KPK Tangkap Enam Orang dalam OTT Proyek Jalan di Mandailing Natal, Diduga Terkait Korupsi Miliar Rupiah
Jakarta, Ragamharian.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menunjukkan taringnya dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Sebanyak enam orang berhasil diamankan dalam sebuah Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang digelar di Mandailing Natal, Sumatera Utara. Penangkapan ini menambah panjang daftar kasus korupsi yang ditangani lembaga antirasuah tersebut pada tahun 2025.
Menurut Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, keenam individu yang diamankan pada Kamis malam itu langsung dibawa ke Gedung Merah Putih KPK di Jakarta untuk menjalani pemeriksaan intensif. Konfirmasi ini disampaikan Budi kepada Antara dari Jakarta pada Jumat, 27 Juni 2025, sekaligus meluruskan kabar sebelumnya yang menyebutkan OTT dilakukan di Kota Medan. “Benar, pada Kamis malam, KPK telah melakukan kegiatan tangkap tangan di wilayah Mandailing Natal, Sumatera Utara,” tegas Budi.
OTT tersebut diduga kuat berkaitan dengan praktik korupsi dalam proyek pembangunan jalan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), serta proyek preservasi jalan di Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah I Sumatera Utara. “KPK akan meng-update siapa saja pihak-pihak yang diduga terlibat dan bagaimana konstruksi perkaranya akan kami sampaikan pada kesempatan berikutnya,” janji Budi, seraya menambahkan bahwa KPK memiliki waktu 1×24 jam untuk menentukan status hukum para pihak yang diamankan.
Penangkapan di Mandailing Natal ini merupakan OTT kedua yang dilakukan KPK sepanjang tahun 2025. Kejadian pertama terjadi pada Maret 2025, yang menyasar anggota DPRD dan pejabat Dinas PUPR Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan.
Dalam OTT perdana tersebut, delapan orang turut diamankan. Mereka meliputi NOP yang menjabat Kepala Dinas PUPR OKU, tiga aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan dinas setempat, tiga anggota DPRD OKU yakni FJ, MFR, dan UM, serta seorang kontraktor. Ketua KPK, Setyo Budiyanto, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK pada Minggu, 16 Maret 2025, menjelaskan duduk perkara kasus OKU.
Kasus di OKU bermula pada Januari 2025 saat pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) OKU 2025. Kala itu, perwakilan dari DPRD diduga meminta jatah “pokok pikiran” atau pokir sebagai imbalan agar pembahasan RAPBD OKU 2025 disahkan. Jatah pokir tersebut, lanjut Setyo, kemudian diubah menjadi proyek fisik di Dinas PUPR senilai total Rp40 miliar, dengan pembagian nilai proyek Rp5 miliar untuk Ketua dan Wakil Ketua DPRD, sementara anggota mendapatkan Rp1 miliar per orang.
*Pilihan Editor: Jejak Anggota TNI dalam Pembunuhan Wartawan Karo*