualifikasi atau dihentikan. “Laporan yang tidak memenuhi unsur juga kita hentikan,” kata Arif saat dikonfirmasi, Selasa (26/8/2025). Ia menambahkan bahwa total “laporan ada 7 laporan pengaduan” terkait permasalahan hak siar sepak bola, dan semua akan ditangani sesuai prosedur hukum yang berlaku.
