Ragamharian.com – , Jakarta – Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Kristomei Sianturi merespons kritik terhadap keterlibatan prajurit TNI dalam kegiatan masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS) di Jawa Barat. Ia mengatakan pelibatan personel TNI dilakukan atas dasar permintaan pemerintah daerah dan sesuai dengan amanat Undang-Undang.
Pilihan Editor:Dalih Wakil Menteri Rangkap Jabatan Komisaris BUMN
“Kalau kita kan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025, Pasal 7 tentang MSB (Memelihara Stabilitas Bangsa), tugas kita membantu pemerintah daerah,” kata Kristomei dalam kunjungannya ke kantor Tempo, Rabu, 16 Juli 2025.
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) menggelar MPLS tahun ajaran 2025/2026 secara serentak di seluruh wilayah Indonesia mulai Senin, 14 Juli 2025. Pelaksanaan MPLS disesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah. Di Jawa Barat, kegiatan MPLS untuk siswa SMA, SMK, dan SLB melibatkan peran serta TNI dan Polri. Kebijakan ini digulirkan oleh Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi.
Kristomei menjelaskan, selama pemerintah daerah meminta bantuan, TNI akan menjalankan peran tersebut sebagai bagian dari pengabdian. “Apalagi kita sudah berpengalaman,” ujar dia.
Terkait kritik publik soal kemungkinan adanya praktik militerisasi di lingkungan sekolah, Kristomei menilai hal itu sebagai bagian dari dinamika demokrasi. “Ya, pro dan kontra biasa,” ucap dia.
Kehadiran prajurit, kata Kristomei, lebih bertujuan menanamkan kedisiplinan sejak dini, bukan membentuk karakter militer pada siswa. Ia mencontohkan kegiatan seperti bangun pagi, ibadah subuh bagi siswa muslim, hingga senam pagi sebagai bentuk pembiasaan disiplin. “Bukan militerisme ya, tapi peningkatan disiplin,” kata dia.
Salah satu kritik datang dari Wakil Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Lalu Hadrian Irfani. Ia meminta kepada pemerintah tidak melibatkan TNI dan Polri dalam kegiatan MPLS SMA dan SMK.
Menurut dia, seharusnya pemerintah memaksimalkan peran tenaga pendidik untuk memberikan pembelajaran karakter dan budi pekerti kepada siswa. Dia meyakini bahwa guru-guru Indonesia memiliki kemampuan untuk memberikan pembelajaran di dua aspek tersebut.
“Jangan sedikit-sedikit (melibatkan) tentara dan polisi. Kalau begitu berarti (terkesan) tidak percaya dengan guru-guru,” ujar politikus Partai Kebangkitan Bangsa itu dalam rapat kerja Komisi X DPR bersama Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti, Rabu, 16 Juli 2025.
Dia mengatakan keterlibatan aparat bersenjata itu memiliki dampak terhadap psikologis para siswa. Terlebih lagi, kata dia, dunia pendidikan seharusnya dijauhkan dengan metode pendisiplinan lewat ancaman ataupun militeristik itu.
Novali Panji Nugroho berkontribusi dalam penulisan artikel ini