IHSG Diprediksi Lanjutkan Koreksi Pekan Depan, Dihantam Geopolitik dan Perlambatan Konsumsi Domestik
JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkirakan akan melanjutkan tren koreksinya pada pekan depan, setelah menutup perdagangan akhir pekan ini dengan performa yang melemah. Proyeksi ini muncul di tengah bayang-bayang tekanan sentimen geopolitik global dan kekhawatiran akan perlambatan konsumsi domestik yang mulai terasa dampaknya di pasar modal Indonesia.
Pada penutupan perdagangan Jumat, 13 Juni 2025, IHSG tercatat melemah 0,53% ke level 7.166,06. Penurunan ini tidak hanya dipicu oleh tekanan geopolitik, tetapi juga kekhawatiran terhadap perlambatan konsumsi di dalam negeri. Valdy Kurniawan, Head of Research Phintraco Sekuritas, memaparkan analisis teknikalnya. Menurutnya, indikator Stochastic RSI telah membentuk *death cross* dan terjadi pelebaran *negative slope* pada MACD, yang mengindikasikan potensi kelanjutan koreksi pada Indeks Harga Saham Gabungan. Valdy memprediksi IHSG berpotensi menguji level MA200 di kisaran 7.132, bahkan hingga menyentuh level *support* 7.100.
Dari ranah eksternal, sentimen geopolitik di Timur Tengah kembali memanas dan menjadi sorotan utama. Valdy menjelaskan bahwa ketegangan meningkat pasca serangan militer Israel terhadap fasilitas nuklir Iran, yang kemudian dibalas dengan ancaman pembalasan serius dari Teheran. Eskalasi ini sontak memicu lonjakan harga minyak mentah dunia lebih dari 6%, menembus angka US$72 per barel. Imbasnya, pasar global, termasuk di kawasan Asia, bereaksi negatif karena insiden ini memperbesar risiko gangguan terhadap stabilitas ekonomi global. Valdy menambahkan, “Sebelumnya, pasar cenderung mengabaikan risiko geopolitik. Namun, serangan ini menjadi peringatan bahwa ancaman tersebut kini lebih nyata dan mendesak dari perkiraan semula.”
Di sisi domestik, pergerakan IHSG juga terbebani oleh koreksi pada beberapa saham yang baru saja melewati tanggal *cum date* dividen. Selain itu, data penjualan ritel Indonesia turut menunjukkan pelemahan signifikan. Pada April 2025, penjualan ritel tercatat mengalami kontraksi sebesar 0,3% secara tahunan (*year-on-year/YoY*), berbalik arah drastis dari kenaikan 5,5% YoY pada Maret. Penurunan ini menandai kontraksi tahunan pertama sejak April 2024, mengindikasikan potensi perlambatan dalam konsumsi masyarakat.
Meskipun pasar menunjukkan kerentanan, beberapa saham masih menarik untuk dicermati investor pada perdagangan pekan depan, antara lain AADI, CTRA, NCKL, HRUM, dan ESSA. Menariknya, laporan data mingguan dari Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan gambaran yang sedikit berbeda dari performa harian IHSG. IHSG justru berhasil menguat 0,74% selama sepekan penuh, bergerak dari 7.113,42 pada pekan sebelumnya ke posisi 7.166,06. Kenaikan ini juga diikuti oleh kapitalisasi pasar Bursa yang meningkat 0,92% menjadi Rp12.495 triliun dari Rp12.381 triliun. Rata-rata volume transaksi harian Bursa pun menunjukkan penguatan signifikan sebesar 15,52%, mencapai 28,05 miliar lembar dari 24,28 miliar lembar.
Namun, ada satu indikator yang patut menjadi perhatian, yaitu rata-rata nilai transaksi harian Bursa yang justru mengalami penurunan. “Pelemahan pekan ini justru terjadi pada rata-rata nilai transaksi harian Bursa yang turun 5,21% menjadi Rp16,24 triliun dari Rp17,14 triliun pada penutupan minggu lalu,” ungkap Kautsar Primadi Nurahmad, Sekretaris Perusahaan BEI. Penurunan nilai transaksi ini mengindikasikan kehati-hatian investor di tengah sentimen negatif yang membayangi pasar modal Indonesia.
*Disclaimer*: Artikel ini hanya bertujuan sebagai informasi dan analisis pasar, tidak ada maksud untuk mengajak membeli atau menjual instrumen investasi tertentu. Keputusan investasi sepenuhnya berada di tangan pembaca dan menjadi tanggung jawab pribadi. Redaksi tidak bertanggung jawab atas potensi kerugian atau keuntungan yang mungkin timbul dari keputusan investasi yang diambil.