TEL AVIV, RAGAMHARIAN.COM – Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, secara lantang menyatakan kemenangan besar atas Iran. Klaim ini datang di tengah tercapainya gencatan senjata, namun bertolak belakang dengan laporan intelijen Amerika Serikat (AS) yang meragukan efektivitas serangan yang dilancarkan AS terhadap target sepenuhnya.
Dalam pidato publiknya pada Selasa (24/6/2025) pascagencatan senjata, Netanyahu menegaskan, “Kami telah menggagalkan proyek nuklir Iran. Dan jika mereka mencoba membangunnya kembali, kami akan bertindak dengan tekad dan intensitas yang sama.” Pernyataan ini mempertegas tujuan Israel yang memulai serangan udara terhadap Iran pada 13 Juni lalu, yakni mencegah Teheran mengembangkan senjata nuklir—tuduhan yang berulang kali dibantah oleh pemerintah Iran.
Namun, sebuah laporan awal dari badan intelijen pertahanan AS justru menyoroti keterbatasan dampak serangan. Laporan tersebut menyebutkan bahwa serangan AS, termasuk penggunaan bom penembus bunker pada akhir pekan lalu, hanya berhasil menutup akses ke sejumlah fasilitas nuklir. Gedung-gedung bawah tanah tempat persediaan uranium diperkirakan disimpan tidak hancur, melainkan hanya aksesnya yang tertutup.
Menanggapi laporan tersebut, Presiden AS Donald Trump menepisnya dengan keras. Melalui unggahan di platform Truth Social, ia bersikukuh, “LOKASI NUKLIR DI IRAN SUDAH HANCUR TOTAL!”
Senada dengan Trump, Juru Bicara Gedung Putih Karoline Leavitt juga mengklarifikasi klaim intelijen AS tersebut, menyebutnya “sepenuhnya keliru”. Leavitt lebih lanjut mengecam kebocoran dokumen ini, menudingnya sebagai upaya terencana untuk merusak kredibilitas Presiden Trump dan mendiskreditkan para pilot pemberani yang telah menjalankan misi mereka dengan sempurna.
Gencatan senjata berlaku, namun keraguan masih membayangi
Gencatan senjata antara Iran dan Israel secara resmi mulai berlaku pada Selasa malam. Kesepakatan ini tercapai setelah sebelumnya Presiden Trump sempat mengkritik kedua belah pihak yang dianggap melanggar kesepakatan sesaat setelah diumumkan.
Iran menyatakan kesiapan untuk mematuhi gencatan senjata asalkan Israel menghentikan serangannya, dan Israel pun telah mengisyaratkan untuk menahan diri dari tindakan ofensif lebih lanjut.
Meskipun demikian, masa depan program nuklir Iran masih menjadi sorotan. Presiden Iran Masoud Pezeshkian menegaskan bahwa negaranya tetap terbuka untuk kembali ke meja perundingan terkait isu nuklir, namun dengan tegas menuntut hak Iran untuk memanfaatkan energi atom secara damai. “Negosiasi bisa terjadi, tapi kami tidak akan menyerahkan hak kami atas energi nuklir sipil,” ujar Pezeshkian.
Kekhawatiran komunitas internasional pun belum mereda. Presiden Perancis Emmanuel Macron secara khusus memperingatkan bahwa serangan terhadap fasilitas nuklir Iran justru dapat meningkatkan risiko Teheran memperkaya uranium secara diam-diam di masa mendatang.
Dampak serangan
Selama 12 hari konflik yang berlangsung, korban jiwa dan kerusakan signifikan tercatat di kedua belah pihak.
Data dari Kementerian Kesehatan Iran melaporkan bahwa serangan udara Israel menewaskan setidaknya 610 warga sipil dan melukai lebih dari 4.700 orang. Di sisi lain, serangan balasan yang dilancarkan Iran ke Israel dilaporkan menewaskan 28 orang, berdasarkan informasi dari pemerintah Israel dan tim penyelamat.
Di Tel Aviv, gencatan senjata disambut dengan kelegaan yang nyata oleh sebagian besar warganya. Tammy Shel, seorang penduduk Tel Aviv, mengungkapkan sentimen yang meluas, “Semua orang sudah lelah. Kami hanya ingin hidup tenang. Untuk kami, untuk rakyat Iran, untuk Palestina, untuk semua orang di kawasan ini.”
Namun, suasana berbeda terasa di sisi lain Teluk Persia. Situasi di Tehran, seperti yang dirasakan Amir, seorang warga yang mengungsi ke pesisir Laut Kaspia, tidak seoptimistis yang diharapkan. Ia mengaku ragu akan perdamaian yang berkelanjutan. “Aku tidak tahu… apakah gencatan senjata ini akan bertahan. Tapi terus terang, aku tak yakin semuanya akan kembali normal,” ujarnya kepada AFP, mencerminkan ketidakpastian yang masih meliputi kawasan tersebut.