Impian Piala Dunia Timnas Palestina Kandas Dramatis: Air Mata di Akhir Perjalanan Heroik
Impian Timnas Palestina untuk mengukir sejarah dengan lolos ke putaran keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia harus sirna secara menyakitkan. Langkah heroik “The Fedayeen” terhenti setelah bermain imbang 1-1 melawan Timnas Oman dalam laga terakhir Grup B putaran ketiga. Pertandingan penuh emosi ini berlangsung di Stadion King Abdullah II, Amman, Yordania, pada Rabu dini hari, 11 Juni 2025.
Euforia sempat membuncah di tribune Stadion King Abdullah, yang tak jauh dari pemukiman pengungsi Palestina, ketika Oday Kharoub berhasil memecah kebuntuan pada menit ke-49. Gol tunggal itu membawa Palestina unggul dan seolah mengantar mereka menyalip Oman di posisi kedua Grup B, posisi yang krusial untuk melaju ke fase berikutnya. Harapan untuk menyusul Timnas Indonesia ke babak selanjutnya tampak di depan mata.
Namun, takdir berkata lain. Kemenangan yang sudah di ambang mata berubah menjadi adegan paling kejam di masa tambahan waktu babak kedua. Pada menit ke-90+7, wasit memberikan hadiah penalti kontroversial kepada Oman setelah tinjauan VAR, menyusul pelanggaran yang dilakukan oleh Ahmad Taha. Essam Al-Subhi yang maju sebagai algojo tak menyia-nyiakan kesempatan, dan golnya membuyarkan semua mimpi Palestina untuk tampil pertama kali di Piala Dunia.
Pemandangan pilu tak terhindarkan di lapangan. Air mata mengalir deras dari pipi para pemain Palestina yang terhempas dalam kekecewaan mendalam. Mereka meninggalkan lapangan dengan tangisan setelah laga terakhir di Kualifikasi Piala Dunia 2026. “Sangat sulit,” ucap Oday Dabbagh, penyerang Palestina, kepada The Associated Press, mengungkapkan kepedihan timnya. “Sangat penting bagi kami untuk melaju ke babak berikutnya. Kami mempersiapkan diri dengan baik, kami memiliki suasana yang positif, dan kami memiliki penggemar yang mendukung kami. Kami memberikan segalanya, tetapi itu hilang dalam sekejap,” tambahnya.
Meskipun Asosiasi Sepak Bola Palestina (PFA) mengajukan keluhan resmi kepada FIFA terkait penalti tersebut, keputusan itu tidak mengubah fakta bahwa perjalanan panjang skuad besutan Ihab Abujazar telah berakhir. “Kami mencoba untuk membuat warga Palestina tersenyum di tengah penderitaan mereka,” kata Ihab Abujazar, menunjukkan dedikasi timnya. “Para pemain heroik adalah kebanggaan dan kejayaan kami, simbol dari semua hal yang indah di negara Palestina,” pujinya.
Realitas pahit konflik berkepanjangan turut menjadi bagian tak terpisahkan dari perjuangan Timnas Palestina. Sejak serangan Israel dimulai pada tahun 2023, tidak ada sepak bola domestik di wilayah Palestina, dan ratusan atlet termasuk di antara lebih dari 55.000 warga Palestina yang tewas dalam konflik tersebut, serta fasilitas olahraga yang hancur. Ini memaksa Timnas Palestina, yang diterima di FIFA pada tahun 1998, untuk memainkan sebagian besar pertandingan kandang mereka di ibu kota Yordania, Amman.
“Lebih mudah bermain di rumah sendiri,” aku Dabbagh, yang baru saja membantu Aberdeen memenangkan Piala Skotlandia. “Namun, keadaan di sana sangat sulit sehingga kami memilih bermain di Amman karena dekat dengan Palestina, orang-orangnya sama, dan kami memiliki banyak penggemar di sana,” jelasnya. Kendati menghadapi kondisi yang penuh tekanan, para pemain menjadikan itu sebagai motivasi. “Segala sesuatu yang terjadi membuat kami semua sedih,” kata Dabbagh. “Sebagai pemain, kami mencoba untuk fokus pada sepak bola selama pertandingan. Kami menggunakan apa yang terjadi sebagai motivasi untuk membawa kebahagiaan bagi rakyat Palestina,” imbuhnya.
Menariknya, hanya dua dari 27 pemain di skuad Palestina yang tidak dikontrak oleh klub luar negeri, baik di Timur Tengah maupun Eropa. Ini menunjukkan peningkatan signifikan dibandingkan awal konflik, di mana sejumlah pemain kesulitan meninggalkan Tepi Barat atau Gaza untuk tugas internasional. Selama kurang lebih satu tahun terakhir, Timnas Palestina juga telah menjalani pemusatan latihan di berbagai negara seperti Aljazair, Qatar, dan Arab Saudi untuk menjaga performa.
Kini, fokus mereka beralih ke ajang bergengsi Piala Asia 2027 yang akan diselenggarakan di Arab Saudi. Oday Dabbagh optimistis timnya akan terus menjadi kekuatan yang patut diperhitungkan di sepak bola Asia dan senantiasa menjadi duta bagi jutaan rakyatnya. “Kami akan terus menggunakan sepak bola sebagai pesan untuk menunjukkan kepada dunia bahwa ada hal-hal lain di Palestina,” tegasnya. “Kami akan terus maju. Mimpi itu belum berakhir, hanya tertunda.”